F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-33 Syarat Sah Pernikahan Bagian Keenam - (Menjadi Wali dan Saksi Syarat Keempat dan Kelima)

Audio ke-33 Syarat Sah Pernikahan Bagian Keenam - (Menjadi Wali dan Saksi Syarat Keempat dan Kelima) - Fiqih Nikah / Baiti Jannati
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
📗 Fiqih Nikah / Baiti Jannati
🔈 Audio ke-033

📖 Syarat Sah Pernikahan Bagian Keenam - (Menjadi Wali dan Saksi Syarat Keempat dan Kelima)


بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد الله والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Kita akan lebih dalam dan lebih jauh mengetahui bagaimana dan seperti apa kriteria seorang yang sah atau boleh menjadi wali dan boleh menjadi saksi.


SYARAT KEEMPAT: MERDEKA / الحرية .

Dia lelaki tersebut yang berhak menjadi wali adalah orang yang merdeka.

Adapun budak maka dia tidak bisa menjadi wali termasuk kepada anaknya sendiri. Kenapa? Karena budak itu dalam literasi fiqih diperlakukan bagaikan benda yang bisa diperjualbelikan.

Sehingga dia tidak memiliki dirinya sendiri apalagi berkuasa pada putri-putrinya. Karena anak-anak seorang budak itu adalah budak. Kewenangannya ada di tangan majikan. Majikannya yang berhak menikahkan atau menjual budak tersebut.

Sehingga untuk dirinya sendiri saja dia tidak mampu berbuat apa-apa, apalagi untuk berbuat perihal anak keturunannya, atau saudarinya, atau bibinya. Tentu dia tidak mampu. Yang berhak menjadi wali dari anak budak adalah majikannya. Karena bisa jadi ayahnya adalah milik seseorang dan anaknya milik orang lain.

Sehingga yang berwenang menikahkan anak seorang budak adalah majikan dari anak tersebut karena dialah yang memiliki, dia yang berhak menjual, ataupun dia juga yang berhak menikahkan.

Atau bahkan bisa jadi dia tidak ingin dinikahkan, tapi dia ingin gauli sendiri, dijadikan sebagai Ummu Walad (sebagai ibu dari calon anak-anaknya). Sehingga bisa jadi ketika si budak itu digauli oleh majikannya, kemudian melahirkan anak, maka suatu saat ketika majikannya meninggal dunia, maka secara otomatis budak wanita tersebut akan menjadi merdeka.


SYARAT KELIMA: LAKI-LAKI / الذكورة .

Yang berhak menjadi wali itu adalah lelaki.

Tidak boleh wanita menikahkan wanita. Alih-alih menjadi wali, untuk menikahkan dirinya sendiri saja tidak bisa. Karena itu Nabi Shalallahu'Alaihi Wa Sallam bersabda,

لاَ تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ وَلاَ تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ نَفْسَهَا فَإِنَّ الزَّانِيَةَ هِيَ الَّتِي تُزَوِّجُ نَفْسَهَا

"Perempuan tidak boleh menikahkan perempuan dan tidak boleh seorang perempuan menikahkan dirinya sendiri, karena sesungguhnya wanita pezina itu adalah wanita yang menikahkan dirinya sendiri.” [HR Ibnu Majah 1882]

Hanya wanita pelacurlah yang menikahkan dirinya sendiri. Adapun wanita yang baik-baik dia tidak mungkin menikahkan dirinya sendiri. Yang akan menikahkan dia siapa? Walinya.

Karena itu Allāh Subhānahu wa Ta’āla di dalam Al-Qur'an menyatakan,

وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا ۚ وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ ۗ

“Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu.” [QS Al-Baqarah: 221]

Janganlah engkau wahai para wali, menikahkan orang-orang musyrikin, orang kafir dengan putri-putri kalian. Atau saudari-saudari kalian.

Andai memang terpaksa harus menikahkan, tidak ada pilihan lain. Maka lebih baik menikahkan putrimu dengan seorang budak. Asalkan dia mukmin, asalkan dia beragama Islam. Dibanding menikahkan dia dengan seorang merdeka, tapi dia kafir.

Karena hinanya di dunia tidak akan berkelanjutan dengan hinanya di akhirat selama suami dari anak Anda adalah seorang mukmin. Status sebagai budak itu hanya kehinaan di dunia tapi tidak berlanjut di akhirat.

Sedangkan orang kafir, bisa jadi dia seorang raja seorang bangsawan, tetapi kehinaan kekufuran, kehinaan kesyirikan itu bukan hanya di dunia tapi akan berlangsungnya di akhirat.

Karenanya dalam ayat ini larangan-larangan menikahkan itu semuanya tertuju kepada para wali. Tidak tertuju kepada kaum wanita secara langsung. Kenapa? Karena memang kaum wanita tidak bisa menikahkan dirinya sendiri, apalagi menikahkan orang lain. Dan ini semua di sepakati oleh para ulama.

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini. Kurang dan lebihnya mohon maaf.

بالله التوفيق والهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.