F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-51 Allah Ta'ala Maha Tinggi Atas Makhluk-Nya Dengan Dzat dan Sifat-Sifat-Nya Bagian Kedua

Audio ke-51 Allah Ta'ala Maha Tinggi Atas Makhluk-Nya Dengan Dzat dan Sifat-Sifat-Nya Bagian Kedua - Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 SENIN | 24 Muharram 1444 H | 22 Agustus 2022 M
🎙 Oleh : Ustadz DR. Abdullah Roy M.A. حفظه الله تعالى
📗 Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah
🔈 Audio ke-51

📖 Allah Ta'ala Maha Tinggi Atas Makhluk-Nya Dengan Dzat dan Sifat-SifatNya Bagian Kedua



بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله و أصحابه ومن والاه

Anggota grup whatsapp Dirasah Islamiyyah, yang semoga dimuliakan oleh Allāh.

Kita lanjutkan pembahasan Kitab Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang ditulis oleh fadhilatul Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullāh Ta'ala.

Masih kita pada pasal beriman kepada Allāh.

Di sana ada beberapa dalil dari Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam yang menjelaskan bahwasanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla memiliki sifat, yaitu Allāh Maha Tinggi dzat-Nya.

Terbagi menjadi tiga macam,

1. Terkadang berupa ucapan Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam, sunnah Qauliyah, 

di antara dzikir yang beliau baca ketika beliau sujud,

سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى

"Mahasuci Allāh Yang Mahatinggi" [HR Muslim, nomor 772 dan Abu Daud, nomor 871]
Ini diucapkan oleh Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam. Karena seseorang ketika sujud maka dia meletakkan sesuatu yang paling tinggi pada dirinya, yaitu kepalanya. Diletakkan di tempat yang sejajar dengan kakinya. Dan saat itulah dia mengucapkan,

سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى

"Mahasuci Allāh Yang Mahatinggi" [HR Muslim, nomor 772 dan Abu Daud, nomor 871]

Dan dia menyadari bahwa dia adalah makhluk yang rendah, sedangkan Allāh Subhānahu wa Ta’āla Dia lah yang Maha Tinggi. Dan ini adalah ketinggian yang mutlak.

2. Kemudian juga dari perilaku Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam, sunnah fi'liyyah. 

Ketika haji Wada' Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam mengatakan kepada manusia,

أَلا هَلْ بَلَّغْت؟

"Bukankah Aku telah menyampaikan?".
Yaitu aku telah menyampaikan syariat Allāh kepada kalian. Mereka mengatakan, نعم , ”iya"

Kemudian beliau bertanya lagi,

أَلا هَلْ بَلَّغْت؟

"Bukankah aku telah menyampaikan?"

"Mereka mengatakan, قال نعم, iya (sampai 3 kali)"

Dan para sahabat mengatakan نعم yaitu benar, bahwasanya Rasulullah engkau telah menyampaikan seluruh amanat, seluruh wahyu yang telah diturunkan kepadamu. Maka beliau Shallallahu alaihi wa Sallam ketika mendengar ucapan para sahabat, mengatakan,

اَللَّهُمَّ إشْهَدِ اَللَّهُمَّ إشْهَدِ

"Ya Allāh saksikanlah.”
Saksikanlah ya Allāh bahwasanya aku telah menyampaikan amanat yang Engkau berikan kepada manusia. Sambil beliau mengangkat jarinya ke atas, yaitu jari telunjuknya diangkat oleh beliau ke atas, yaitu ke arah langit. Ini menunjukkan bahwasanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla berada di atas.

Ini dalil dari fi'il beliau, dalil dari perilaku beliau.

3. Dan di sana ada sunnah taqririyyah: sunnah yang merupakan taqrir, 

persetujuan Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam.

Sebagaimana beliau Shallallahu alaihi wa Sallam didatangi Muawiyyah bin Hakam Radhiyallahu 'anhu, yang beliau saat itu sebelumnya mengutus seorang budak wanita untuk melakukan sesuatu, cuma karena tidak puas dengan pekerjaannya akhirnya beliau memukul budak wanita ini.

