F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Fiqih Muyassar – 08 – Hukum Air Liur

Fiqih Muyassar – 08 – Hukum Air Liur - AKADEMI BELAJAR ISLAM
▬▬▬▬▬๑๑▬▬▬▬▬
▬▬▬▬▬๑๑▬▬▬▬▬
📘 Fiqih Muyassar : ❝ HUKUM AIR LIUR ❞
Dosen : Ustadz Beni Sarbeni, Lc, M.Pd Hafidzhahullah Ta'ala
🎧 Simak Audio 🎧

Fiqih Muyassar – 08 – Hukum Air Liur


السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه وَمَنْ وَالاَهُ. أمَّا بعد

Sahabat belajar Islam yang semoga senantiasa diberkahi oleh Allah Rabbul’alamin.

Kita lanjutkan kajian kitab Al-Fiqhul Muyassar. Kali ini kita akan membahas tentang hukum air liur.

Penulis berkata,

المسألة السادسة

Masalah atau pembahasan keenam di halaman 28 . Pembahasan keenam Air liur manusia dan binatang ternak. Maksudnya hukum air liur, baik manusia maupun binatang.

Yang dalam bahasa arab disebut As-su’ru adalah bekas yang tersisa pada wadah setelah seseorang minum darinya.Tentunya di situ ada bekas air liurnya. Manusia itu suci, sehingga air liurnya pun suci. Baik ia seorang muslim maupun kafir. Demikian pula orang junub dan wanita yang sedang haid air liurnya suci.

Dijelaskan dalam hadits shahih bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

إِنَّ الْمُؤْمِنَ لاَ يَنْجُسُ
“Sesungguhnya seorang Mukmin itu tidak najis.” (HR. Muslim)
Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa ia pernah minum dari gelas ketika sedang haidh, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil gelas tersebut. Beliau meletakkan bibirnya pada temat bekas bibir ‘Aisyah. Ketika itu Aisyah sedang haid, ini menunjukkan bahwa air liur wanita walaupun sedang haid itu suci. Hadits ini shahih diriwayatkan oleh Imam Muslim.

Jadi air liur manusia muslim maupun kafir, orang yang sedang junub, wanita yang sedang haid, wanita yang sedang nifas air liurnya adalah suci.

Selanjutnya tentang Air Liur Hewan.

Para ulama ijma’ (sepakat) bahwa air liur hewan yang halal dimakan dagingnya adalah suci, seperti binatang ternak dan yang serupa dengannya. Air liur kambing, air liur sapi itu suci karena binatang-binatang tersebut adalah binatang yang halal dimakan dagingnya.

Sementara hewan yang tidak dimakan dagingnya seperti binatang buas dan keledai kampung, juga yang lainnya. Maka pendapat yang shahih adalah bahwa air liurnya tetap suci (tidak mempengaruhi air), dan ini pendapat jumhur ulama.

Kalimat pendapat yang shahih ini menunjukkan bahwa para ulama berbeda pendapat, walaupun pendapat jumhur (pendapat kebanyakan para ulama) bahwa air liur hewan yang tidak dimakan dagingnya adalah suci. Kecuali nanti anjing dan babi itu pembahasannya di akhir.

Kemudian kata penulis,

khususnya ketika air dalam jumlah banyak, artinya air liur binatang-binatang tersebut yang tidak dimakan dagingnya itu tidak mempengaruhi air ketika bercampur dengan air, khususnya air dalam jumlah banyak.

Kemudian penulis berkata, ada pun jika airnya berjumlah sedikit, lalu berubah karena hewan tersebut minum darinya, maka ia berubah menjadi najis. Misalnya baunya berubah, warnanya berubah, rasanya berubah karena hewan-hewan tersebut minum darinya. Maka ia berubah menjadi najis.

Sahabat sekalian, coba perhatikan penulis di sini.

Pertama beliau mengatakan bahwa air liur binatang yang tidak dimakan dagingnya itu suci. Tapi di sini beliau mengatakan ketika air bercampur dengan air liur tersebut dan jumlahnya sedikit (jumlah airnya sedkit), lalu berubah warna, rasa, atau baunya maka dia berubah menjadi najis. Padahal penulis mengatakan bahwa air liur binatang tersebut adalah suci.

Sepertinya kontradiksi, Maka di sini saya jelaskan Wallahu Ta’ala a’lam, penulis berhati-hati atau ikhtiar, walaupun pada asalnya beliau mengatakan air liur hewan yang tidak dimakan dagingnya itu suci, tapi jika bercampur dengan air yang jumlahnya sedikit kemudian merubah warna, rasa, atau baunya. Maka penulis condong kepada pendapat yang mengatakan bahwa air tersebut menjadi najis sehingga tidak bisa digunakan untuk bersuci, Wallahu Ta’ala a’lam.

