📖 Whatsapp Grup Islam Sunnah | GiS
☛ Pertemuan ke-166
🌏 https://grupislamsunnah.com
🗓 RABU, 24 Rabi'ul Akhir 1445 H / 08 November 2023 M
👤 Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny, M.A. حفظه الله تعالى
📚 Kitab Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam Minattakbiri Ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi mulai dari Takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani Rahimahullah
💽 Audio ke-133: Pembahasan tentang Tasyahud ~ Menggerakkan Jari saat Tasyahud Bag 02
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ.
الْحَمْدُ لِلهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللّٰهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ.
Kaum muslimin dan kaum muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS -Grup Islam Sunnah- yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus kitab yang ditulis oleh Asy Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu Ta'ala. Kitab tersebut adalah kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam Minattakbiri Ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam mulai dari Takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya).
Jamaah sekalian rahimani wa rahimakumullah,
Pembahasan kita masih mengenai Rukun Tasyahud. Dan kita sudah sampai pada:
"Masalah Bentuk Jari di dalam Tasyahud"
Para ulama juga, yang berpendapat bahwa jari ini digerakkan, mereka berbeda pendapat bagaimana menggerakkannya. Ada yang menggerakannya dengan dinaik-turun; ada yang mengatakan gerakannya sedikit, kalau dari jauh tidak terlihat. Ini untuk mengkompromikan perkataan sebagian perawi yang mengatakan Rasulullah tidak menggerakkannya, ada riwayat itu. Itu juga diperselisihkan riwayatnya apakah hasan ataukah lemah. Ada yang mengatakan riwayatnya hasan. Kalau Syaikh Albani mengatakan riwayatnya lemah, tapi ada yang mengatakan riwayatnya hasan. Kalau riwayatnya dikatakan hasan, maka maksudnya "tidak menggerakkannya" itu, tidak menggerakkan yang keras, menggerakkannya hanya sedikit saja.
Kemudian ada yang mengatakan, menggerakkannya dari awal shalat, dan terus antum baca apa pun, pokoknya digerakkan. Ada yang mengatakan, menggerakkannya ketika memanggil nama Allah (berdoa). Ada yang tadi seperti Syaikh Albani. Semuanya, tidak ada pembedaan dari sisi lafadz.
Hanafiyyah, mereka mengatakan gerakannya cuma sekali, mengatakan
[ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا اللهُ ]
Jadi ketika "laa ilaa ha" itu diangkat.
[ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا اللهُ ]
Sudah, setelah itu seperti ini terus, tidak memberikan isyarat lagi sampai akhir shalat.
[ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا اللهُ ]
Sudah, sampai akhir shalat tidak memberikan isyarat. Memberikan isyaratnya ketika itu saja.
Ulama-ulama Syafi'iyah mereka mengatakan, menggerakkannya ketika Asyhadu al-laa ilaaha illallaah
[ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا اللهُ ]
terus.. sampai salam.
Ini pendapat yang sangat banyak.
Pendapatnya Malikiyah atau sebagian dari Malikiyah, mereka mengatakan, kita mengangkat dari awal. Kita tasyahud, kita meletakkan kedua telapak tangan kita di atas paha atau di atas lutut, kemudian setelah itu kita mengangkat jari telunjuk memberikan isyarat, kemudian membaca
[ التَّحِيَّاتُ لِلهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ... ]
sampai salam.
Ini pendapat yang ada dalam mazhab Maliki.
Banyaknya pendapat ini menunjukkan bahwa di sana tidak ada dalil yang tegas yang membahas masalah ini. Makanya mereka berbeda pendapat dengan perbedaan yang sangat banyak. Perbedaan pendapat dalam masalah gerakan jari ini sangat banyak. Dan karena tidak ada dalil yang tegas dalam masalah ini, maka kita kembali saja kepada riwayatnya. Kita kembali saja kepada haditsnya. Bagaimana haditsnya?
Kalau kita melihat redaksi-redaksi hadits, kita akan memahami dari redaksi tersebut bahwa waktu kita mengangkat jari adalah dari awal kita duduk tasyahud. Dan tidak disebutkan di situ kapan kita menurunkan jari telunjuk ini. Sehingga sekilas, dari riwayat-riwayat tersebut kita memahami bahwa kita memberikan isyarat ini sampai akhir, sampai salam kita.
Coba misalnya, haditsnya Abdullah Ibn Umar di dalam Shahih Muslim. Beliau mengatakan,
( أَنَّ النَّبِيَ ﷺ كَانَ إِذَا قَعَدَ فِي التَّشَهُّدِ، وَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى رُكْبَتِهِ الْيُسْرَىَ، )
"Sesungguhnya Nabi kita Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam apabila Beliau duduk di tasyahud, Beliau meletakkan tangan kirinya di atas lutut kirinya,"
( وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى رُكْبَتِهِ الْيُمْنَى، )
"dan Beliau meletakkan tangan kanannya di atas lutut kanannya,"
Antum perhatikan ini, kata-katanya apa? Lutut. Jadi memang ada dua riwayat. Yang satu mengatakan lutut, yang satu mengatakan paha. Kita bisa amalkan dua-duanya. Riwayatnya sahih semuanya.
( وَعَقَدَ ثَلَاثَةً وَخَمْسِيْنَ وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ )
"dan Beliau membentuk bilangan 53 dan memberikan isyarat dengan jari telunjuk."
