F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-109 Talak Bagian Ketiga

Audio ke-109 Talak Bagian Ketiga - Kitabul An-Nikah Matan Abu Syuja
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 KAMIS |18 Rajab 1444 H / | 09 Februari 2023 M
🎙 Oleh : Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-109

📖 Talak Bagian Ketiga

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد الله، وصلاة وسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه اما بعد

Kaum muslimin dan muslimat, peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh Subhānahu wa ta’ālā.

Para ulama mengatakan bahwa, perceraian dalam Islam itu bila didasari oleh alasan yang dibenarkan maka perceraian itu suatu hal yang mubah (suatu hal yang dibolehkan). Bahkan dalam beberapa kondisi perceraian itu bisa jadi disunnahkan yaitu bila dipertahankannya pernikahan itu lebih banyak mendatangkan mafsadah dibanding mashlahat. Mafsadahnya lebih dominan dibanding mashlahat dari pernikahannya.

Maka dalam kondisi ini suami disunnahkan, dianjurkan untuk menceraikan istrinya kalau memang pernikahan itu hanya atau lebih banyak mendatangkan mafsadah (kerugian).

Tentu pernyataan saya mendatangkan kerugian ini bukan hanya kerugian materi karena pernikahan itu bukan bisnis, bukan perdagangan, tetapi maksudnya adalah kerugian secara tinjauan akhirat.

Lebih sering, lebih banyak, lebih dominan menjatuhkan keduanya dalam perbuatan dosa. Istri tidak lagi mematuhi, lebih sering melawan. Suami juga sering merasa tidak mampu menegakkan tanggung jawab sebagai suami membentengi istri dan keluarganya dari perbuatan dosa, tidak mampu menunaikan hak-hak istri dengan seutuhnya. Demikian pula sebaliknya.

Maka dalam kondisi seperti ini dianjurkan. Daripada mereka kedua belah pihak itu terjatuh dalam banyak dosa, maka lebih bijak bila mereka mengakhiri pernikahan tersebut dengan perceraian yang baik-baik.

فَإِمْسَاكٌۢ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌۢ بِإِحْسَٰنٍ
Artinya : “Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (QS. Al-Baqarah : 229)
فَإِمْسَاكٌۢ بِمَعْرُوفٍ

Kalau memang pernikahan itu dirasa baik, maka pertahankanlah rumah tangga itu dengan cara-cara yang baik. Muliakan istrimu, tunaikan haknya, tegakkan perintah Allah dalam rumah tangga mu. Kalau memang dirasa tidak mampu,

تَسْرِيحٌۢ بِإِحْسَٰنٍ

Lepaskan istrimu agar dia menikah dengan laki-laki lain.

Dan proses melepas istri tersebut dengan cara-cara yang ihsan (dengan cara-cara yang baik). Tidak ada dendam, tidak ada emosional, tidak ada kebencian ataupun permusuhan. Betul-betul keputusan untuk bercerai itu dasarnya, alasannya adalah alasan agama. Sehingga sebagaimana dulu menikah ikatan pernikahan diawali dengan cara-cara yang baik tanpa menebar kebencian dan permusuhan.

Maka demikian pula pernikahan idealnya, (sekali lagi) idealnya diputuskan dengan cara-cara yang terhormat. Hak-hak istri ditunaikan seutuhnya tanpa membuka lembaran permusuhan, kebencian apalagi membuka lembar baru dosa-dosa. Berupa makian, fitnah, tuduhan, ghibah, namimah dan lain sebagainya.

Karenanya dahulu sebagian salaf mengatakan (berpesan), “Kalau engkau ingin menikahkan putrimu, nikahkanlah putrimu dengan orang yang bertaqwa. Kalau dia menikah maka dia akan nikah dengan cara-cara yang baik. Kalau memang dia memutuskan untuk bercerai, maka dia pun bercerai dengan cara-cara yang baik. Dinikahi untuk dimuliakan kalaupun terpaksa harus diceraikan maka diceraikan dengan cara-cara yang baik pula.”

Karena perceraian itu bukan hal yang tabu bila memang ada alasan yang dibenarkan. Bahkan Nabi saja pernah bercerai, Nabi saja pernah menceraikan sebagaian istrinya. Sahabat pun juga demikian.

Namun tentu keputusan perceraian ini bukan karena emosional, dendam, perebutan kepentingan materi. Tetapi alasan semuanya adalah karena mempertimbangkan keutuhan taqwa, tegaknya amar ma'ruf nahi mungkar dalam rumah tangga.

Karena rumah tangga dibangun bukan untuk membangun kerajaan dunia, dinasti bisnis. Tidak sama sekali. Tetapi rumah tangga dibangun untuk bersama-sama meletakkan pondasi-pondasi istana di dalam surga. Baiti Jannaty.

Bukan hanya membangun rumah tangga di dunia, tetapi untuk membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah. Bukan hanya semasa hidup di dunia, tetapi juga hingga kelak di akhirat. InsyaaAllahu Subhānahu wa Ta'ala. Baiti Jannaty. Rumahku yang sejati adalah rumahku yang ada di surga kelak. Subhannallah

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini. Semoga Allāh Subhānahu wa ta’ālā menambahkan Taufik dan Hidayah kepada kita semuanya. Kurang dan lebihnya saya mohon maaf.

وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.