F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-117 Talak Bagian Kesebelas

Audio ke-117  Talak Bagian Kesebelas - Kitabul An-Nikah Matan Abu Syuja
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 SELASA | 1 Sya'ban 1444 H | 21 Februari 2023 M
🎙 Oleh : Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-117

📖 Talak Bagian Kesebelas

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن ولاه اما بعد

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh subhānahu wa ta’ālā.

Masih bersama pembahasan tentang perceraian. Kali ini al-Imam Al-Mualif Abu Syuja' rahimallāhu ta’ālā mengatakan :

والنساء على ضربين ؛ ضرب في طلاقهن سنة وبدعة

Beliau menyatakan istri itu ada dua model.
  1. Istri-istri yang bila diceraikan maka perceraian mereka bisa jadi perceraian yang sunnah, sesuai dengan tuntunan Nabi.
  2. Bisa jadi itu perceraian yang bertentangan dengan tuntunan Nabi bertentangan dengan syari’at alias perceraian yang terlarang.
Perceraian yang dinyatakan sebagai perceraian yang sunnah artinya boleh untuk anda lakukan dan suami tidak menanggung dosa. Bukan berarti sunnah di sini anda dianjurkan menceraikan, tidak!

Karena al-Mualif rahimallāhu ta’ālā pada awal-awal pembahasan telah menjelaskan tentang hukum perceraian bahwa hukum perceraian itu bisa jadi wajib, bisa jadi sunnah, bisa jadi mubah bahkan bisa jadi makruh dan haram.

Yang dimaksud dengan redaksi sunnah di sini artinya perceraian tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan syari’at bukan berarti latar belakangnya, motivasinya kronologinya. Karena seperti diungkapkan tadi bahwa bila ditinjau dari kronologi motivasi dan tujuannya maka bisa jadi sunnah, bisa jadi wajib, bisa jadi haram, bisa jadi makruh.

Namun yang dimaksud sunnah dari penjelasan mualif di sini adalah tata cara menjatuhkan perceraian tersebut ditinjau dari waktunya, kadar perceraiannya berapa kali dijatuhkan dan kondisi suami serta istri ketika perceraian itu dijatuhkan.

Menurut mualif jika ditinjau dari kondisi istri atau waktu terjadinya perceraian maka wanita itu bisa dikelompokkan menjadi dua kelompok. Wanita-wanita atau istri-istri yang mereka dalam kondisi dibolehkan, kalau anda sebagai suami ingin menjatuhkan perceraian pada kondisi tersebut. Maka perceraian yang anda jatuhkan sesuai dengan ketentuan dan aturan syari’at.

Namun di sisi lain ada wanita, kelompok wanita, kelompok istri-istri yang bila mereka diceraikan pada waktu tersebut pada kondisi tersebut maka perceraian tersebut hukumnya haram. Itu bertentangan dengan ketentuan syari’at dalam perceraian alias suami pasti menanggung dosa.

Walaupun bisa jadi istri melakukan tindakan-tindakan yang memang mengharuskan suami untuk menjatuhkan perceraian. Istri selingkuh, istri tidak lagi taat kepada suami, istri dalam kondisi melakukan perbuatan dosa yang besar yang memang tidak layak lagi untuk menjadi pendamping hidup apalagi menjadi ibu dari anak-anak keturunan anda.

Maka dalam kondisi tersebut anda bisa jadi disunnahkan menceraikan, bisa jadi diwajibkan menceraikan. Tetapi bukan berarti anda boleh menceraikan kapan saja tanpa memperhatikan kondisi yang sedang berjalan tanpa mempedulikan tentang kondisi istri yang hendak anda ceraikan.

Secara latar belakang motivasi menceraikan bisa jadi anda benar dianjurkan bahkan untuk menceraikan, demi menjaga maslahat yang lebih besar. Agar nasab anda tidak terkontaminasi dengan anak keturunan lelaki lain karena memang wanita tersebut selingkuh seperti yang terjadi pada istri salah satu sahabat yang suaminya datang kepada Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam dan mengatakan:

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ امْرَأَتي لَا تَرُدُّ يَدَ لَامِسٍ

“Yaa Rasulullah istriku ini tidak pernah menolak lelaki siapapun yang ingin menjamahnya?” Maka Nabi mengatakan طَلِّقْهَا atau غَرِّبْهَا Nabi mengatakan ceraikan saja kalau seperti itu berpisahlah darinya

Namun ternyata sahabat tersebut mengatakan :

يا رسول الله إني أَخَافُ أَنْ تَتْبَعَهَا نَفْسِي
”Ya Rasulullah aku telah terlanjur mencintainya, aku khawatir justru kalau aku menceraikannya justru aku yang akan selingkuh dengannya, terjatuh dalam perzinahan dengannya”.
Maka Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam فَأَمْسِكْهَا kalau memang demikian apa boleh buat pilihan yang paling ringan dalam kondisi ini adalah pertahankan namun engkau harus tetap berusaha menjaganya tentunya.

Ini ada kondisi dimana memang dia dianjurkan untuk menceraikan. Dikhawatirkan istrinya selingkuh dan kemudian nanti suami tidak tahu-menahu. Istri hamil dari lelaki lain akhirnya terjadi percampuran nasab. Ini ditinjau dari hukum atau anjuran untuk menceraikan, ini dianjurkan.

Tetapi bila istri dalam kondisi yang memang tidak tepat, pada waktu momentum yang tidak tepat, waktu yang tidak tepat maka bisa jadi perceraiannya haram. Misalnya istrinya sedang haid maka tidak halal untuk diceraikan pada waktu tersebut walaupun secara kriteria istri tersebut dianjurkan untuk dicerai tapi waktunya yang tidak tepat.

Mereka wanita-wanita tersebut bila tetap anda jatuhkan perceraian pada mereka maka perceraian anda dikatakan sebagai perceraian yang bid'ah karena anda menjatuhkannya tidak sesuai dengan ketetapan dan ketentuan yang diajarkan dalam syari’at terutama misalnya berkaitan dengan waktunya atau berkaitan dengan jumlah perceraian yang anda jatuhkan.

Demikian yang bisa kami sampaikan. Kurang dan lebihnya saya mohon maaf

و باللّه التوفيق و الهدايه
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.