F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-137 Empat Orang yang Tidak Sah Talaknya Bagian Keempat

Audio ke-137 Empat Orang yang Tidak Sah Talaknya Bagian Keempat
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 SELASA | 29 Sya’ban 1444 H | 21 Maret 2023 M
🎙 Oleh : Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-137

📖 Empat Orang yang Tidak Sah Talaknya (Bag. Keempat)

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، وصلاة وسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه اما بعد

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh subhānahu wa ta’ālā.

Al Imam Al-Mualif Abu Syuja’ mengatakan,

وأربع لا يقع طلاقهم

Ada 4 golongan orang yang walaupun mereka dengan tegas dan lugas telah menyatakan cerai, “Saya ceraikan istriku atau saya ceraikan engkau wahai istriku,” dengan kata yang betul-betul tegas, lugas tidak ada yang samar.

Tetapi karena keterbatasan psikologi, keterbatasan mental, keterbatasan kemampuan mereka untuk memahami maksud, makna dan konsekuensi dari ucapan tersebut maka ucapan tersebut diabaikan. Tidak diperhitungkan. Alias walaupun mereka (ke 4 orang ini) telah tegas-tegas mengatakan, “Saya ceraikan,” maka itu sia-sia. Perceraian tidak bisa jatuh, perceraian tidak dianggap.

Siapakah mereka?

Yang terakhir yang ke-4, golongan ke 4. Kalaupun dia menceraikan perceraiannya diabaikan adalah مكره (orang yang dipaksa).

Dan perlu dipahami bahwa yang dimaksud dengan paksaan ini adalah paksaan yang :
  1. Dilakukan tanpa alasan yang dibenarkan. Dia dipaksa secara dzolim untuk menceraikan istrinya
  2. Paksaan tersebut bersifat mulji' , betul-betul orang yang dipaksa tadi (suami tadi) tidak bisa mengelak dan dia tidak mampu melawan, tidak mampu menghindar.
  3. Paksaan tersebut bila tidak dituruti akan menjadikan dia menanggung kerugian yang sangat besar.
Maka ketika ada orang misalnya dikalungi pedang, “Kalau tidak engkau ceraikan istrimu akan saya potong lehermu”, atau “saya potong tanganmu” atau dia didekatkan dengan ular cobra (ular yang beracun). “Kalau engkau tidak menceraikan istrimu akan aku sengatkan kamu dengan ular ini”, atau binatang yang berbisa yang mematikan ini, (misalnya) atau disetrum dengan listrik atau, “kalau tidak akan aku bakar rumahmu, aku bakar kendaraanmu”, misalnya.

Dan ini betul-betul ancaman yang serius. Maka ini adalah sebuah paksaan. Kalau dia tidak mampu melawan, tidak bisa melawan dan yang memaksa itu betul-betul sungguh-sungguh akan melakukan ancamannya kalau tidak dituruti keinginannya. Maka kalaupun dia terpaksa menceraikan mengatakan, “Ya saya ceraikan istriku.” Maka perceraiannya tidak sah. Kenapa? Karena suami yang sedang dipaksa tadi dalam hatinya tidak ada niat untuk menceraikan.

Niatnya dari mengucapkan kata, “Saya ceraikan istriku,” adalah dalam rangka menyelamatkan dirinya, menyelamatkan hartanya, menyelamatkan keluarganya. Dari apa? Dari ancaman yang dilontarkan kepada dia, yang disampaikan kepadanya. Dia tidak ada niat untuk menceraikan. Kalau Anda tanya, “Memang betul kamu menceraikan?” Dia akan berkata, “Tidak, saya sekedar ingin apa? Menyelamatkan diri.”

Maka walaupun dia mengucapkan kata-kata cerai beribu-ribu kali, tidak sah! Alih-alih perceraian kalaupun seseorang itu dipaksa untuk mengatakan kata-kata kufur dan akhirnya dia terpaksa, betul-betul terpaksa karena kalau tidak dia akan dibunuh, dibakar rumahnya, dibakar kendaraannya atau yang serupa, dibunuh putranya, dipotong tangannya misalnya. Maka ini perceraiannya tidak sah. Karena dia tidak punya niat.

Rasulullah shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda :

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya.” (HR. Bukhari, Muslim, dan empat imam Ahli Hadits).
Setiap amalan itu pasti ada niat dan tujuannya. Dan setiap orang yang beramal dia hanya mendapatkan konsekuensi dan hasil sesuai dengan apa yang dia niatkan.

Dan orang terpaksa tadi dia tidak meniatkan untuk menceraikan istrinya. Dia niatkan hanya untuk sekedar menyelamatkan dirinya. Namun kalau ternyata dia dipaksa, sedangkan sebetulnya dia mampu melawan tapi dia tidak melakukan justru malah memilih menceraikan maka jatuh cerai. Kenapa? Karena berarti dia tidak terpaksa.

