🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 SELASA| 05 Jumadal Ula 1444 H | 29 November 2022 M
🎙 Oleh : Ustadz DR. Abdullah Roy M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-77
📖 Pembahasan Dalil Pertama Tentang Allāh Subhānahu wa Ta’āla Memiliki Sifat Ridho (Bagian 02)
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله و اصحابه، ومن والاه
Anggota grup whatsapp Dirasah Islamiyyah, yang semoga dimuliakan oleh Allāh.
Kita lanjutkan pembahasan kitab aqidah ahlus sunnah wal jama'ah yang ditulis oleh fadhilatu syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah, masih kita pada pasal beriman kepada Allāh.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengatakan:
وَلَا يَرْضَىٰ لِعِبَادِهِ ٱلْكُفْرَ
"Dan Allāh tidak ridha kekufuran yang ada pada hamba-hambanya.” [QS Az-Zummar: 7]
⇒ Ini menunjukkan bahwasanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla tidak meridhai kekufuran.
Apa yang bisa kita pahami dari sini? Yang Allāh ridhai adalah keimanan, syukur. Allāh Subhānahu wa Ta’āla meridhai iman, meridhai syukur.
وَلَا يَرْضَىٰ لِعِبَادِهِ ٱلْكُفْرَ
“Dan Allāh tidak meridhai kekufuran yang ada pada hambanya.”
⇒ Menunjukkan bahwasanya Allāh ridha dengan yang sebaliknya (ridha dengan keimanan).
وَإِن تَشْكُرُوا۟ يَرْضَهُ لَكُمْ
"Dan kalau kalian bersyukur maka Allāh akan meridhai syukur tadi untuk kalian.”
⇒ Ini menunjukkan bahwasanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla meridhai sikap syukur kita.
Sebagaimana kita tahu, seorang mengakui bahwasanya sebuah nikmat itu datangnya dari Allāh, ini adalah bagian dari syukur.
Mengucapkan alhamdulillah adalah bagian dari syukur, yaitu menisbahkan dan menyandarkan kenikmatan tersebut kepada Allāh dengan ucapan dan lisannya.
Bersyukur dengan amalan anggota badan yaitu menggunakan kenikmatan di dalam perkara yang diridhai oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla bukan menggunakan kenikmatan di dalam kemaksiatan.
Berarti di sini kita bisa mengambil kesimpulan bahwasanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla memiliki sifat ridha وَإِن تَشْكُرُوا۟ يَرْضَهُ لَكُمْ dan jika kalian bersyukur maka Allāh akan meridhai yang demikian untuk kalian.
Jelas bahwasanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla memiliki sifat ridha, dan ini menunjukkan bathilnya dan kelirunya sebagian orang yang mengingkari sifat ridha bagi Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Karena sebagian, ada yang mengatakan bahwasanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla tidak memiliki sifat ridha, karena yang demikian adalah tasybih, menyerupakan Allāh dengan makhluk, karena makhluk juga memiliki sifat ridha. Ini di antara alasan mereka.
Jawaban kita, ketika seseorang menetapkan sifat ridha sebagaimana dikabarkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla atau dikabarkan oleh Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam di dalam sunnahnya bukan berarti kita menyerupakan. Tetapi kita tetapkan sebagaimana datangnya sesuai dengan keagungan Allāh.
Adapun menyerupakan makhluk, maka ini bathil, kita tidak pernah melihat Allāh dan kita tidak dikabarkan oleh Allāh tentang bagaimana ridhanya Allāh.
Tetapi Allāh mengabarkan:
لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شَىْءٌ
"Tidak ada yang serupa dengan Allāh.” [QS Asy-Syura: 11]
⇒ Berarti keridhaan Allāh, tidak sama dengan ridha yang di miliki oleh makhluk.
Di antara faedah yang bisa kita ambil dari ayat ini adalah:
- Penetapan sifat ridha bagi Allāh.
- Kalau kita sudah mengetahui bahwasanya Allāh meridhai keimanan dan meridhai syukur, maka hendaklah seorang muslim berusaha untuk mewujudkan cabang-cabang keimanan dan menjauhi kekufuran dan juga cabang-cabang kekufuran.
Kemudian ayat selanjutnya adalah firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla:
2. QS At-Tawbah: 46
وَلَـٰكِن كَرِهَ ٱللَّهُ ٱنبِعَاثَهُمْ فَثَبَّطَهُمْ وَقِيلَ ٱقْعُدُوا۟ مَعَ ٱلْقَـٰعِدِينَ
"Akan tetapi Allāh membenci bangkitnya mereka, maka Allāh menjadikan mereka lambat, malas untuk melakukan ketaatan, dan dikatakan kepada mereka duduklah kalian bersama orang-orang yang duduk, diamlah kalian bersama orang-orang yang diam.” [QS At-Tawbah: 46]
Ayat ini berbicara tentang orang-orang munafik yang mereka berat untuk berjihad fi sabilillah, (berat untuk berperang).
Bagaimana mereka berperang di dalam sesuatu yang tidak mereka yakini, mereka mengatakan لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللّٰهِ dengan lisannya saja, tidak ada keyakinan di dalam hatinya.
Bagaimana mereka bisa rela untuk menginfaqkan hartanya, menyumbangkan nyawanya untuk sesuatu yang mereka tidak yakini. Maka ketika datang ajakan untuk berjihad mereka pun berat.
Apa kata Allāh Subhānahu wa Ta’āla?
وَلَـٰكِن كَرِهَ ٱللَّهُ ٱنبِعَاثَهُمْ
"Akan tetapi Allāh benci bangkitnya mereka (ikut sertanya mereka) di dalam peperangan.”
Allāh tidak menyenangi orang-orang munafik, Allāh tidak mencintai orang-orang munafik, dan Allāh tidak senang apabila mereka ikut berperang.
