F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-96 Bagian Kesepuluh - Tujuan Tahapan dan Hukum Untuk Istri Kembali Patuh

Audio ke-96 Ketika Istri Tidak Taat kepada Suami Bagian Kesepuluh - Tujuan Tahapan dan Hukum Untuk Istri Kembali Patuh
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 RABU| 13 Jumadal Ula 1444H /| 07 Desember 2022M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-096

📖 Ketika Istri Tidak Taat kepada Suami Bagian Kesepuluh

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه أما بعد

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Masih bersama tema Nusyuuz (نُشُوزَ), hilangnya keharmonisan atau retaknya kerenggangan hubungan suami istri.

Kalau sampai ternyata betul-betul istri itu نُشُوزَ, tidak patuh pada suami, dan setelah dikaji dianalisa betul-betul memang permasalahan itu bermuara pada istri karena mungkin sifatnya atau karena dia hanyut dalam perasaan dan emosi karena memang kecemburuan sosial misalnya.

Kadang sebagian wanita cemburu kepada mertuanya, ketika suaminya berbakti pada ibunya dia cemburu. Kenapa? Dia katakan, “suamiku tidak pernah melakukan hal itu kepada ibuku, tapi kepada ibunya sendiri luar biasa”.

Subhanallah.

Itulah wajar, bagi suami dia harus berbakti kepada ibunya melebihi yang lain, walaupun bukan berarti harus menyepelekan meremehkan mertua perempuannya, ataupun mertua laki-lakinya.

Dia harus menghormati mereka sebagai orang tua, berbalas budi kepada mereka yang telah menerimanya sebagai menantu menikahkannya dengan putri kesayangannya.

Tapi bukan berarti harus menyamakan mereka dengan orang tuanya sendirinya, menyamakan bapak mertua dengan orang tua kandung, tidak! Secara hukum syariat pun tidak boleh seperti itu.

Suami Anda wahai kaum wanita harus memprioritaskan Ibunya dan ayahnya walaupun itu bukan berarti dia boleh bersikap kasar acuh dengan mertuanya, tapi kadang wanita gagal (paham). Menuntut sesuatu yang tidak benar secara syariat, menganggap itu sebagai bentuk keadilan.

Kalau memang permasalahannya ini maka suami bertanggung jawab untuk memberikan موعظة (nasehat), memberikan teguran karena memang laki-laki bertanggung jawab berbakti kepada orang tuanya, dan istri harus berbakti kepada suami. Ini ketentuan syariat seperti itu.

Ketika ternyata itu salah ➟ istri cemburu dengan iparnya ketika suami (berbuat) berbaik kepada adiknya kepada kakak perempuannya seringkali istri cemburu.

“Dia berbuat baik kepada kakak adiknya tapi tak pernah berbuat baik kepada kakak dan adikku” ; “Dia sering memberi uang memberi santunan kepada kakak dan adiknya tapi jarang memberi kepada adikku dan kakakku”.

Tentu ini satu hal yang di luar kewajiban suami karena suami bisa jadi dia adalah wali dari kakak perempuannya ataupun adik perempuannya, sehingga dia bertanggung jawab menafkahi mereka, mengurus mereka menjadi wali dalam pernikahan mereka, tapi dia tidak boleh menjadi wali dalam pernikahan adik iparnya ataupun kakak iparnya.

Tentu ini memang bukan berarti laki-laki itu suami harus acuh tidak peduli, tentu tidak!

Salah satu bentuk dari keharmonisan rumah tangga adalah ketika suami juga empati peduli dengan keluarga istrinya, ikut memikirkan berkontribusi memecahkan masalah yang terjadi dalam keluarga istrinya. Ini yang harus disadari.

