F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-44 Larangan Melamar Wanita yang Masih dalam Masa 'Iddah

Audio ke-44 Larangan Melamar Wanita yang Masih dalam Masa 'Iddah - Fiqih Nikah / Baiti Jannati
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
📗 Fiqih Nikah / Baiti Jannati
🔈 Audio ke-044

📖 Larangan Melamar Wanita yang Masih dalam Masa 'Iddah



بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد الله والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Al Muallif rahimallahu taala, beliau mengatakan,

ولايجوز أن يصرّح بخطبة معتدة ويجوزأن يعرض لها وينكحها بعدانقضاء عدتها

Beliau mengatakan, "Tidak boleh dengan lugas dan tegas (berterus terang) melamar wanita yang sedang berada dalam masa iddah, baik iddah perceraian ataupun iddahnya kematian".

Kalau perceraian, misalnya yaitu disebut dengan tholaqu raaj'i (talak raaj'i) yang ada kemungkinan untuk rujuk kembali, maka siapapun terlarang untuk mengutarakan lamaran, baik kepada walinya ataupun kepada wanita tersebut.

Kenapa demikian? Karena wanita yang dicerai dengan perceraian talak Raaj'i, baru perceraian sekali atau dua kali, selama mereka masih menjalani masa iddah status suami istri itu masih melekat. Belum putus hubungan suami istri antara mereka berdua masih terjalin, belum sepenuhnya putus.

Memang telah terjadi keretakan pada hubungan tersebut yaitu dengan adanya kata-kata perceraian tapi belum sepenuhnya putus, karena Allāh Subhānahu wa Ta’āla telah menyatakan,

وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِى ذَٰلِكَ إِنْ أَرَادُوٓا۟ إِصْلَـٰحًۭا ۚ

Dan suami-suami wanita yang telah diceraikan itu,

أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِى ذَٰلِكَ

Lebih berhak untuk merujuk istrinya selama masa iddah,

إِنْ أَرَادُوٓا۟ إِصْلَـٰحًۭا ۚ

Bila mereka memiliki iktikad baik berusaha mencoba merajut rumah tangga yang sakinah. [QS Al-Baqarah: 228]

Berusaha membenahi kesalahan dan kegagalan yang telah terjadi sehingga menyebabkan terjadinya perceraian dalam rumah tangga mereka

Dalam ayat ini, Allāhkatakan, "suami yang telah menceraikan namun masih berada pada masa iddah, istrinya masih berada di masa iddah, Allāhkatakan,

وَبُعُولَتُهُنَّ

Dan suami-suami mereka.

Ini menjadi petunjuk tersendiri yang nyata, bahwa walaupun telah terjadi perceraian, lelaki itu masih berstatus sebagai ba'lun (suami) dan wanita tersebut walaupun telah diceraikan maka selama masa Iddah Allāhkatakan,

في ذلك

Pada masa iddah yaitu berstatus sebagai istri, sehingga haram hukumnya untuk melamar wanita yang masih terikat dengan pernikahan dengan lelaki lain.

Demikian pula halnya dengan wanita yang menjalani masa iddah karena kematian. Allāh Subhānahu wa Ta’āla telah menegaskan,

وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا

Dan orang-orang atau lelaki-lelaki yang meninggal dari kalian dan ia meninggalkan istri-istrinya, mati meninggalkan istrinya

يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا ۖ

Maka istri-istri mereka wajib menunggu selama 4 bulan 10 hari.
[QS Al-Baqarah: 234]

Ini yang disebut dengan masa iddatul waffah (masa iddah) atau wanita itu menjalin masa iddah (masa penungguan) karena suaminya meninggal dunia.

Para ulama telah menjelaskan bahwa walaupun suami telah meninggal tetapi hak-hak sebagai seorang suami masih melekat dengan wanita tersebut karena secara etika baik secara tradisi ataupun etika syariat, tidak etis, tidak layak seorang wanita itu untuk menikah langsung setelah suaminya meninggal, tidak pantas.

