F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Fiqih Muyassar – 06 – Hukum Air yang Bercampur dengan Benda Suci

Fiqih Muyassar – 06 – Hukum Air yang Bercampur dengan Benda Suci - AKADEMI BELAJAR ISLAM
▬▬▬▬▬๑๑▬▬▬▬▬
▬▬▬▬▬๑๑▬▬▬▬▬
📘 Fiqih Muyassar : ❝ HUKUM AIR YANG BERCAMPUR DENGAN BENDA SUCI ❞
Dosen : Ustadz Beni Sarbeni, Lc, M.Pd Hafidzhahullah Ta'ala
🎧 Simak Audio 🎧

Fiqih Muyassar – 06 – Hukum Air yang Bercampur dengan Benda Suci


السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه وَمَنْ وَالاَهُ. أمَّا بعد

Sahabat sekalian yang semoga diberkahi oleh Allah rabbul alamin, kita lanjutkan kajian kitab al-Fiqhul Muyassar, kali ini membahas tentang hukum air yang bercampur dengan benda suci, di halaman 26.

Pembahasan Keempat: Air yang Bercampur dengan Benda Suci

Jika air tercampur dengan benda-benda suci, seperti daun-daunan, sabun mandi, sabut cuci tangan, bidara atau bahan-bahan suci lainnya, lalu bahan tersebut bukan yang dominan, adapun yang dominan itu semisal air kopi, teh, dan yang lainnya, kita pun tidak menyebut air tapi air kopi, air teh. Nah, jika demikian bercampur dengan benda suci dan benda benda tersebut tidak dominan, maka pendapat yang shahih atau pendapat yang benar air tersebut masih suci lagi menyucikan, yang –tentunya– bisa digunakan untuk bersuci dari hadats maupun najis. diantara dalilnya adalah Allah dalam Surat An-Nisaa` [4]: 43, Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

…وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ ۗ …
“Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir (perjalanan) atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, lalu kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu.” (QS. An-Nisaa` [4]: 43)
Baik, Allah subhanahu wa ta'ala dalam ayat ini berfirman lafazh maa`u مَاءً pada ayat di atas, termasuk kata nakiroh yang berada pada konteks yang nafyi, ini kaidah dalam ilmu ushul fiqih, bahwa “النكرة في سياق النفي تفيد العموم “ jika ada kata yang nakiroh diantara tandanya tidak pakai Alif lam dalam konteks yang nafyi negatif, maka itu menunjukkan makna umum.

Nah, sekarang فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً maa`an ini kata ini nakiroh tidak ada Alif lam nya. Kemudian konteksnya nafyi, negatif karena ada kata lam فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً. Nah, ini menunjukkan makna umum bahwa kata maa`u مَاءً yang artinya air bersifat umum, mencakup air yang bercampur dengan benda suci, atau air yang tidak bercampur sama sekali, فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً ya…

Jadi sekali lagi kata maa`u مَاءً yang ada dalam firman Allah فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً itu bersifat umum, baik air yang bercampur dengan benda suci maupun air yang tidak bercampur dengan benda suci, selama masih disebut sebagai maa`u مَاءً atau air, maka itu boleh digunakan untuk alat bersuci ini dalil yang pertama ya, tentunya untuk memahaminya harus ada dua ilmu yang dimiliki oleh seseorang,
  1. yang pertama ilmu nahwu, ilmu kaidah kaidah dalam bahasa Arab
  2. yang kedua adalah ilmu ushul fiqih.
Juga berdasarkan sabda Nabi Muhammad kepada para wanita yang mengurus jenazah putri beliau:

اِغْسِلْنَهَا ثَلاَثَا أَوْ خَمْسًا أَوْ أَكْثَرَ مِنْ ذٰلِكَ إِنْ رَأَيْتُنَّ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ ، وَاجْعَلْنَ فِـي الْآخِرَةِ كَافُوْرًا ، أَوْ شَيْئًا مِنْ كَافُوْرٍ .
“Basuhlah ia sebanyak tiga atau lima kali, atau lebih banyak darinya jika kalian menganggapnya perlu, (tujuh kali misalnya), yakni basuhlah dengan air yang dicampur bidara (lihat di sini air dicampur dengan bidara), lalu jadikanlah campuran terakhirnya adalah kapur, atau sedikit darinya.” (Muttafaq ‘alaih)
Jadi dalam kasus ini ya, dicampur air dengan bidara dan kapur, dan tetap dijadikan sebagai alat untuk bersuci.

Jadi kesimpulannya, para sahabat sekalian, hukum air yang bercampur dengan benda suci adalah selama benda suci itu tidak mendominasi sehingga merubah nama air tersebut atau kemutlakan air tersebut, maka selama itu boleh digunakan untuk bersuci.

Adapun jika campurannya sudah mendominasi sampai namanya pun berubah, maka tidak boleh digunakan untuk bersuci. Misalnya tadi air dicampur dengan kopi, sehingga kita menyebutnya tidak air lagi, tapi air kopi atau air dicampur dengan teh, sehingga kita menamakannya bukan air lagi tapi air teh. Nah, dalam keadaan seperti itu maka dia suci tapi tidak menyucikan atau tidak bisa digunakan sebagai alat bersuci.

Sahabat sekalian yang dimuliakan oleh Allah rabbul alamin. Demikianlah materi yang bisa saya sampaikan. Semoga bermanfaat.

Akhukum Fillah,
Beni Sarbeni Abu Sumayyah
Pondok Pesantren Sabilunnajah Bandung
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.