F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-38 Urutan Perwalian dalam Pernikahan - Urutan Pertama

Audio ke-38 Urutan Perwalian dalam Pernikahan - Urutan Pertama -  Fiqih Nikah / Baiti Jannati
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
📗 Fiqih Nikah / Baiti Jannati
🔈 Audio ke-038

📖 Urutan Perwalian dalam Pernikahan - Urutan Pertama



بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد الله والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Kita telah berbincang-bincang tentang kriteria seseorang untuk menjadi wali dalam pernikahan. Dan pada kesempatan kali ini kita berbincang-bincang tentang urutan atau skala prioritas dalam perwalian, dalam pernikahan.

Al Mualif Rahimahullahu Ta'ala, Al Imam Abu Syuja' menyatakan,

وأولى الولاة : الأب ثم الجد أبو الأب

Katanya, wali yang paling berhak untuk menikahkan wanita adalah Ayah kandungnya.

Kenapa demikian? Karena dialah orang yang paling bertanggung jawab. Dan dia adalah orang yang paling dekat. Dan Ayah adalah orang yang paling sayang kepada wanita tersebut. Karena para fuqaha (para ulama) menyatakan bahwa,

ولاية النكاح

Perwalian dalam pernikahan itu disebut dengan,

ولاية النظر والتروي والبحث

Perwalian yang bertujuan untuk menganalisa, menyeleksi, memilih dan memilah siapakah calon suami yang paling baik, paling ideal, yang paling bertanggung jawab bila dia dinikahkan dengan wanita tersebut. Dan tentu orang yang paling mampu untuk melakukan hal itu biasanya adalah Ayah.

Terlebih para ulama juga menyatakan bahwa salah satu hikmah disyariatkannya perwalian adalah karena ada tujuan proteksi.
  1. Proteksi agar anak gadis tersebut atau anak wanita tersebut tidak terlantar setelah dia menikah.
  2. Kemudian kedua, proteksi nasab. Ayah wanita tersebut ketika telah menikahkan putrinya dengan lelaki maka nasab anak keturunan wanita tersebut akan berpindah.

Tentu seorang Ayah tidak akan rela bila anak yang dilahirkan oleh putrinya kelak akan dinasabkan kepada lelaki yang kurang baik. Lelaki yang akan menggoreskan sejarah buruk dalam keluarganya.

Karenanya dengan adanya perwalian ini, Ayah adalah orang yang secara logika orang yang paling mampu dan paling berkepentingan untuk memproteksi putrinya agar anak keturunan putrinya tidak dinasabkan kepada lelaki sembarangan. Tetapi kepada lelaki yang syarif (lelaki yang mulia, lelaki yang bertanggung jawab).

Bahkan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam mengisyaratkan dengan mengatakan,

النكاح رقّ

Pernikahan itu bagaikan sebuah belenggu,

فلينظر أحدكم

Hendaknya kalian betul-betul mencari, selektif.

عند من يرق كريمته

Orang yang akan menjadi apa? Menjadi majikan, menjadi tuan, menjadi pemimpin, menjadi panutan.

كريمته

Anak gadisnya atau saudarinya.

Kenapa? Karena setelah menikah, wanita itu nanti akan terbelenggu dalam tanda kutip “dengan hak-hak suaminya, dengan aturan-aturan suaminya dengan keinginan-keinginan suaminya.”

Kalau ternyata suaminya adalah suami yang kurang baik, kurang bertanggung jawab tentu Ini adalah sebuah kesengsaraan tersendiri.

Karenanya orang (sekali lagi) yang paling potensi dan paling berhak, paling mampu untuk memilih dan menyayangi adalah Ayah tentunya. Apalagi si putri tersebut (si wanita tersebut) nasabnya dinasabkan kepada si Ayah.

Sehingga tentu Ayah akan merasa bahwa putrinya itu bagian dari dirinya sendiri, itu bagian dari dirinya. Sehingga dia tidak akan rela menelantarkan putrinya. Itu logika dan tradisi masyarakat menyatakan semacam itu.

Kemudian para ulama juga menjelaskan, bahwa konsekuensi dari adanya skala prioritas bahwa orang yang paling berhak menjadi wali adalah Ayah, adalah ketika ada Ayah maka selain Ayah tidak berhak menjadi wali. Kakak, Paman, Kakek.

Selama Ayah kandung masih ada dan tidak ada penghalang untuk menikahkan, maka ketika ada orang yang lancang menikahkan (melangkahi Ayah kandung), misalnya Kakak menikahkan tanpa restu Ayah, Kakek menikahkan tanpa restu Ayah kandung dari wanita tersebut maka, konsekuensinya menurut para ulama pernikahannya tidak sah.

Kenapa? Selama ada Ayah, yang lainnya itu tidak berhak menjadi wali. Sehingga ketiga dilanggar, maka pernikahannya itu tidak sah. Kalau terjadi hubungan maka itu dianggap sebagai kumpul kebo, dianggap sebagai perzinahan.

Ini yang bisa kami sampaikan, pada kesempatan kali ini. Kurang dan lebihnya saya mohon maaf.

وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.