F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-93 Ketika Istri Tidak Taat kepada Suami Bagian Ketujuh - Pukulan Mendidik dan Delegasi Keluarga

Audio ke-93 Ketika Istri Tidak Taat kepada Suami Bagian Ketujuh - Dipukul dan Delegasi Keluarga
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 JUM’AT| 08 Jumadal Ula 1444H| 02 Desember 2022M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-093

📖 Ketika Istri Tidak Taat kepada Suami Bagian Ketujuh


بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه أما بعد

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Al-Muallif rahimahullāh mengatakan,

فَإن أقَامت عَلَيهِ هَجَرَهَا وَ ضَرَبَهَا

Dan kalau ternyata setelah dihajr (diboikot) dibelakangi, diberi punggungnya ketika tidur, sebagai pesan bahwa suami mulai ancang-ancang untuk mengatakan, "Saya tidak lagi butuh kepada Anda".

Kalau ternyata masih juga tidak mempan, maka teruskan sikap itu jangan berubah, jangan mundur selangkah, tetap hajr dia, dan tambahi berupa ضَرَبَهَا boleh diberikan hukuman fisik dipukul.

Ketika hukuman sosial berupa dibelakangi ketika tidur tidak mempan, maka istri dalam kondisi ini butuh diberikan cambukan secara fisik agar cambukan fisik ini memantik kesadaran secara psikologisnya.

Dahulu Abdullāh ibnu Abbas menyatakan bahwa suami dibolehkan memukul istrinya بالمسْوَاك bukan dengan gagang sapu, bukan dengan penjalin ataupun rotan. Tidak! Tetapi dipukul dengan مسْوَاك (kayu siwak) yang digunakan untuk membersihkan gigi (gosok gigi) sebesar pensil kira-kira, dan kayunya lentur, dan tidak panjang.

Bukan satu meter, tidak ada orang menggosok gigi dengan kayu siwak satu meter. Tetapi kira-kira sepanjang dua puluh cm, sehingga ketika dibuat memukul pun tidak begitu sakit tetapi merasakan sakitnya.

Dan yang dipukul pun kata Ibnu Abbas موضع اللحم منها, bukan mukanya, bukan tulang keringnya, tetapi bagian-bagian yang penuh dengan daging (misalnya) bagian lengan, bagian paha, bagian pantatnya. Sehingga dia mulai merasakan sedikit rasa sakit.

Karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah menegaskan memberikan izin untuk melakukan hal itu sebagai pendidikan dan hukuman yang bertujuan mendidik bukan menyakiti atau melukai.

فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ
Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. [QS An-Nissā: 34]
"Pukul mereka!"

Ibnu Abbas mengatakan ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ, pukulan yang tidak menyebabkan luka ataupun lecet atau tidak menyebabkan patah tulang. Karena alat pukulnya pun dengan مسْوَاك dengan alat untuk menggosok gigi yang panjangnya kira-kira maksimal 15 cm atau 20 cm.

Kalau ternyata tahapan ini belum mempan juga, sudah dipukul istri tetap melanjutkan sikapnya (tidak berubah). Apakah serta merta harus diceraikan? Bila istri belum berubah sikap, apakah suami serta merta langsung melampiaskan amarahnya dengan menceraikan?

Jawabannya, Tidak! Masih ada satu tahapan lagi yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla jelaskan bahwa, bila suami sampai pada kondisi deadlock (mentok) tidak bisa lagi membenahi keluarganya, terjadi persengketaan, percekcokan yang tidak berkesudahan, maka Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberikan satu langkah lagi.

فَٱبْعَثُوا۟ حَكَمًۭا مِّنْ أَهْلِهِۦ وَحَكَمًۭا مِّنْ أَهْلِهَآ
Kirim delegasi (utusan, perwakilan) dari keluarga suami dan utusan dari keluarga istri. [QS An-Nissā: 35]
Karena memang kedua orang ini (suami/istri) tidak hidup sendiri mereka semula hidup dari dua rumah tangga yang berbeda, dan ketika menikah mereka pun diantarkan oleh kedua keluarga besarnya. Sehingga ketika keluarga ini menghadapi masalah yang tidak bisa dipecahkan oleh keduanya.