Di sini, kalau kita melihat hadits ini kita akan memahami bahwa memberikan isyarat itu dari awal tasyahud atau awal duduk. Kenapa?
Karena kalau kita ditanya, kapan kita meletakkan tangan kiri kita di atas lutut kiri kita? Kapan? Dari awal tasyahud, dari awal duduk tasyahud. Kapan kita meletakkan tangan kanan kita di atas lutut kanan kita? Dari awal tasyahud. Begitu pula dengan memberikan isyarat ini. Karena tidak ada pembedaan. Zahirnya seperti itu.
"Dahulu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam apabila duduk tasyahud, Beliau meletakkan tangan kirinya di atas lutut kirinya, dan meletakkan tangan kanannya di atas lutut kanannya. Dan Beliau membentuk bilangan 53 dan memberikan isyarat dengan jari telunjuknya."
Secara zahir sekilas seperti ini. Dari awal semuanya. Coba kita lihat haditsnya Abdullah Ibn Zubair.
Abdullah Ibn Zubair dalam Shahih Muslim juga, beliau mengatakan,
( كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ إِذَا قَعَدَ يَدْعُوْ وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى،)
"Dahulu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam apabila Beliau duduk berdoa (maksudnya duduk tasyahud) maka Beliau meletakkan tangan kanannya di atas paha kanannya,"
Antum garis bawahi kata-kata "paha". Yang tadi disebutkan "lutut", yang sekarang disebutkan "paha". Memang ada riwayat yang menyebutkan paha.
( وَيَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُسْرَى،)
"dan Beliau meletakkan tangan kirinya di atas paha kirinya,"
( وَأَشَارَ بِإِصْبِعِهِ السَّبَّابَةْ،)
"dan Beliau memberikan isyarat dengan jari telunjuknya,"
( وَوَضَعَ إِبْهَامَهُ عَلَى إِصْبِعِهِ الْوُسْطَى.)
"dan Beliau meletakkan ibu jarinya di atas jari tengahnya."
Di sini langsung disebutkan "memberikan isyarat" dan digandengkan/disandingkan dengan meletakkan tangan kanan di atas paha kanan; meletakkan tangan kiri di atas paha kiri. Disandingkan.
Kapan kita meletakkan tangan kanan di atas paha kanan?
Wa'il ibn Hujr suatu ketika melihat Nabi kita Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam duduk di dalam shalatnya, dan Beliau duduk dalam keadaan iftirasy. Kemudian Beliau meletakkan lengan, Beliau meletakkan dua lengannya di atas dua pahanya, dan Beliau memberikan isyarat dengan jari telunjuk.
Kapan waktunya?
Kalau kita lihat secara sekilas, semua waktunya adalah di awal duduk. Ini riwayat-riwayat yang ada. Tidak ada pembatasan kapan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam mulai memberikan isyarat. Tapi dari riwayat-riwayat yang ada, kita bisa memahami, Beliau memberikan isyaratnya dari awal duduk.
Adapun riwayat yang membatasi ketika tasyahud, mereka melihatnya dari sisi makna. Tidak ada hadits yang menjelaskan itu. Tapi mereka mengatakan dengan alasan, karena ini itu mengisyaratkan tauhid. Dan tauhid itu adanya ketika kita mengatakan
[ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا اللهُ ]
/Asyhadu al-laa ilaaha illallaah/
Mereka menentukan waktunya dengan alasan seperti itu. Karena ini adalah isyarat tauhid, maka kita memberikan isyaratnya ketika ada redaksi kalimat tauhid itu. Tapi kalau kita runut, mana haditsnya? Kita tidak akan dapatkan. Silakan dicari haditsnya. Tidak akan kita dapatkan. Dan ketika kita melihat, para ulama ternyata khilaf di situ; berbeda pendapat. Ada yang mengatakan dari awal penyebutan Allah; ada yang mengatakan dari awal tasyahud; ada yang mengatakan ketika tasyahud. Maka lebih baik kita kembali kepada asal. Dan asalnya, kalau kita melihat riwayat-riwayat yang ada, semua itu dilakukan "di awal tasyahud".
Maka wallahu a’lam, ini yang lebih kuat menurut yang saya lihat. Karena ternyata yang membatas-batasi tersebut tidak memiliki dalil yang cukup kuat dan mereka berbeda pendapat sehingga pendapat yang satu tidak berhak untuk dikuatkan atas pendapat yang lain. Mereka berbeda pendapat dan itu bersumber dari pendapat, bersumber dari alasan-alasan yang merupakan ijtihadi; masalah-masalah yang ijtihadiyah. Sehingga lebih baik kita kembali ke riwayatnya. Lebih baik kembali ke pemahaman dari riwayat-riwayat yang ada. Ketika tidak ada pembatasan, sudah.. jangan dibatasi. Sudah dari awal, sebagaimana kita meletakkan tangan kita dari awal, maka kita memberikan isyarat juga dari awal.
Jadi ketika kita duduk, kita langsung memberikan isyarat. Kemudian kita membaca [ التَّحِيَّاتُ لِله ] at-tahiyyaatu lillaah atau berbarengan pun tidak ada masalah. Dan yang saya kuatkan, tidak ada gerakan. Karena riwayat tersebut sebagaimana dikatakan oleh jumhur ahli hadits, riwayatnya syadzah. Wallahu A'lam.
Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Alaa.
InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang.
وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ.
══════ ∴ |GiS| ∴ ══════
Post a Comment