F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Muqaddimah 06 – Adab-adab Penuntut Ilmu Bagian 2 - AKADEMI BELAJAR ISLAM

Muqaddimah – Adab-adab Penuntut Ilmu Bagian 2 - Belajar Islam BIS
▬▬▬▬▬๑๑▬▬▬▬▬
▬▬▬▬▬๑๑▬▬▬▬▬
📘 Mukadimah Perkuliahan : ADAB PENUNTUT ILMU AGAMA #2
Dosen : Ustadz Beni Sarbeni, Lc, M.Pd Hafidzhahullah Ta'ala
🎧 Simak Audio 🎧

Muqaddimah – Adab-adab Penuntut Ilmu Bagian 2


الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين أمَّا بعد

Ikhwah grup whatsapp Belajar Islam yang semoga dimuliakan oleh Allah Rabbul alamin. Pada kesempatan ini akan saya sampaikan materi tentang adab (sebagian adab) seorang murid terhadap gurunya. Ada beberapa poin yang akan saya sampaikan dari kitab “Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga” terkait dengan adab seorang murid terhadap guru.

(1) Sebelum menuntut ilmu hendaknya seorang thalabul ilmi melihat bahkan beristikharah kepada Allah tentang orang yang akan dijadikan sebagai guru.

Tentunya orang yang kelak diteladani, akhlaq dan adabnya, jika memungkinkan hendaklah dia belajar kepada seorang yang mumpuni keahliannya, terwujud rasa simpati dalam dirinya, nampak pula kehormatannya dan dikenal sebagai orang yang ‘iffah (menjaga kehormatannya).

Demikian pula orang yang dikenal hapalan atau ilmunya karena yang demikian itu lebih baik dalam proses belajar dan lebih baik pula dalam mendatangkan pemahaman. Oleh karena itu sebagian ulama mengatakan:
“Orang awam itu berijtihad, ijtihadnya adalah dalam memilih guru untuknya.”

(2) Seorang thalabul ‘ilmi wajib menghormati dan memuliakan gurunya, baik ketika gurunya ada maupun tidak ada.

Hal itu karena mulianya seorang ulama disisi Allah bahkan mereka disebut sebagai pewaris para Nabi. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ
“Para ulama adalah pewaris para nabi.” (Hadits riwayat At-Tirmidzi di dalam Sunan beliau nomor 2681)
Dulu ‘Abdullah ibnu ‘Abbas menuntun kendaraan yang ditunggangi oleh Zaid bin Tsabit kemudian Zaid bin Tsabit mengatakan “tidak usah”. Lalu jawaban ‘Abdullah ibnu Abbas. Beliau berkata:

هكذا نفعل بالعلماء
“Demikianlah seharusnya kami memperlakukan seorang ulama.”
Demikian pula sebagaimana disebutkan oleh Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi dalam kitab nya “Mukhtashar Minhaj Al-Qashidin” bahwa seorang thalabul ‘ilmi sebagaimana seorang yang sakit menyerahkan sepenuhnya kepada dokter.

Dia betul-betul menyerahkan kendalinya kepada gurunya, tetapi tetap jika didapati seorang guru menyelisihi dalil Al-Quran maupun Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka kita tidak boleh mengikutinya.

(3) Memulai dalam mengucapkan salam jangan menunggu didahului guru, tetapi kita mendahului guru untuk mengucapkan salam, meminta izin ketika akan duduk atau pergi dari majelis ‘ilmu (karena ada keperluan).

(4) Hendaknya dia duduk dimajelis ‘ilmu dengan cara duduk seorang pelajar, dengan penuh adab dan tidak duduk sambil bersandar (menyender ke dinding atau membelakanginya).

Jadi betul-betul sopan duduknya dihadapan seorang guru, karena kita wajib menghormati seorang guru. Para ulama dulu mengatakan:

للعلماء مكانتهم تعذيما
“Para ulama punya kedudukan di mana kita wajib menghormati mereka”.

(5) Berbaik sangka kepada seorang guru bahkan ketika seorang guru memberikan hukuman kepadanya dan hendaklah dia mengetahui bahwa hal itu dilakukan oleh seorang guru karena kebaikan atau untuk kebaikan muridnya, bukan karena balas dendam.

