F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-30 - Syarat Sah Pernikahan (Bagian Ketiga)

Audio ke-030 - Syarat Sah Pernikahan (Bagian Ketiga) - Fiqih Nikah / Baiti Jannati
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
📗 Fiqih Nikah / Baiti Jannati
🔈 Audio ke-030

📖 Syarat Sah Pernikahan (Bagian Ketiga)


بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد الله والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد

Anggota grup Dirosah Islamiyyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Berbicara tentang pernikahan. Pernikahan itu seharusnya dilakukan secara terbuka, terang-terangan. Sehingga siap untuk disaksikan oleh siapapun. Karena dalam pernikahan itu ada batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar.

Wanita hanya boleh menikah dengan 1 pria, tidak boleh ada poliandri. Satu orang wanita memiliki suami 2 atau 3 atau lebih. Sehingga kalau tidak ada persaksian dan juga tidak dideklarasikan secara terbuka berpotensi wanita-wanita yang lemah iman dia bisa jadi mengaku bujang, menikah lagi dengan lelaki lain.

Atau sebaliknya. Lelaki-laki hidung keranjang yang sudah memiliki 4 orang istri bisa jadi dia mengatakan, “saya belum menikah.” Kenapa? Tidak ada bukti.

Namun ketika itu dideklarasikan (ada buktinya), lelaki tersebut tidak gampang untuk bisa mengelabui orang lain dengan dalih bahwa dirinya masih bujang, masih lajang dan seterusnya.

Dan kemudian juga adanya saksi ini, dalam rangka memproteksi (melindungi) hak-hak anak keturunan. Karena bisa jadi seorang suami (seorang laki-laki) menikah dengan seorang wanita kemudian bercerai, menikah lagi dengan wanita bercerai, kemudian menikah lagi dengan wanita bercerai. Bisa jadi itu terjadi di berbagai kota, di berbagai daerah yang berbeda-beda.

Kalau tidak ada persaksian, pernikahan itu dilakukan secara siri, secara sembunyi-sembunyi, maka bisa jadi suatu saat hak-hak anak yang terlahir dari hubungan pernikahan yang sah itu akan terabaikan, tidak dinafkahi, tidak mendapatkan waris dan lain sebagainya.

Dan tentu ini menimbulkan mafsadah yang sangat besar. Bukan hanya bagi istri atau hanya kepada suami tetapi juga kepada anak keturunan.

Dan salah satu hal yang juga sepatutnya dipertimbangkan, seringkali dalam pernikahan terjadi kebuntuan interaksi, kebuntuan komunikasi antara suami dan istri. Apalagi salah satunya memiliki niat buruk (i'tikad buruk) untuk menzhalimi, membalas dendam, kecewa, sakit hati, ingin melampiaskan sakit hatinya.

Maka dia tidak mau mengakhiri hubungan secara resmi, tetapi lelaki tersebut ingin membiarkan wanita itu مُعَلَّقَة (terkatung-katung). Tidak sebagai istri yang dilayani sebagaimana mestinya. Tapi juga tidak diceraikan agar dia bisa menikah lagi dengan laki-laki lain. Dibiarkan terkatung-katung.

Kalau kasus ini terjadi pada pernikahan yang tidak ada saksinya, maka tentu penyelesaiannya sangat sulit. Di zaman sekarang saja walaupun ada saksi, namun ketika pernikahan itu dilakukan di bawah tangan, alias pernikahan siri (pernikahan yang tidak ditetapkan, tidak didaftarkan di KUA, Kantor Urusan Agama setempat).

Dan ketika terjadi kebuntuan komunikasi, istri ingin melepaskan dirinya dari ikatan pernikahan ini, dia tidak lagi bisa melakukan. Karena apa? suami merasa dia tidak ingin menceraikan. Dia ingin mempertahankan sebagai istri. Agar apa? Agar dia masih tetap bisa menzhalimi istrinya. Agar dia bisa melampiaskan kesewenang-wenangan kepada wanita tersebut.

Beda halnya ketika mereka menikah secara legal, secara terang-terangan dan legal, terdaftar di Kantor Urusan Agama setempat maka tatkala terjadi tindak kesewenang-wenangan dari suami, maka sang istri bisa mendapatkan perlindungan hak.

Dengan cara apa? Dengan mengajukan gugatan cerai di Pengadilan Agama.

Dan karena ia memiliki dokumen-dokumen formal yang lengkap dan ada backup data di Kantor Urusan Agama. Maka pemerintah dalam hal ini Pengadilan Agama, bisa intervensi atas kesewenang-wenangan suami tersebut.