Kemudian penulis membawakan dalilnya (hadits sebelumnya), yaitu saat Nabi shallallahu’alaihi wasallam ditanya tentang air hewan tunggangan dan hewan buas yang berlalu lalang di air tersebut, minum di air tersebut maka jawaban Nabi :

إِذَا بَلَغَ الْمَاءُ قُلّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلْ الْخَبَث
“Jika air itu banyak, ada 2 qullah maka tidak mengandung najis.”
(HR. Ahmad, Abu Dawud, At Tirmidzi dan An Nasai)
Maksudnya tidak menjadikan air tersebut berubah, maka makna kebalikan dari hadits ini kalau jumlahnya sedikit (tidak 2 qullah), itu berubah menjadi najis.

Kemudian jika ada yang bertanya apa dalilnya bahwa pendapat yang shahih air liur hewan yang tidak dimakan dagingnya adalah suci?

Maka dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam tentang kucing yang minum di wadah, kucing kan tidak dimakan dagingnya, kata Nabi :

إِنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجِسٍ إِنَّمَا هِيَ مِنَ الطَّوَّافِيْنَ عَلَيْكُمْ وَ الطَّوَّافَاتِ
“Sesungguhnya kucing itu tidak najis, karena ia termasuk binatang yang biasa berkeliling di sekitar kalian.” (HR. Imam Ahmad, Abu Dawud dan At Tirmidzi)
Alasan lainnya karena pada umumnya sulit untuk dihindari, seandainya kita katakan bahwa air liur kucing itu najis dan bekas-bekas mulutnya wajib dibasuh, maka itu akan menjadi kesulitan. Padahal kesulitan-kesulitan seperti ini termasuk perkara yang mesti dihilangkan dari umat. Sebagaimana yang Allah subhanahu wa ta’ala firmankan dalam Surat Al-Hajj [22]: 78

….وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍ….
“Allah tidak menjadikan untuk kalian kesulitan dalam agama ini.” (QS. Al-Hajj [22]: 78)
Jadi tadi terkait binatang yang tidak dimakan dagingnya secara umum.

Kemudian di sini dikecualikan darinya air liur anjing dan babi.

Penulis berkata,
“Adapun air liur anjing dan babi, maka keduanya najis.”
Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ta’ala anhu bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :

طُهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيْهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ، أُوْلاَهُنَّ بِالتُّرَابِ.
“Cara mensucikan bejana salah seorang di antara kalian ketika dijilat anjing adalah dengan membasuhnya sebanyak 7 kali, yang pertama nya dengan tanah.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Jadi basuhan yang pertama airnya dicampur tanah.

Kalimat “cara mensucikan bejana salah seorang di antara kalian ketika dijilat anjing” menunjukkan bahwa jilatan anjing itu najis, atau air liur anjing itu itu najis.

Adapun air liur babi adalah najis karena zat babi itu sendiri najis sesuai dengan firman allah. Dalam surat Al-An’am ayat 145, Allah berfirman :

…فَإِنَّهُ رِجْسٌ…
“Karena sesungguhnya semua itu adalah kotor atau najis.” (QS. Al-An’am [6] 145)
Dan di antara yang disebutkan sebelumnya adalah babi. Walhasil atau kesimpulannya para sahabat sekalian tentang hukum air liur ini

Kesimpulan:

  • Hukum air liur manusia itu suci, baik muslim maupun kafir, baik wanita yang haid demikian pula orang yang sedang junub.
  • Hewan yang dimakan dagingnya, air liurnya adalah suci seperti air liur, kambing, sapi dan yang lain.
  • Hewan yang tidak dimakan dagingnya, secara umum hewan yang tidak dimakan dagingnya air liurnya adalah suci. Sehingga ketika bercampur dengan air yang jumlahnya banyak itu tidak mempengaruhi kesucian air. Kecuali kata penulis, jika airnya dalam jumlah sedikit lalu ketika bercampur dengan air liur tersebut berubah rasa, atau bau, atau warna. Maka air tersebut tidak bisa digunakan untuk bersuci.
  • Air liur anjing dan babi. Air liur anjing dan babi adalah najis. Bahkan Nabi shallallahu alaihi wasallam mengatakan disini, cara membasuhnya pun khususnya anjing itu 7 kali basuhan yang salah satunya atau yang pertamanya dicampur dengan tanah.
Jadi itulah kesimpulan kajian pagi hari ini. Semoga apa yang saya sampaikan bermanfaat, dipahami dengan baik.

Akhukum fillah
Abu Sumayyah Beni Sarbeni
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.