Kenapa? karena dahulu semasa jahiliyyah, wanita itu kalau ditinggal mati oleh suaminya dia tidak akan menikah lagi dengan lelaki lain. Tetapi apa?

Yaitu wanita itu diwarisi, diperlakukan bagaikan harta, akan diperebutkan oleh ahli waris lelaki yang meninggal tadi. Diperebutkan oleh ahli waris suaminya bagaikan harta.

Islam mengangkat martabat wanita, di sebagian tradisi masyarakat penganut agama lain, wanita yang ditinggal mati oleh suaminya, mereka mengatakan lebih baik dia ikut mati yaitu dengan cara membakar dirinya, bahkan dibakar dirinya oleh keluarga suaminya, agar dia tidak nikah lagi dengan siapapun, karena dia diperlakukan bagaikan benda. Tidak bisa dimiliki oleh siapapun setelah kematian suaminya.

Tentu Islam tidak melakukan seperti itu, Islam mengangkat martabat wanita, tidak seutuhnya dia dilepas bebas menikah kapan saja dia mau, tidak!

Tetapi dia harus menunjukkan kesetiaan, menunaikan kesetiaan sebagai seorang istri, yaitu apa? menanti selama 4 bulan 10 hari, tidak menggunakan wewangian, ,tidak berdandan, tidak keluar rumah, tapi dia betul-betul menunjukkan etika kesetiaan sebagai seorang istri.

Apalagi tentu kodrat wanita, apalagi hubungan rumah tangga mereka harmonis, tidak akan mampu melupakan suaminya seketika suami itu meninggal. Pasti hatinya akan terus tergantung, memorinya akan terus terngiang tentang masa-masa indah bersama suaminya yang begitu setia, suaminya yang begitu dermawan, suami yang begitu baik akhlaknya.

Sehingga tentu kalau dia menikah dengan lelaki lain maka akan rusak rumah tangganya tersebut, karena wanita ini lemah hatinya, emosionalnya lemah, dia tidak akan mampu melupakan memori indah, kenangan indah bersama suami pertamanya atau dengan bahasa modernnya tidak mampu move on tentu akan rusak rumah tangganya.

Perlu waktu untuk pengkondisian psikologis wanita ini, agar tidak terjadi percampuran nasab, tidak terjadi kekacauan dalam interaksi dengan suami yang baru. Dia menunggu 4 bulan 10 hari. Ini pada wanita yang diceraikan dan wanita yang menjalani masa iddah karena kematian.

Adapun wanita yang diceraikan talak ba'in yaitu telah diceraikan sebanyak 3 kali (mutholaqoh), maka wanita yang telah diceraikan sebanyak 3 kali itu disebut talak Ba'in, dia pun tidak boleh langsung menikah dengan lelaki lain, tetapi harus menunggu berlalunya satu kali haid, menunggu berlalunya satu kali haid.

Kenapa? terjadi khilaf di kalangan para ulama, mereka mengatakan, "Ini adalah masa iddah wanita yang diceraikan tiga kali itu satu kali haid". Tetapi pendapat yang paling kuat dalam hal ini, itu bukan iddah tetapi itu istibra', itu pembuktian bahwa wanita ini yang telah diceraikan tiga kali tidak dalam kondisi hamil ketika dia diceraikan.

Untuk membuktikan meyakinkan bahwa rahim dia dalam kondisi kosong, sehingga ketika nanti menikah dengan lelaki lain, tidak terjadi percampuran nasab, tidak terjadi percampuran pada rahim dirinya, antara anak dari keturunan suami pertama dengan air mani dari suami kedua.

Sehingga walaupun dia telah diceraikan 3 kali tetap belum boleh dilamar sampai berlalu masa 1 kali haid untuk membuktikan bahwa dia diceraikan dalam kondisi bebas rahimnya tidak dalam kondisi hamil.

Ini yang bisa kami sampaikan, pada kesempatan yang berbahagia ini. Semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla menjadikan kita termasuk orang-orang yang,

يَسْتَمِعُونَ ٱلْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُۥٓ ۚ

Kurang dan lebihnya saya mohon maaf.

وبالله التوفيق والهداية
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.