Bahkan dalam Al-Qur'an, Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah menggambarkan kondisi ini dalam firman-Nya,

{لِّلَّذِينَ يُؤْلُونَ مِن نِّسَائِهِمْ تَرَبُّصُ أَرْبَعَةِ أَشْهُرٍ ۖ فَإِن فَاءُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ} [البقرة : 226]

“Kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi tangguh empat bulan. Kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS Al-Baqarah: 226]

لِّلَّذِينَ

Bagi laki-laki atau suami-suami yang,

يُؤْلُونَ مِن نِّسَآئِهِمْ

Telah bersumpah tidak ingin menggauli istrinya maka kata Allah,

تَرَبُّصُ أَرْبَعَةِ أَشْهُرٍ

Wanita tersebut, istri tersebut disyari'atkan untuk bersabar menunggu selama 4 bulan. Setelah berlalu 4 bulan,

فَإِن فَآءُو فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Kalau ternyata suaminya menyesal dan kemudian berusaha merajut kembali hubungan pernikahan, rumah tangga yang harmonis maka Allah Maha Pengampun.

Allah akan mengampuni semua yang telah terjadi. Hubungan yang buruk, interaksi yang negatif ini, Allah akan ampuni, Allah akan maafkan.

Namun kalau tidak, maka setelah 4 bulan. Para ulama menjelaskan bahwa kewenangan Hakim, kewenangan pemerintah dan kalau di negara kita adalah Pengadilan Agama yang memiliki kewenangan untuk memutus kesewenang-wenangan tersebut.

Untuk memberikan deadline kepada suaminya. Dengan mengatakan misalnya telah berlalu 4 bulan dari sumpahmu untuk tidak menggauli istrimu. Maka saat ini engkau hanya memiliki satu dari dua pilihan.

(1) Engkau berhenti dari sumpahmu, membayar kafarat (kafarat sumpah) yaitu, memerdekakan budak atau memberi makan 10 orang miskin atau memberi pakaian 10 orang miskin.

(2) Atau kalau tidak mampu berpuasa 3 hari.

Kalau ternyata suaminya tetap kekeuh dengan kesewenang-wenangannya. Dia ingin tetap membiarkan istrinya terkatung-katung tidak bagaikan wanita yang sewajarnya memiliki suami dan juga tidak wanita yang bercerai sehingga dia bisa segera menjalin hubungan pernikahan dengan laki-laki lain.

Sebagaimana Allah gambarkan,

فَتَذَرُوهَا كَٱلْمُعَلَّقَةِ

Engkau biarkan mereka menggantung. [An-Nisa: 129]

Tidak jelas nasibnya, tidak jelas haknya, maka dalam kondisi ini seorang Hakim berwenang untuk menghentikan kesewenangan dengan mengatakan,

“Pilih satu dari dua hal ini, (1) engkau ceraikan atau (2) engkau menyesali perbuatannya.”

Perbuatannya yaitu bersumpah tidak menggauli istrinya.

Kalau ternyata suami kekeuh tidak mau memilih satu dari dua hal itu, maka kewenangan hakim Pengadilan Agama untuk memutus secara hukum perdata, menerbitkan keputusan hukum yang mengakhiri memutus ikatan pernikahan antara lelaki dan wanita tersebut. Dalam rangka mengakhiri praktek zhalim-menzhalimi, dalam rangka memadamkan api-api dendam kesumat yang akan ada dalam diri keduanya.

Dengan demikian adanya syarat saksi itu sangat penting, artinya memproteksi hak-hak masing-masing dan semua pihak yang terlibat dan juga menutup celah terjadinya su'uzhon yaitu tuduhan serampangan dikira berzina dikira kumpul kebo dan lain sebagainya. Dan tentu itu sangat negatif, sangat buruk dampaknya.

Namun kalau pernikahan itu dilangsungkan secara terbuka ada saksi, apalagi dilengkapi dengan walimah, maka hal yang tadi disebutkan akan bisa diminimize (disempitkan, dikecilkan) peluangnya.

Sehingga kita bisa mencegah terjadinya kerusakan, mencegah terjadinya keretakan antara keduanya ataupun tindak kesewenangan yang dilakukan oleh salah satu dari keduanya.

Ini yang bisa kami sampaikan. Sebagai kesimpulannya bahwa suatu pernikahan itu baru dikatakan sah bila dihadiri atau dilangsungkan oleh wali, dan juga dihadiri oleh dua orang saksi minimal dengan syarat kedua orang saksi ini tidak diminta untuk merahasiakan pernikahan tersebut.

Bersaksi, tapi tidak diminta untuk merahasiakan. Sehingga keduanya secara natural, secara alami. Akan woro-woro, kata orang akan mendeklarasikan hubungan pernikahan ini, cerita kesana dan kemari.

Untuk apa tujuannya? Untuk semakin mengokohkan status pernikahan yang telah terjadi, yang mereka saksikan berdua.

Ini yang bisa kami sampaikan kurang dan lebihnya mohon maaf.

وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.