فَثَبَّطَهُمْ
"Akhirnya Allāh Subhānahu wa Ta’āla menjadikan mereka lambat (malas).”
⇒ Mereka menjadi orang yang malas ketika diajak untuk berjihad fisabilillah.
Oleh karena itu orang yang mendapatkan dirinya malas dalam sebuah ketaatan maka hendaklah dia sadar dan waspada jangan sampai dia termasuk orang yang Allāh benci sehingga Allāh jadikan dia orang yang lambat untuk melakukan sebuah ketaatan.
Hendaklah dia memperbanyak istighfar, mungkin karena banyak dosa atau maksiat terlalu banyak yang dilakukan, sehingga dia berat untuk melakukan ketaatan.
Berat untuk membaca Al-Qurān, berat untuk melakukan shalat tarawih, shalat malam, berat untuk menghadiri majelis ilmu maka seseorang harus waspada jangan sampai dia termasuk orang yang dibenci oleh Allāh untuk melakukan ketaatan-ketaatan, karena sebab dosa yang dilakukan.
فَثَبَّطَهُمْ
"Maka Allāh melambatkan mereka.”
وَقِيلَ ٱقْعُدُوا۟ مَعَ ٱلْقَـٰعِدِينَ
"Kemudian dikatakan kepada mereka duduklah kalian bersama orang-orang yang duduk.”
Dan ini adalah perintah, yang isinya adalah ancaman dan penghinaan bagi mereka, "Tidak usah berperang, duduklah kalian di sini”, ini adalah penghinaan dan ancaman bagi mereka.
⇒ Syahidnya di sini adalah firman Allāh كَرِهَ ٱللَّهُ (Allāh membenci).
Berarti di antara sifat Allāh yang harus kita tetapkan adalah, bahwasanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla memiliki sifat كره (membenci)", kalau tadi sifat ridha maka sebaliknya Allāh Subhānahu wa Ta’āla juga memiliki sifat كره yaitu membenci.
Membenci sebuah amalan yang tidak diridhai oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Baik, kita lanjutkan.
Beliau rahimahullah mengatakan:
ونؤ من بأن الله تعالى يرضى عن الذين آمنوا وعملوا الصالحات
Dan kita sebagai Ahlus Sunnah wal Jama'ah beriman, meyakini bahwasanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla ridha kepada orang-orang yang beriman dan beramal shalih.
Kita harus yakin yang demikian, berdasarkan (ayat) firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَٰئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ (7) جَزَاؤُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۖ رَّضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ ذَٰلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk (7). .Balasan mereka di sisi Rabb mereka ialah surga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allāh ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Rabb-nya.(8)
Allāh ridha kepada mereka, Siapa mereka di sini ? Mereka adalah orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh. Allāh ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allāh.
Menunjukkan bahwasanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla ridha kepada orang-orang yang beriman dan juga beramal shalih. Jadi agama kita bukan hanya mengajarkan kepada iman saja tetapi juga mengajarkan kepada amal shalih.
- Iman tidak disertai amal shalih tercela.
- Ilmu yang tidak disertai dengan amal tercela.
Iman yang ada di dalam hati kita, harus diiringi dengan amal shalih, menjalankan perintah, menjauhi larangan, membenarkan kabar yang sampai kepada kita, barulah seseorang bisa mendapatkan ridha Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
رَّضِيَ ٱللَّهُ عَنۡهُمۡ وَرَضُواْ عَنۡهُۚ ذَٰلِكَ لِمَنۡ خَشِيَ رَبَّهُۥ
Yang demikian adalah bagi orang yang takut kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Yang di maksud dengan خَشِيَ adalah takut padahal Allāh Subhānahu wa Ta’āla tidak dilihat .
ذَٰلِكَ لِمَنۡ خَشِيَ رَبَّهُۥ
Yang demikian adalah surga atau keridhaan yang Allāh berikan kepada orang yang takut kepada Allāh. Yang di maksud dengan خَشِيَ adalah takut yang berdasarkan ilmu.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla tidak terlihat oleh hamba, tapi hamba itu yakin bahwasanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla melihatnya, bahwasanya Allāh adalah Al-Alim, Al-Khabir, Al-Basir, yang Maha Mengetahui, yang Maha Mengetahui perkara yang rahasia yang tersembunyi dan Dialah yang Maha Melihat. Sehingga menjadikan dia takut untuk berbuat maksiat dan dosa.
ذَٰلِكَ لِمَنۡ خَشِيَ رَبَّهُۥ
"Yang demikian diperuntukkan bagi orang yang takut kepada Rabb Nya.”
⇒ Ayat ini menunjukkan sifat ridha bagi Allāh bagi orang-orang yang mengamalkan (beriman).
Adapun ayat sebelumnya yaitu firman Allāh [QS Az-Zummar: 7]:
وَإِن تَشْكُرُوا۟ يَرْضَهُ لَكُمْ
"Kalau kalian bersyukur maka Allāh akan meridhai syukur tersebut untuk kalian.”
⇒ Yang diridhai di sini adalah amalannya.
Adapun ayat ini [Al-Bayyinah: 8]:
رَّضِيَ ٱللَّهُ عَنۡهُمۡ وَرَضُواْ عَنۡهُۚ ذَٰلِكَ لِمَنۡ خَشِيَ رَبَّهُۥ
Yang diridhai di sini adalah orangnya. Jadi Allāh Subhānahu wa Ta’āla meridhai amalan dan juga orangnya.
Baik, demikianlah yang bisa kita sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini dan in sya Allāh kita bertemukembali pada pertemuan selanjutnya pada waktu dan keadaan yang lebih baik.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
•┈┈┈•◈◉◉◈•┈┈┈•
Post a Comment