Seorang penuntut ilmu harus sabar terhadap gurunya yang sedang marah janganlah ia meninggalkan gurunya karena dengan begitu dia telah kehilangan kebaikan yang banyak dari warisan para Nabi.
Imam Ibnu Jama’ah rahmatullah ‘alaih pernah mengatakan, “Sebagian ulama salaf berkata, siapa yang tidak sabar terhadap kehinaan dalam belajar, maka sisa umurnya ada pada kebutaan dan kebodohan dan siapa yang sabar terhadap hal itu maka urusannya akan menjangkau kemuliaan dunia dan akhirat”.
Bahkan Imam Asy-Syafi’i rahmatullah ‘alaih pernah berkata dalam sebuah syair,

اِصبِر عَلى مُرِّ الجَفا مِن مُعَلِّمٍ فَإِنَّ رُسوبَ العِلمِ في نَفَراتِهِ
“Bersabarlah atas pahitnya perilaku kasar sang guru, karena melekatnya ilmu dengan menyertainya.”

وَمَن لَم يَذُق ذُلَّ التَعَلُّمِ ساعَةً تَجَرَّعَ ذُلَّ الجَهلِ طولَ حَياتِهِ
“Siapa yang belum merasakan kehinaan belajar sesaat dia akan mereguk hinanya kebodohan sepanjang hayat.”

وَمَن فاتَهُ التَعليمُ وَقتَ شَبابِهِ فَكَبِّر عَلَيهِ أَربَعاً لِوَفاتِهِ
“Siapa yang tidak belajar di masa mudanya bertakbirlah empat kali atas kematiannya.”

حَيَاةُ الفَتى وَاللَهِ بِالعِلمِ وَالتُقى إِذا لَم يَكونا لا اعتِبارَ لِذاتِهِ
“Hidupnya seorang pemuda (demi Allah) adalah dengan ilmu dan ketaqwaan, sebab jika keduanya tidak ada padanya maka tiada lagi jati dirinya.”

(6) Tidak boleh sombong atau malu untuk bertanya kepada gurunya, hendaknya dia beradab yang baik ketika berbicara dihadapan gurunya.

(7) Mengikuti akhlaq yang baik, prilaku yang terpuji dan amal shalih gurunya, tidak ada larangan untuk menasehati seorang guru apabila ia melakukan kesalahan dan hendaklah dilakukan dengan penuh adab.

Nasehat tetap, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan bahwa:

اَلدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ
“Agama adalah nasehat.”
Jadi nasehat tetap ditegakkan kepada seorang guru bila memang ia berlaku salah, tapi sampaikan semuanya dengan penuh etika (adab).

(8) Hendaklah seorang thalabul ‘ilmi mendatangi majelis ilmu lebih awal daripada gurunya, jangan guru sudah datang baru kita datang. Seharusnya kita datang terlebih dahulu sebelum guru.

(9) Seorang penuntut ilmu harus berusaha memperhatikan apa yang disampaikan oleh gurunya, berusaha memahami dan mengamalkan nasehatnya.

Berbuat baik kepada guru dan berusaha untuk membalas kebaikannya walaupun kita tidak akan mampu membalas kebaikan guru dengan materi (misalnya), karena berharganya ilmu yang disampaikan oleh guru untuk kita.

Kebaikan ilmu bukan hanya untuk didunia tetapi di akhirat juga, bagaimana misalnya dari seorang guru kita paham kewajiban kita kepada Allah, kewajiban kita kepada rasul, kewajiban kita terhadap agama Islam ini.

Ini ilmu yang sangat berharga, ilmu yang apabila kita amalkan kita mampu menjawab pertanyaan di alam kubur, itu semua tidak bisa kita bayar dengan materi, sebaliknya jaga jangan sampai kita menyusahkan guru bahkan kita berusaha apa yang bisa kita bantu untuk guru kita, baik dengan lisan, tenaga, harta dan apa yang ada pada diri kita, bahkan kita tawarkan bantuan itu secara Ikhlas.

Demikian pula jangan kita membicarakan aib guru, bahkan kita wajib menutupi aib guru serta mendo’akan agar guru kita senantiasa istiqamah di atas Al-Quran dan Sunnah, istiqamah di jalan dakwah dan diberikan ke Ikhlasan senantiasa berada di atas kemudahan dan kesehatan. Itulah yang wajib kita lakukan, adab seorang murid kepada gurunya.

Ini yang bisa saya sampaikan tentang adab seorang thalabul ‘ilmi kepada gurunya, mudah-mudahan apa yang saya sampaikan ini bermanfaat.

Akhukum Fillah,
Beni Sarbeni Abu Sumayyah
Pondok Pesantren Sabilunnajah Bandung
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.