F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-123 Talak Bagian Ketujuhbelas

Audio ke-123 Talak Bagian Ketujuhbelas - Kitab An-Nikah Matan Abu Syuja’
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 RABU | 9 Sya’ban 1444 H | 1 Maret 2023 M
🎙 Oleh : Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-123

📖 Talak Bagian Ketujuhbelas

بسم الله الرحمن الرحيم الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد الله، وصلاة وسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه اما بعد

Kaum muslimin dan muslimat, peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh subhānahu wa ta'ālā.

Al Imam Al Mualif Abu Syuja' masih membahas perihal seluk beluk hukum perceraian. Dua model wanita atau dua model istri bila ditinjau dari hukum perceraian dan tata cara atau waktu menjatuhkan perceraian ini, ini sekali lagi adalah tinjauannya dilihat dari masa atau waktu dijatuhkannya perceraian.

Bukan ditinjau dari latar belakang “kenapa menceraikan.” Kalau latar belakang menceraikannya itu didasari oleh satu alasan yang jahat tentu haram hukumnya walaupun istri dalam kondisi menopouse (tidak sedang haid, tidak lagi haid bahkan). Atau istri dalam kondisi hamil atau dia masih kecil. Kalau latar belakang perceraiannya itu motivasinya adalah untuk mendzolimi, balas dendam, menyakiti, maka tentu,

لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
“Tidak boleh memberikan mudarat tanpa disengaja atau pun disengaja.” (Hadits hasan, HR. Ibnu Majah, no. 2340; Ad-Daraquthni no. 4540)
Hukumnya haram. Tapi bukan karena waktunya tetapi karena alasan dan tujuan menjatuhkan perceraian. Dan tujuan dari menjatuhkan perceraian apa lagi sekedar untuk mempermainkan. Mempermainkan sebagian hamba Allah Subhānahu wa ta’ālā yang lemah tersebut, yaitu wanita.

Allah telah memberikan warning,

وَلَا تَتَّخِذُوٓا۟ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ هُزُوًا
“Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan” [QS. Al-Baqarah : 231]
Lelaki atau suami yang mempermainkan ayat-ayat Allah, agama Allah, hukum-hukum Allah, ia ceraikan istrinya ketika masa iddahnya sudah mendekati masa berakhir, rujuk lagi. Kemudian dibiarkan lagi tidak digauli dengan baik, tidak terjadi mu'asyarah (hubungan yang baik). Setelah berapa lama diceraikan lagi dan demikian seterusnya. Tujuannya adalah sekedar untuk menyakiti.

Maka ini adalah satu tindakan yang dzalim dan sudah bisa ditebak dan dipastikan bahwa kedzaliman itu sesuatu yang haram apalagi kedzaliman itu dilakukan kepada istri, wanita atau hamba Allah yang paling berhak untuk diperlakukan secara baik.

Rasulullah shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

خيركم لأهله وأنا خيركم لأهلي
“Orang yang mulia dari kalian adalah orang yang paling baik dalam memperlakukan istrinya. Dan Aku adalah orang yang paling baik dalam memperlakukan keluargaku.”
Kalau ternyata yang terjadi hubungan pernikahan bukannya menjadikan lelaki itu bertanggung jawab, memiliki i'tikad baik untuk memuliakan, menghormati, menunaikan tanggung jawabnya, hak-hak istri. Tapi ternyata justru pernikahan dijadikan sarana (media) untuk menyakiti, mendzalimi, menindas maka tentu ini adalah bentuk kedzaliman sampai Allah ancam. Allah katakan bahwa, orang yang bermain-main dengan perceraian menjadikan perceraian sebagai sarana untuk menyakiti, mengintimidasi, menekan istri itu dianggap sebagai,

إتِّخَذُوٓا۟ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ هُزُوًا

Menjadikan ayat-ayat Allah, menjadikan hukum-hukum Allah sebagai permainan. Sarana untuk berbuat dzolim, sarana untuk berbuat yang haram.

Tentu ini satu tindakan yang sangat keji. Allah subhānahu wa ta'ālā menghalalkan wanita untuk anda gauli melalui firman-Nya. Bahkan Allah Subhānahu wa ta’ālā dengan tegas memerintahkan anda untuk mu'asyarah (bergaul dengan baik dengan istri anda). Allah telah bersyarat bahwa anda boleh menikah, boleh menikahi seorang wanita dengan syarat anda menggaulinya, memperlakukannya dengan baik.

Sehingga ketika anda memanfaatkan celah ini, memanfaatkan hukum disyariatkannya pernikahan untuk bisa menyakiti, menindas, mengintimidasi wanita atau anda memanfaatkan syari'at perceraian untuk bisa menyakiti, mendzolimi wanita, mengintimidasinya, merampas sebagian haknya, maka ini adalah bentuk dari memperolok-olok bentuk nyata dari mempermainkan syari'at Allah. Menjadikan syari'at Allah untuk bisa melakukan satu tindak kedzaliman. Dan ini sangat buruk, sangat buruk. Karena itu dalam beberapa ayat yang berbicara tentang perceraian Allah memberikan warning.

وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ ٱللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ
“Dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.” [QS. At-Talaq : 1]
Siapapun yang melampaui batasan Allah, ketetapan Allah, ketentuan Allah maka dia telah mendzolimi dirinya sendiri.

