F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-106 Ketika Istri Ingin Berpisah dari Suami Bagian Ketujuh

Audio ke-106 Ketika Istri Ingin Berpisah dari Suami Bagian Ketujuh
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 RABU | 27 Jumadal Ula 1444H | 21 Desember 2022M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-106

📖 Ketika Istri Ingin Berpisah dari Suami Bagian Ketujuh

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه أما بعد

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Al-Muallif (al-Imam Abu Syuja') mengatakan:

ويجوز الخلع في الطهر و الحيض

Khulu' (خُلْعُ) itu boleh diajukan oleh istri dan kemudian disetujui oleh suami kapan saja. Baik ketika istri dalam kondisi suci ataupun dalam kondisi sedang haid. Tidak (ada) harus menunggu masa suci.

Kenapa? Karena sekali lagi, Khulu' bukanlah Talak tetapi Fasakh.

Dan alasan selanjutnya, Khulu' itu dilakukan dalam kondisi emergency, biasanya (normalnya) dilakukan karena kondisi darurat, di mana istri merasa terzhalimi, haknya tidak tertunaikan atau keselamatan istri terancam atau bisa jadi karena istri betul-betul sudah tidak lagi kuasa untuk menunaikan hak-hak suami.

Sehingga kalau harus menunggu masa suci, bisa jadi semakin berat beban yang harus dipikul oleh istri tersebut, bisa jadi istrinya terlanjur celaka karena suaminya terus menyakitinya, menzhaliminya, memukulinya.

Maka dalam kondisi ini. Karena ini merupakan solusi emergency, Khulu' itu boleh ditunaikan spontan, kapan pun ada kesepakatan untuk mengakhiri pernikahan dengan tebusan, maka boleh dilangsungkan tanpa harus menunggu waktu tertentu.

Dan analisa ini didukung oleh praktik Khulu' yang terjadi di zaman Nabi, ketika Sahlah bintu Suhail mengadu kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bahwa dia tidak lagi mampu menahan rasa benci kepada suaminya yang telah menyakitinya.

Maka spontanitas Nabi memanggil suaminya (Tsabit ibnu Qais ibnu Syammas) untuk kemudian memberikan saran kepada Tsabit agar Tsabit merestui keinginan istrinya untuk mengakhiri hubungan pernikahan melalui proses tebusan.

Tanpa terlebih dahulu mempertanyakan apakah Sahlah bintu Suhail dalam kondisi suci atau dalam kondisi haidh. Apakah suaminya baru saja menggauli atau pun tidak menggaulinya setelah istri dalam keadaan suci. Namun Nabi langsung memberikan arahan kepada Tsabit,

اقبَلِ الحديقةَ وطلِّقها تَطليقةً

Wahai Tsabit, terimalah kembali mas kawinmu berupa ladang yang pernah engkau berikan dan tinggalkan istrimu.

Ini satu dalil yang cukup kuat dan nyata bahwa Khulu' itu bukanlah perceraian tetapi itu adalah Fasakh, dan boleh dilakukan baik dalam kondisi istri sedang suci atau dalam kondisi sedang haid, atau dalam kondisi kapan saja boleh, karena itu bukan perceraian tapi Fasakh atau pembatalan akad nikah.

Maka Al-Muallif rahimahullāhu juga mengatakan:

ولا يلحق المختلعة طلاق

Kalau sudah terjadi Khulu' maka status istri betul-betul sebagai orang asing tidak ada hubungan sama sekali.

Sehingga suami tidak bisa lagi menjatuhkan perceraian, karena sejak kesepakatan dan istri membayar tebusan, hubungan antara mereka telah berakhir sama sekali.

Berbeda dengan perceraian kalau suami menceraikan satu kali, maka istri akan menjalani masa Iddah dan di masa Iddah ini status istri tetap sebagai istri karena dalam Al-Qur'an Allah katakan,

وَبُعُولَتُهُنَّ
Suami mereka. [QS Al-Baqarah: 228].
Masih dikatakan sebagai suami, padahal dia telah menceraikan, sehingga ketika masa Iddah suami masih bisa punya kewenangan untuk kembali menjatuhkan cerai kedua. "Saya ceraikan lagi kamu", padahal dia baru saja menjalani atau sedang menjalani masa Iddah. Ini perceraian! Tetapi dalam Khulu' tidak mungkin.

Kalau sudah kesempatan, "Iya, silakan kembalikan mas kawin saya atau berikan saya sekian rupiah, berikan saya harta ini ataupun itu", maka silakan kamu pulang ke orangtuamu. Baik kesepakatan.

Maka sejak itu hubungan mereka betul-betul berakhir dan suami tidak punya akses apapun kepada mantan istrinya, tidak lagi bisa menceraikan tidak punya kewajiban dan tentunya tidak punya hak.

Ini penjelasan singkat tentang seluk-beluk hukum Khulu' yang sejatinya itu merupakan Fasakh mengakhiri hubungan pernikahan melalui proses Fasakh yaitu mengurai kembali ikatan pernikahan seakan-akan di antara mereka tidak pernah ada ikatan pernikahan sama sekali.

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini. Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla menambahkan Taufik dan Hidayah kepada Anda. Kurang dan lebihnya saya mohon maaf.

وبالله التوفيق و الهداية
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.