F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-69 Maskawin Dalam Pernikahan Bagian Ketiga

Audio ke-69 Maskawin Dalam Pernikahan Bagian Ketiga - Fiqih Nikah / Baiti Jannati
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 SENIN| 3 Muharram 1444H | 1 Agustus 2022M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
📗 Fiqih Nikah / Baiti Jannati
🔈 Audio ke-069

📖 Maskawin Dalam Pernikahan Bagian Ketiga


بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه أما بعد

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Al-Muallif rahimahullahu ta'ala Al-Imam Abu Syuja' mengutarakan,

ووجب المهربثلاثة أشياء: أن يفرضه الزوج على نفسه، أويفرضه الحاكم، أو يدخل بها فيجب مهر المثل

Katanya, “Ada tiga kondisi, pada ketiga kondisi ini maskawin itu harus Anda berikan sesuai dengan nominal yang telah ditentukan".

Kondisi pertama bila anda dengan sukarela telah menyebutkannya secara sadar dan sukarela tanpa ada paksaan. Misalnya mengatakan, "Saya menerima pernikahannya dia dengan maskawin senilai atau dalam bentuk (misalnya) seekor sapi".

Maka Anda harus jujur karena maskawin itu adalah صَدُقَٰة, maka kejujuran pertama adalah apa yang Anda ucapkan itu betul-betul apa yang akan Anda berikan.

Sehingga tentu tidak relevan dan sangat ironis bila maskawin yang bertujuan untuk mengekspresikan kejujuran ternyata Anda berbicara menyampaikan komitmen tentang maskawin tetapi tidak Anda jalankan sendiri.

Ini suatu hal yang sangat-sangat ironis, tidak relevan dengan namanya sebagai صَدُقَٰة sebagai pemberian yang merupakan ekspresi akan kejujuran

Sehingga para ulama bersepakat bahwa bila seorang suami telah menyebut nominal tertentu, menyebut barang tertentu sebagai maskawin, maka itu wajib dipenuhi, walaupun bisa jadi istri tidak meminta, istri tidak menuntut.

Tetapi kejujuran seorang suami, ketulusan suami mengharuskan dia untuk membuktikan diri bahwa apa yang dia ucapkan sama dengan apa yang dia lakukan, karena maskawin adalah صَدُقَٰة kejujuran dan ketulusan

Kondisi kedua, maskawin itu harus Anda berikan sesuai dengan nominal yang telah ditetapkan bila nominal itu menjadi keputusan hakim. Kapan? bila terjadi sengketa, perbedaan persepsi, perbedaan pendapat perihal nominal maskawin.

Belum tentu karena perbedaan banyak atau sedikit, perbedaan bisa jadi jenisnya, modelnya, rupanya. Bisa jadi seorang suami ingin memberi yang banyak tapi istri tidak mau (menolak), istri tidak ingin terkesan bahwa dia ambisi mengharapkan, dia girang mendapatkan maskawin yang besar.

Dia ingin berlomba dengan suaminya membuktikan bahwa dia cinta, dia tulus, dia tidak pamrih dengan harta, tetapi dia seorang istri yang layak untuk menerima amanah sebagai permaisuri dalam rumah tangga, calon ibu bagi anak-anak suami tersebut.

Sehingga dia merasa tidak nyaman bila diberi maskawin yang besar, sehingga terjadi perbedaan pendapat, suami ingin memberi yang terbaik, terbanyak, terbesar. Istri menolak dan menginginkan sesuatu yang kecil. Suami merasa kurang bisa sesuai dengan kejujuran cintanya, kalau dia memberi dalam nominal yang kecil.

Sehingga kadang dalam kondisi semacam ini kedua belah pihak suami dan istri berlomba untuk membuktikan diri tentang ketulusan dan cintanya, kejujuran, kesetiaannya.

Maka dalam kondisi semacam ini ketika terjadi perbedaan, persilangan keinginan ataupun pendapat maka peran seorang Hakim, seorang Qodhi, seorang pemerintah dinantikan untuk mengakhiri perbedaan di antara mereka, agar segera tercipta rumah tangga yang harmonis, rumah tangga yang sakinah, dan betul-betul بيت الجنَّةِ.

Maka apapun keputusan seorang Hakim itu bersifat mengikat, kalau telah diputuskan maka istri tidak lagi bisa intervensi, sebagaimana suami tidak bisa menolak. Tentu dalam kondisi semacam ini Hakim akan memutuskan yang terbaik untuk keduanya bukan semena-mena tentunya.

Kondisi yang ketiga

أو يدخل بها فيجب مهر المثل

Atau kalau Anda sudah menggauli istri Anda walaupun ketika akad nikah Anda belum sempat menyebut nominal maskawin belum menentukan jenis dari maskawin yang akan Anda berikan, karena memang istri tidak menuntut, istri tidak meminta.

Dan Anda juga percaya diri bahwa apapun yang akan Anda berikan istri akan rela dan juga Anda ada kesungguhan untuk memberi yang terbaik.

Sehingga ada sepepahaman untuk tidak menyebutnya dalam akad, maka ketika Anda telah dukhul (دخول), telah menggauli istri Anda maka Anda harus memberinya maskawin yang sewajarnya, sesuai dengan kewajaran yang berlaku di masyarakat istri Anda.

Pada kondisi ketiga ini ketika Anda sebagai suami tidak menyebut nominal, istri juga tidak menuntut, maka kewajaran, Anda berkewajiban memberinya maskawin yang sewajarnya berlaku di masyarakat mengikuti tradisi.

Sehingga tidak lagi ada celah terjadinya perbedaan pendapat ataupun persepsi, karena ketika kedua belah pihak sama-sama percaya, sama-sama ingin membuktikan kejujuran maka standar yang jujur adalah ketika Anda memperlakukan istri Anda sewajarnya sebagaimana wanita-wanita yang serupa dengan istri Anda.

Sebagaimana Anda sebagai seorang istri kejujuran itu terbukti ketika Anda ridho, rela menerima maskawin yang sewajarnya diterima oleh wanita-wanita yang sebaya dan selevel dengan Anda.

Sehingga tidak ada ambisi, tidak ada indikasi kikir ataupun pelit, tetapi kedua belah pihak betul-betul membuktikan ketulusan, kesetiaan dan cintanya dalam merajut membangun rumah tangga mewujudkan بيت الجنَّةِ

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini, kurang dan lebihnya saya mohon maaf.

وبالله التوفيق و الهداية

Sampai jumpa dalam lain kesempatan

والسلام عليكم ورحمه الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.