Maka dalam kondisi semacam ini tentu kedua keluarga besar sepatutnya mencurahkan segala potensi yang mereka miliki, usaha yang bisa mereka tempuh untuk membenahi (menjembatani, mewakili) mereka dalam komunikasi dalam bernegosiasi dan mencari solusi bagi masalah yang sedang mereka hadapi.

Karena bisa jadi, keterbatasan mereka berdua dalam berkomunikasi, apalagi sudah dipenuhi dengan perasaan emosi yang meluap-luap, terkadang mereka sampai pada titik buntu.

Padahal solusinya begitu mudah tetapi karena nalar yang sudah dipenuhi dengan emosional (perasaan emosional), marah, kecewa, sakit hati, tergesa-gesa. Apalagi mulai ada keinginan untuk dendam, membalas (misalnya).

Maka mereka seringkali mengalami kegagalan dalam berkomunikasi, menemukan titik buntu. Pengalaman pribadi saya ketika memediasi pasangan suami istri yang sampai pada titik ini, saya dapatkan masalah itu begitu mudah diurai.

Ketika saya mengajak mereka untuk menata ulang komunikasi, memandang masalah dari sudut yang berbeda ternyata mereka mengatakan, "Sebetulnya tidak ada yang masalah, ternyata masalah kita ini sepele"

"Ternyata saya salah persepsi, saya salah memposisikan diri di dalam menyikapi masalah ini."

Begitu mudah sekali! Karena itu dibutuhkan kontribusi, campur tangan keluarga besar mereka yang masih memiliki kepala dingin, masih mampu berpikir jernih, masih mampu memandang masa depan untuk menjadikan rumah tangga ini, betul-betul rumah tangga yang Sakinah, rumah tangga yang Baitiy Jannatiy.

Diutus perwakilan dari kedua belah pihak untuk mencari solusi bagi permasalahan yang dihadapi dalam rumah tangga tersebut. Ini tahapan-tahapan yang Allāh ajarkan di dalam Al-Qur'an, ketika terjadi kebuntuan komunikasi, terjadi hubungan yang tidak harmonis dengan berbagai alasan.

Karenanya, saya sarankan kepada kaum muslimin untuk tidak buru-buru mengambil keputusan tetapi libatkan keluarga besar kita. Cari mediator, cari orang-orang yang terbiasa memiliki kepala dingin, terbiasa bersikap bijak, terbiasa menilai masalah dari berbagai sudut pandang yang berbeda, dimensi yang bermacam-macam.

Sehingga akan bisa sampai pada titik temu atau bisa menemukan solusi bagi kebuntuan komunikasi antara kedua belah pihak dengan tujuan sebagaimana Allāh tegaskan,

إِن يُرِيدَآ إِصْلَـٰحًۭا يُوَفِّقِ ٱللَّهُ بَيْنَهُمَآ {النساء:٣٥}

Kalau kedua utusan itu memiliki niat tulus (baik), tidak ada dendam, tidak ada emosional, tidak ada ashabiyah fanatisme kekeluargaan, tetapi betul-betul mempunyai tujuan yang mulia yaitu menyelamatkan rumah tangga ini merupakan islah

Mendamaikan antara dua orang yang berseteru apalagi dua orang itu adalah suami istri, maka ini suatu amal kebajikan yang sangat besar. Kalau itu dilakukan secara tulus, ikhlas, Allāh akan

يُوَفِّقِ ٱللَّهُ بَيْنَهُمَآ
Allāh akan memberikan taufik kepada dua perwakilan tersebut untuk menemukan solusi. [QS An-Nissā: 35]
Solusi mendamaikan rumah tangga yang sedang berseteru, mengharmoniskan kembali rumah tangga yang sedang retak tersebut. Sehingga rumah tangga tersebut betul-betul bisa kembali kepada kondisi normalnya, bahkan rumah tangga itu kembali menjadi Baity Jannatiy (Surga Dunia) sebelum Surga di Akhirat.

Ini yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini, kurang dan lebihnya saya mohon maaf.

وبالله التوفيق و الهداية
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.