F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-97 Ketika Suami Kurang Sayang pada Istri Bagian Pertama

Audio ke-97 Ketika Suami Kurang Sayang pada Istri Bagian Pertama - Fiqih Nikah / Baiti Jannati
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 KAMIS | 14 Jumadal Ula 1444H | 08 Desember 2022M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-097

📖 Ketika Suami Kurang Sayang pada Istri Bagian Pertama

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه أما بعد

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Pada sesi sebelumnya kita telah berbicara dan mengkaji penjelasan Al Imam Abu Syuja' rahimahullahu ta'ala berkaitan dengan sikap sebagian istri yang tidak patuh kepada suami dan bagaimana solusi dan kiat untuk menghadapinya agar permasalahan tersebut tidak meruncing dan kemudian berakhir dengan perceraian.

Pada kesempatan ini saya mengajak anda untuk berpikir dari sisi yang berbeda, dengan tema yang serupa yaitu bila suami dianggap kurang setia kurang sayang kepada istri. Kurang peduli dengan istri, atau yang disebut dengan نُشُوزَ juga.

Kadangkala karena satu alasan suami bersikap acuh kepada istrinya, kurang respek kurang peduli kurang berempati kepada istri. Sehingga istri merasa kehadirannya kurang berarti. Dia merasa kurang dihargai, kurang dimuliakan, kurang dilayani, bahkan bisa jadi sebagian hak-haknya tidak dia dapatkan tidak dia berikan tidak ditunaikan oleh suami.

Ini kondisi yang juga sepatutnya kita urai kita pahami dan kita telusuri bagaimanakah kiatnya agar kondisi ini bisa terurai kembali. Dan rumah tangga yang harmonis Baiti Jannati tidak menjadi cerai berai, berantakan, tidak menjadi hancur karena ada benang kusut yang sejatinya kalau kita mampu mengurainya maka sikap acuh suami ketidakpedulian suami itu bisa diselesaikan dengan baik.

Sehingga rumah tangga kita akan bisa kita jaga seutuhnya tanpa harus rusak karena ego masing-masing.

Ada banyak alasan suami mungkin merasa kurang peduli bisa jadi karena umur pernikahan yang sudah panjang, sudah sekian puluh tahun sehingga hubungan itu terasa hampa. Suami merasa sudah tua atau sebaliknya merasa bahwa istrinya sudah tua sudah tidak lagi seperti dulu, tidak secantik jelita dulu.

Atau bisa jadi ada wanita lain yang disebut WIL (wanita idaman lain) yang menjadikan suami kurang begitu respek kurang peduli dengan istrinya.

Atau bisa jadi karena suami memiliki kesibukan lain yang menguras energi, pikiran perhatian, dan waktu yang dimiliki oleh suami.

Atau bisa jadi karena suami salah persepsi tentang rumah tangga. Dia mengira bahwa urusan rumah tangga itu urusan ranjang saja sehingga ketika kebutuhan dia terhadap ranjang sudah menyusut dia sudah lanjut usia kadangkala dia merasa kehadiran istri hambar tidak ada artinya lagi karena dia tidak butuh.

Kebutuhan pribadi dia sudah dipenuhi pembantu, makan minumnya yang masak pembantu, dia yang bayar, tidur dia juga sudah sering tidur di kamar sendiri, tidur di sofa di ruang tamu atau yang lainnya.

Sehingga kesibukan suami di luar rumah, tanggung jawab dia sebagai pemimpin di perusahaan atau di instansi atau tugas yang harus dijalankan di tempat kerjanya menjadikan dia tersita terkuras waktu dan energinya.

Sehingga dia jarang pulang, ataupun kalau dia pulang ia segera beristirahat di depan televisi, mungkin juga sibuk dengan hp-nya (gadgetnya) dengan tanggung jawab sebagai pekerjaan itu mungkin bisa terus terbawa ke rumahnya, koleganya kawan-kawannya, medsosnya. Akhirnya istri merasa terabaikan.

Kondisi ini bila tidak disikapi dengan bijak, maka akan semakin mengerucut dan ujung-ujungnya bisa berakhir pada perceraian, retaknya rumah tangga, hancurnya rumah tangga, buyarnya baiti jannati. Mimpi untuk menjadikan rumah tangga sebagai surga dunia sebelum surga akhirat bisa jadi menguap.

Allah Subhanahu wa Ta'ala selain mengurai kebuntuan komunikasi kebuntuan kondisi antara istri dengan suami, Allah juga memberikan arahan bagaimanakah seharusnya istri mengurai kejenuhan ataupun ketidakharmonisan yang terjadi akibat sikap suami,

وَاِنِ امْرَاَةٌ خَافَتْ مِنْۢ بَعْلِهَا نُشُوْزًا اَوْ اِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ اَنْ يُّصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا ۗ ﴿النساء : ۱۲۸﴾

Bila seorang wanita seorang istri,

خَافَتْ مِنْۢ بَعْلِهَا نُشُوْزًا

Mulai merasakan ada kekhawatiran kalau-kalau suami itu sudah mulai terpaling, menduakan, mulai renggang hubungan dengan suaminya, mulai suaminya merasa tidak butuh kepada istri, maka Allah berikan solusi,

فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ أَن يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًۭا ۚ

Maka tidaklah mengapa bila kedua orang ini (suami dan istri) menempuh win-win solution. Berusaha mencari kombinasi alias move on, berusaha selalu beradaptasi apa yang harus bisa dinegosiasikan ulang.

Jangan sampai istri mempersepsikan dirinya bahwa dia adalah seorang bidadari di malam-malam pertamanya, di malam pengantin, di bulan madu, yang suami dalam pikirannya hanya ada istrinya. Dia adalah seorang bidadari dia adalah salah seorang permaisuri

Padahal kondisi rumah tangga telah berkembang, suami sudah mulai terbebani dengan biaya rumah tangga yang semakin besar. Anak-anak yang membutuhkan biaya sekolah yang semakin besar. Karir suami di tempat kerja juga semakin tinggi, sehingga menjadikan waktu tanggungjawab beban yang harus dia pikul semakin berat.

Sehingga bila istri tidak move on tidak beradaptasi, menuntut agar perhatian dia seperti pengantin baru di saat pengantin baru di saat bulan madu, maka apa yang akan terjadi? Perceraian pasti akan terjadi. Kerenggangan pasti akan terjadi, tidak bisa dihindarkan.

Kenapa? Karena waktu suami, pikiran suami, tenaga suami tidak lagi seperti dulu. Semakin banyak yang harus dia urusi, semakin banyak yang harus dipikirkan, semakin banyak pekerjaan, dan hubungan dengan orang lain yang menyita waktu dan tenaganya.

Maka istri harus move on, dia harus tahu apa yang terjadi, dia harus ikut berempati sebisa mungkin istri tidak egois. Harus tahu bahwa ternyata semakin hari tanggung jawab suami semakin besar, problematika yang dihadapi semakin banyak, semakin kompleks.

Beban rumah tangga yang harus dipikul oleh suami semakin besar, interaksi suami semakin luas yang ini tentu akan menyita banyak energi yang sebelumnya dicurahkan oleh suami untuk istri, sehingga istri harus realistis.

Sebisa mungkin justru istri harus berkorban untuk ikut menyelesaikan sebagian permasalahan yang dihadapi oleh suami.

Wallāhu Ta'āla A'lam.

Ini yang bisa kami sampaikan. Semoga bermanfaat bagi kita semuanya untuk mengantarkan kita sampai satu kondisi Baiti Jannaty. Bahwa Rumahku adalah Surgaku, itu betul-betul nyata dalam rumah tangga kita.

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.