Dalam surat Al-Baqarah,

وَلَا تَتَّخِذُوٓا۟ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ هُزُوًا
“Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan” [QS. Al-Baqarah : 231]
Jangan kalian permainkan ayat-ayat Allah. Dan masih ada ayat yang lain yang senada dengan hal tersebut.

تِلْكَ حُدُودُ ٱللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا
“Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya.” [QS. Al-Baqarah : 229]
Itulah batasan-batasan Allah. Jangan kalian lampaui.

Ini penjelasan bahwa sepatutnya walaupun perceraian itu adalah hak suami dan Islam membenarkan adanya perceraian, namun perceraian itu harus dilakukan kalau memang anda merasa perlu; dilakukan setelah anda mempertimbangkannya baik-baik. Maslahat, mudharatnya. Dan anda ambil keputusan menceraikan itu pada kondisi yang betul-betul prima. Bukan keputusan spontanitas, bukan emosional sesaat.

Apalagi sampai menjadikan perceraian itu sebagai media untuk melampiaskan dendam, media untuk melampiaskan amarah, media untuk mendzolimi, mengintimidasi. Apalagi merampas hak istri.

Banyak lelaki yang berkata, “Berikan hartamu itu kepadaku, berikan perhiasanmu kepadaku, kembalikan mas kawin itu kepadaku kalau tidak aku akan ceraikan kamu, izinkan aku berbuat ini atau biarkan aku melakukan ini dan itu dari perbuatan maksiat kalau tidak akan aku ceraikan.” Ini satu bentuk penghinaan, pelecehan terhadap syari'at. Menjadikan syari'at pernikahan dan syari'at perceraian sebagai media untuk menindas, media untuk mendzolimi. Betapa banyaknya orang yang semacam ini. Dan itu tentu adalah suatu tindak kedzaliman yang haram hukumnya. Dan itu dosa besar.

Allah telah menganggapnya sebagai,

إتِّخَذُوٓا۟ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ هُزُوًا
Memperolok-olok ayat-ayat Allah subhānahu wa ta'ālā
Karena itu lelaki-lelaki yang menjadikan perceraian sebagai media mengintimidasi, media menindas, media memakan harta istrinya dengan yang dzolim, media untuk tidak menunaikan hak istri, menafkahi istri ini adalah lelaki yang betul-betul hina dina. Seharusnya dia menyayangi justru malah mendzolimi, seharusnya dia menafkahi justru malah merampas hak istri, seharusnya dia yang melindungi justru dialah yang menjadi ancaman bagi istri.

Karena itu Allah subhānahu wa ta'ālā mengancam orang-orang semacam ini dengan hukuman yang sangat pedih. Murka Allah subhānahu wa ta'ālā menanti orang-orang yang semacam tersebut.

Karenanya sekali lagi saya mengingatkan kepada kaum muslimin untuk menjadi suami yang bertanggung jawab, suami yang memiliki jiwa besar. Kalau memang menikahi maka nikahlah untuk memuliakan wanita. Kalau memang anda tidak mampu, maka kembalikan dia kepada keluarganya dengan cara-cara yang terhormat.

Keluarganya menikahkan wanita itu kepada anda, dengan anda bukan karena mereka lelah menafkahinya, lelah mendidiknya, bosan berkumpul dengannya, tapi sebaliknya mereka menitipkan putrinya, keluarganya kepada anda karena mereka berhusnudzon kepada anda. Bahwa anda adalah lelaki yang layak dihormati, layak dimuliakan. Namun kalau faktanya sebaliknya dari itu maka tentu anda adalah lelaki yang hina dina.

Karena itu jangan permainkan wanita. Jangan engkau sakiti wanita. Kalau memang anda tidak mampu menunaikan haknya, kalau anda merasa wanita tersebut tidak sesuai dengan harapan anda, ceraikan dia dengan cara-cara yang baik.

فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا۟ ٱلْعِدَّةَ
“Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar).” [QS. At-Talaq : 1]
Ceraikan dia pada masanya yang benar. Dan tunggulah masa iddah itu sampai berlalu. Dan pada beberapa ayat Allah telah jelaskan,

فَاَمْسِكُوْهُنَّ بِمَعْرُوْفٍ اَوْ سَرِّحُوْهُنَّ بِمَعْرُوْفٍ
“Maka rujukilah mereka dengan cara yang ma’ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma’ruf (pula)” [QS. Al-Baqarah : 231]
Pertahankan istrimu dengan cara-cara yang baik atau biarkan dia berlalu (keluar dari masa iddahnya) pun dengan cara-cara yang baik. Jangan sampai anda saling menghina, mengintimidasi, mendzolimi, merampas hak dan lain sebagainya. Karena tentu kedzaliman itu seperti kata Nabi,

الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Kezhaliman adalah kegelapan (yang berlipat) di hari Kiamat”. (Muttafaqun ‘alaih)
Kedzaliman kepada orang lain apalagi kepada istri, kepada wanita yang pernah melayani anda, berbakti kepada anda itu akan menjadi kegelapan kelak di Hari Kiamat.

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini. Kurang dan lebihnya saya mohon maaf.

وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.