F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-68 Maskawin Dalam Pernikahan Bagian Kedua

Audio ke-68 Maskawin Dalam Pernikahan Bagian Kedua - Fiqih Nikah / Baiti Jannati
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 JUM’AT| 29 Dzulhijjah 1443H| 29 Juli 2022M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
📗 Fiqih Nikah / Baiti Jannati
🔈 Audio ke-068

📖 Maskawin Dalam Pernikahan Bagian Kedua


بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه أما بعد

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Al-Mualif rahimahullāhu ta'āla mengatakan:

ويستحب تسمية المهر في النكاح فإن لم يسم صح العقد

Disunnahkan bagi suami ketika menikah untuk mengutarakan maskawin yang dia berikan. Menyebut dengan jelas apa dan berapa nominal maskawin yang Anda berikan kepada istri Anda.

Walau demikian kalau ternyata Anda dan juga istri Anda merasa itu tidak penting karena yang penting adalah ketulusan dan kesungguhan.

Istri percaya bahwa Anda tidak mungkin berkhianat, istri percaya bahwa Anda tidak mungkin ingkar, dan istri percaya bahwa Anda akan memberi yang terbaik, dan bahkan juga dia tidak mengharap, yang dia nantikan adalah kesetiaan Anda, ketulusan Anda, tanggung jawab Anda, kepemimpinan Anda dan Anda pun juga siap memberi apapun yang diinginkan oleh istri.

Sehingga seringkali terjadi kesepahaman bahwa urusan maskawin dijadikan nomor dua, tiga, bahkan nomor seratus. Sehingga dalam pernikahan banyak sekali suami yang tulus, istri yang setia, istri yang tulus, mereka bahkan lupa untuk menyebutnya. Lupa menyebutnya.

Sehingga dalam akad pernikahan hanya disebutkan, "Saya menerima pernikahan istri saya Fulanah binti Fulan dengan maskawin", tanpa disebutkan nominalnya dan bentuknya. Tetapi walaupun tidak disebutkan karena cinta, karena kesetiaan, karena ketulusan, Anda rela memberi yang terbaik untuk istri Anda.

Sebaliknya karena cinta dan ketulusan pula, walaupun suami memberi yang terbaik, memberi yang banyak. Tetapi istri sebagaimana digambarkan,

فَإِن طِبۡنَ لَكُمۡ عَن شَيۡءٖ مِّنۡهُ نَفۡسٗا

Istri seringkali merelakan bahkan dengan sengaja tanpa diminta dia memaafkan sebagian maskawin. "Tidak usah engkau berikan, berikan Aku sebagiannya saja, karena Aku telah puas dengan cintamu, Aku telah rela dengan kesetiaanmu, Aku percaya dengan kepemimpinanmu yang tidak layak untuk diragukan kembali".

Karena rumah tangga yang dibangun dengan kesetiaan, dan kejujuran, dan ketulusan betul-betul itulah yang akan menjadi rumah tangga yang بيت الجنَّةِ. Sehingga menyebut nominal maskawin dalam Islam bukan syarat dan bukan wajib tetapi hanya sekedar sunnah saja.

Dan kalau pun tidak disebut, selama tidak ada kesepakatan untuk menghapuskan maskawin hanya sekedar faktor tidak disebutkan, maka itu juga tidak masalah, tidak mempengaruhi pada keabsahan dan kesempurnaan pernikahan.

Karena itu Allāh Subhānahu wa Ta'āla dalam Al-Qur'an merestui adanya pernikahan yang tidak disebutkan nominal mas kawinnya, walaupun ada kesepakatan akan memberi tetapi tidak disebut karena pernikahan bukan barter, pernikahan bukan dagang, pernikahan bukan sewa menyewa tapi pernikahan lebih kepada kesetiaan.

Pernikahan lebih pada kejujuran, lebih pada tanggung jawab sehingga istri percaya bahwa suaminya adalah lelaki yang baik yang bertanggung jawab, dia akan memberi yang terbaik.

Sebagaimana suami pun demikian, dia percaya bahwa istrinya layak untuk diberi yang terbaik dari apa yang dia mampu, sebagaimana yang dulu dilakukan oleh sahabat Qais ibnu Shammas radhiyallāhu ta'ala 'anhu ketika beliau menikah.
Beliau adalah seorang sahabat yang terkemuka di zaman Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bahkan beliau adalah salah satu orang kepercayaan Nabi, beliau adalah juru bicara Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, karena beliau terkenal seorang orator, pandai berceramah, pandai beretorika.

Ketika beliau menikah, walaupun istrinya tidak meminta, Sahlah bintu Suhail tidak meminta, tidak menuntut, tetapi ketulusan sahabat Qais ibnu Syammas mendorongnya untuk memberikan yang terbaik.

يَا رَسُول اللَّهِ إِنِّي أَعْطَيْتُهَا أَفْضَلَ مَالِي

"Ya Rasūlullāh aku memberikan istriku ini harta yang paling istimewa yang aku miliki حَدِيقَةً satu petak ladang."

Itulah harta yang paling mulia bahkan di dalam riwayat lain disebutkan حَدِيقََتَين aku berikan dua petak kebun. Kenapa? Ketulusan cinta seorang sahabat. Menjadikan dia, walaupun tidak diminta tetapi menjadikan dia memberi yang terbaik dari yang dia miliki.

Subhānallāh. Itulah arti dalam sebuah pernikahan. Itulah arti maskawin dalam sebuah pernikahan. Yang Allāh sebut dengan shaduqah (صَدُقَٰة). Yang Allāh sebut dengan nihlah (نِحۡلَة).

Shaduqah (صَدُقَٰة) adalah pemberian yang akan mengekspresikan kejujuran cinta, kejujuran kesetiaan, kejujuran ketulusan dari tanggung jawab. Sehingga menyebutkannya dalam pernikahan bukan suatu hal yang wajib, tetapi sekedar sunnah saja.

Bila Anda sebutkan maka itu baik, bila tidak juga tidak mengurangi sedikitpun akan kesempurnaan hubungan pernikahan Anda.

Ini yang bisa Kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini, kurang dan lebihnya mohon maaf.

وبالله التوفيق و الهداية

Sampai jumpa di lain kesempatan.

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.