Kalau sampai ternyata ada sikap istri yang betul-betul itu adalah kesalahan dan yang menjadikan dia tidak patuh pada suaminya, maka tempuhlah tiga tahapan itu, dan kalau ternyata masih juga tidak atau belum. Kalau ternyata setelah ditempuh sebagian tahapan itu belum juga membuahkan hasil, maka menurut Al-muallif Al-Imam Abu Syuja' beliau mengatakan,

ويسقط بالنشوز قسمها ونفقتها

Kalau terbukti istri tidak patuh maka hak-hak istri dalam masalah nafkah, hak-hak istri dalam masalah bagian hari kalau ternyata suaminya memiliki lebih dari satu istri itu menjadi gugur.

Artinya suami tidak berkewajiban atau boleh, boleh tidak menafkahi istrinya selama istri itu tidak patuh kepadanya. Boleh pula untuk tidak membagi hari, sehingga bila dia memiliki dua istri, dia sepenuhnya bermalam di istri satunya yang masih patuh dan tunduk.

Ini bagian dari hukuman syar'i yang boleh ditimpakan kepada istri yang tidak patuh. Karena memang tujuan nafkah tanggung jawab memberi nafkah tanggung jawab membagi hari itu tujuannya bukan sekedar hak sebagai istri tetapi juga bagian dari imbal balik atas tanggung jawab yang ditunaikan oleh suami.

Suami menafkahi, suami bersikap adil, suami menunaikan tugasnya, namun ternyata istrinya tidak memberi tidak tunduk dan tidak patuh, maka satu keadilan bila kemudian suami juga tidak memberi sebagaimana istrinya tidak memberi. Ini secara tinjauan hukumnya seperti itu.

Tetapi secara tinjauan psikologis, saya tidak menyarankan agar serta merta ketika istrinya tidak tunduk kemudian Anda harus langsung tidak memberi nafkah kemudian tidak bermalam dirumahnya, tidak! Tidak serta merta seperti itu.

Ini hanya menjelaskan bahwa boleh untuk tidak diberi nafkah, kalau memang itu dirasa perlu. Kalau dirasa perlu juga anda boleh tidak bermalam di rumah istri yang tidak patuh tersebut namun anda bermalam di rumah istri yang lain.

Sebagai bentuk isyarat bahwa kalau istri tetap seperti ini kondisinya bisa jadi suami betul-betul akan melepasnya menceraikannya sehingga tidak ada lagi yang menafkahinya, tidak ada lagi yang bermalam dirumahnya. Ini sebagai bentuk bagian dari tahapan islah, tahapan membenahi istri yang tidak patuh tersebut.

Dan tentunya sekali lagi apa yang disampaikan muallif Al-Imam Abu Syuja' itu bukan satu hal yang baku yang paten yang harus anda lakukan. Beliau hanya menjelaskan hukum bolehnya tetapi tentu apakah harus dilakukan? tidak harus sesuai dengan kondisi yang terjadi di lapangan terjadi di kondisi keluarga masing-masing.

Kalau memang dirasa perlu maka boleh dilakukan, kalau dirasa justru kontraproduktif menjadikan istri semakin tidak patuh, maka tentu tidak tepat bila anda memaksakan diri memaksakan kehendak untuk tidak menafkahinya, malah semakin merusak rumah tangga bukan semakin membenahi.

Padahal tujuan dari tahapan-tahapan dan hukum-hukum yang dijelaskan oleh muallif Al Imam Abu Syuja' adalah untuk membenahi dan mengembalikan istri agar kembali patuh pada suami.

Sekali lagi saya ingin tekankan bahwa tahapan-tahapan ini bukan satuan yang baku harus Anda ikuti tetapi ini semuanya adalah memiliki tujuan yang jelas substansional.

Kalau memang nasehat sudah cukup, kalau memang tidak diberi nafkah itu sudah cukup sebagai bentuk hardikan, dan kemudian istri tunduk dan patuh maka cukup. Tidak perlu harus dihajr, tidak harus dipukul karena memang ini tujuannya adalah untuk membenahi bukan merusak.
Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini, kurang lebihnya saya mohon maaf.

بالله توفيق بالهدايه
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.