Karena dia bisa mengelak tapi dia tidak mengelak. Atau justru dia berniat, “Alhamdulillah syukur sesuai dengan kemauan, saya pengen menceraikan dipaksa ya sudah Alhamdulillah saya ceraikan”. Dia tidak terpaksa. Ini faktor kebetulan. Sehingga ada 2 unsur, 2 alasan kenapa dia menceraikan ➟ ada paksaan dan memang dia sesuai dengan niatnya.

Maka sejalan dengan hadits diatas,

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

Setiap amalan pasti disertai dengan niat tujuan dan setiap orang akan dapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan.

Dan dia ternyata meniatkan perceraian. Sehingga walaupun secara lahiriyah dia dipaksa tapi faktanya hatinya tidak dipaksa, justru dia malah senang dengan permintaan agar dia menceraikan ini.

Adapun kalau dia dipaksa dengan hal yang remeh-temeh. “Kalau tidak engkau ceraikan istrimu aku ludahi wajahmu, aku ludahi bajumu atau aku siram engkau dengan sisa-sisa minuman kopi atau kuah atau yang sejenis”. Maka kalau dia memilih untuk menceraikan tetap jatuh perceraiannya. Kenapa? Diludahi, disiram dengan sisa-sisa minuman kopi, kotoran atau diceburkan ke dalam got. Itu bukan mudharat yang besar. Kalaupun dia tidak bisa melawan seharusnya sebagai seorang suami yang cinta pada istrinya, cinta pada keluarganya dia akan memilih hal tersebut. Dan itu ringan. Kalaupun rugi kalaupun itu menyakitkan tidak seberapa.

Jatuhnya perceraian, terlontarnya kata-kata cerai itu lebih besar mudharatnya dibanding sekedar pakaian kotor, sekedar terkena air ludah atau yang serupa atau sekedar, “saya jewer telingamu”. Ini bukan paksaan. Sehingga kalau dalam kondisi ini maka walaupun dia berkata, “Saya dipaksa,” maka ini bukan paksaan.

Kadang sebagian orang salah paham. “Kalau anda tidak ceraikan istrimu, akan saya ceritakan bahwa engkau telah berpoligami”. Ini bukan paksaan. Sehingga ketika suami memilih menceraikan maka jatuh cerai. Karena ketika dia telah berpoligami misalnya. Seharusnya dia sadar bahwa dia harus siap dengan konsekuensi. Ketika dia takut, nanti istri pertamanya ngamuk, marah dan seterusnya maka ucapan atau paksaan yang dalam kondisi semacam ini, ini bukan paksaan yang diakomodir secara syari'at.

Sehingga laki-laki harus gentle. Istrinya marah, dia harus hadapi kalau memang dia memilih. Sehingga ini bukan paksaan yang mulji' . Kenapa? Karena lelaki idealnya sebelum menikah berpoligami dia harus sudah berhitung, dia harus mengkondisikan istrinya, harus mampu menghadapi istrinya. Bukan menjadi pengecut, lelaki yang penakut.

Ketika ketahuan istrinya ngambek misalnya, istrinya pulang kampung takut dimarahi mertua, takut dimarahi orang tua sendiri, takut di ini dan itu. Ini adalah bayang-bayang yang tidak nyata. Itu mencerminkan ciut nyali, mencerminkan jiwa yang kerdil. Sehingga ketika dia memilih untuk menceraikan maka tetap jatuh cerai. Karena ini bukan ikrah yang mulji', bukan paksaan yang berat.

Walaupun banyak orang yang mengatakan itu paksaan, tapi itu paksaan yang tidak berat. Bisa dipikul konsekuensinya, bisa dihadapi. Namun karena pengecut, karena penakut bisa jadi itu menganggap sebagai suatu yang besar. Padahal itu bukan hal yang besar.

Sehingga yang dimaksud dengan paksaan di sini adalah paksaan yang betul-betul tidak bisa dihindari. Kalau tidak dituruti akan menyebabkan dia menanggung, memikul mudharat yang sangat besar. Cacat, mati atau terbunuh, kehilangan harta yang sangat besar.

Dan kriteria selanjutnya yang mengancam betul-betul mampu melakukan ancaman. Adapun kalau ternyata dia tidak mampu atau dia sekedar mengancam tapi tidak akan menjalankan maka paksaan ini diabaikan secara syari'at. Sehingga kalau anda memilih untuk menceraikan maka tetap jatuh cerai.

والله تعالى أعلم

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini. Kurang dan lebihnya saya mohon maaf. Semoga Allah subhānahu wa ta’ālā menambahkan taufik hidayah kepada kita semuanya. Dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang يَسْتَمِعُونَ ٱلْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.