Setelah itu beliau menyesal dan ingin membebaskan budak wanita ini. Datanglah Muawiyyah ini kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam dan mengabarkan apa yang terjadi.

Maka, Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam ingin mengetes apakah budak wanita ini berhak untuk dibebaskan atau tidak. Apakah dia adalah wanita yang beriman atau bukan. Bagaimana cara mengetesnya? Beliau bertanya dengan dua pertanyaan, yang dengannya beliau tahu, bahwasanya ini wanita yang beriman atau tidak.

Pertanyaan yang pertama beliau mengatakan, أَيْنَ اللَّه ؟, ”Dimanakah Allāh?"

Dia mengatakan, فِي السَّمَاء, "Allāh Subhānahu wa Ta’āla berada di atas”. في di dalam bahasa arab kadang maknanya (على). Jadi فِي السَّمَاء artinya adalah di atas langit, sebagaimana firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla,

فَسِيرُوا۟ فِى ٱلْأَرْض

"Hendaklah kalian berjalan di atas bumi.” [QS An-Nahl: 36]

Kata فِى ٱلْأَرْض, “di atas bumi”, maksudnya bukan di dasar bumi. Ketika wanita mengatakan فِي السَّمَاء.

Maksudnya adalah Allāh berada di atas atau Allāh berada di atas langit. Karena السماء bisa memiliki dua arti, yaitu السماء yang berarti atas atau makna السماء di sini adalah langit yang berupa makhluk.

Kalau maksudnya السماء adalah atas (yaitu sifat atas), maka bisa diartikan ‘di atas’.

Tapi kalau maksud السماء di sini adalah langit, yang merupakan makhluk bagi Allāh Subhānahu wa Ta’āla maka bisa diartikan ‘di atas langit’. Dan dua-duanya benar.

Yang salah yang mengartikan في di sini ‘di dalam’, kemudian mengatakan bahwasanya ‘Allāh di dalam langit’. Yang benar yaitu mengatakan ‘di atas atau di atas langit’, dua-duanya boleh.

Kemudian beliau bertanya lagi, وَمَنْ أَنَا ؟, ”Siapakah aku?"
Dia mengatakan, أَنْتَ يَا رَسُولُ اللَّه , ”Engkau adalah Rasulullah"

[HR Muslim 537, dalam AshShahih]

Para pendengar yang dimuliakan oleh Allāh Azza wa Jalla. Dari sini kita tahu bahwasanya orang yang beriman, keyakinan mereka bahwasanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla berada di atas. Ini adalah keyakinan seorang mukmin dan mukminah.

Buktinya Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam beliau meng-iqror, beliau menyetujui, beliau tidak membantah atau mengingkari ucapan wanita tersebut, “Mengapa engkau meyakini bahwasanya Allāh berada di atas?”, bahkan beliau menyetujuinya dan mengatakan kepada Muawiyyah,

ﺃَﻋْﺘِﻘْﻬَﺎ ﻓَﺈِﻧَّﻬَﺎ ﻣُﺆْﻣِﻨَﺔٌ

“Bebaskanlah budak wanita ini, karena sesungguhnya dia adalah wanita yang beriman.”

Subhanallah. Beliau Shallallahu alaihi wa Sallam menamakan wanita ini dengan wanita yang, مومنة, ”Wanita yang beriman” karena sebab dia meyakini bahwasanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla berada di atas. Dan bahwasanya beliau Shallallahu alaihi wa Sallam adalah Rasulullah.

Berarti di sini telah tetap dalil dari sunnah Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam baik berupa ucapan beliau, maupun perilaku beliau, maupun dari taqrir dan juga persetujuan beliau Shallallahu alaihi wa Sallam.

Demikianlah yang bisa kita sampaikan pada kesempatan kali ini, dan In sya Allāh kita lanjutkan pada sesi berikutnya,

صلى الله على نبينا محمد و على آله و أصحابه و سلم

•┈┈┈••✵🍃✵••┈┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.