F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-29 - Syarat Sah Pernikahan (Bagian Kedua)

Audio ke-029 - Syarat Sah Pernikahan (Bagian Kedua) - Fiqih Nikah / Baiti Jannati
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
📗 Fiqih Nikah / Baiti Jannati
🔈 Audio ke-029

📖 Syarat Sah Pernikahan (Bagian Kedua)



بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد الله والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد 

Anggota grup Dirosah Islamiyyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.  

Al-muallif mengatakan,

وشاهدي عدل

Dan ketentuan selanjutnya adalah pernikahan itu harus dipersaksikan oleh 2 orang (minimal dua orang lelaki) yang dia itu عدل , betul-betul memiliki kredibilitas.

Dengan demikian ketika suatu saat terjadi perseteruan/persengketaan dan kemudian sampai diangkat ke meja hijau (ke majelis hakim), kedua orang tersebut dapat menegakkan persaksiannya. Dan persaksiannya berfungsi, karena diterima. Oleh siapa? oleh Hakim.

Adapun bila pernikahan itu dilangsungkan, misal tanpa wali atau tanpa adanya saksi, maka para ulama mengatakan itu adalah pernikahan yang tidak sah. Bahkan dalam satu riwayat Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam mengatakan,

لاَ تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ وَلاَ تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ نَفْسَهَا فَإِنَّ الزَّانِيَةَ هِيَ الَّتِي تُزَوِّجُ نَفْسَهَا

"Perempuan tidak boleh menikahkan perempuan dan tidak boleh seorang perempuan menikahkan dirinya sendiri, karena sesungguhnya wanita pezina itu adalah wanita yang menikahkan dirinya sendiri.” [HR Ibnu Majah 1882]

Kita kembali kepada redaksi hadits 

لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ، وَشَاهِدَيْ عَدْلٍ

Tidak ada nikah, tidak ada hubungan pernikahan kecuali bila pernikahan itu dilangsungkan oleh wali dan dihadiri oleh dua orang saksi. 
(HR Abu Dawud 2085, At-Tirmidzi 1101)

Dari redaksi hadist ini, Nabi dengan tegas mengatakan,

لاَ نِكَاحَ

“Tidak ada pernikahan.”, alias tidak sah.

Kalaupun dipaksakan maka itu tidaklah dikatakan sebagai pernikahan secara tinjauan syari'at tapi itu dikatakan kumpul kebo. Karena itu Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam dalam riwayat yang lain mengatakan,

أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ

“Siapapun wanita, dan dengan alasan apapun, ketika dia menikah tanpa direstui oleh wali, tanpa pernikahan itu menghadirkan wali yang sah secara syari'at, alias dia menikahkan dirinya sendiri (pernikahan tanpa wali). Maka kata Nabi, nikahnya itu batal, nikahnya itu batal, nikahnya itu batal, alias tidak sah.” [HR. Tirmidzi 1021]

Dan kalau tidak sah atau batal, berarti tidak ada pernikahan.

فَإِنْ دَخَلَ بِهَا

Kalau ternyata dari pernikahan yang tanpa wali itu kemudian terjadi hubungan badan antara lelaki dan wanita tersebut.

فَلَهَا الْمَهْرُ بِمَا اسْتَحَلَّ مِنْ فَرْجِهَا

Maka lelaki yang menikahi tersebut tetap harus membayar mas kawin yang telah disepakati.

Kenapa? Karena dia telah menggauli wanita tersebut. Sebagai kompensasi atas hubungan badan yang terjadi antara mereka berdua. 

Redaksi-redaksi hadist ini walaupun secara ini secara tinjauan sanad, masing-masing dari hadist ini kontroversial alias validitas keshahihan hadist ini secara partial atau secara masing-masing hadist, itu diperselisihkan di kalangan para ulama. 

Namun tentu secara kumulatif riwayat-riwayat ini menunjukkan bahwa adanya satu kesepakatan. Dan kesepakatan ini, kesepakatan riwayat maksudnya, menjadi indikator yang kuat untuk membuktikan, menjadi bukti  bawah hadist ini memang benar adanya. Sehingga dapat dijadikan sebagai dasar untuk menetapkan suatu hukum syari'at 

Kemudian beliau juga mengatakan,

وَشَاهِدَيْ عَدْلٍ

Harus dihadiri oleh dua orang saksi.

Kalau dihadiri oleh satu orang saksi, tidak sah. Atau dihadiri oleh satu orang saksi laki-laki dan satu orang saksi perempuan, maka tidak sah pula. Karena dengan jelas beliau (al-muallif) mengatakan,

شَاهِدَيْ عَدْلٍ

Dua saksi laki-laki yang kredibel (yang bisa dipercaya) persaksiannya.  

Sehingga ketika pernikahan itu dihadiri oleh wanita semua, saksinya wanita semua, tidak sah. Atau hanya satu orang, maka tidak sah. 
Mengapa demikian? karena fungsi dari persaksian adalah untuk membangun jurang pemisah antara pernikahan yang Allah syari'atkan dengan hubungan kumpul kebo, dengan hubungan pergaulan bebas, yang seringkali itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi. 

Dan kalaupun ada saksinya itu hanya sekedar mak comblangnya, atau germonya, atau hidung belang yang mempertemukan antara keduanya. Dan kalaupun ada satu orang lagi maka seringkali itu hanya makelarnya saja atau partnernya saja. Sehingga ini tidak bisa diterima.

Karena memang pernikahan itu seharusnya dilakukan secara terbuka, terang-terangan. Sehingga siap untuk disaksikan oleh siapapun, karena pernikahan adalah suatu hal yang terhormat. 

Pernikahan adalah suatu ikatan yang tidak selesai dalam satu waktu saja. Tidak! Namun idealnya pernikahan itu adalah hubungan yang berjalan, yang berlangsung selama-lamanya, hingga akhir hayat.

Karena itu dari hubungan pernikahan ada syari'at waris-mewarisi yang itu sebagai bukti bahwa keduanya setelah menikah mereka akan hidup bersamaan, menjaga keutuhan rumah tangga, keutuhan ikatan pernikahan ini sampai akhir hayatnya. Sehingga ketika satu dari mereka meninggal dunia maka pasangannya mewarisi, pasangannya mewarisi. 

Karenanya kalau itu adalah hubungan yang permanen, seterusnya selama-lamanya, maka apa alasannya anda menyembunyikan hubungan tersebut. Seharusnya justru anda secara terbuka mendeklarasikan, mensosialisasikan hubungan tersebut, agar:

Pertama: tidak timbul su’udzon, “Kok tiba-tiba berboncengan dengan lawan jenis, kok tiba-tiba menggandeng lawan jenis, siapa dia”. Namun ketika hubungan tersebut didahului dengan akad nikah yang disaksikan oleh banyak orang, maka kecurigaan ini tidak terjadi.

Kedua: adanya persaksian ini adalah sebuah bentuk proteksi, perlindungan hak, baik hak suami ataupun hak istri. Karena bisa jadi setelah pernikahan ada miskomunikasi ada hubungan yang kurang harmonis yang menyebabkan salah satu dari keduanya ngambek misalnya. 

Salah satu dari keduanya tidak menunaikan kewajiban sebagai suami atau sebagai istri, yang ini akan tentu berdampak pada terdzaliminya salah satu pihak. 

Dan untuk bisa menyelesaikan perseteruan atau kekhilafan antara keduanya, miskomunikasi antara keduanya ini, tentu dibutuhkan saksi, kehadiran bukti (alat bukti) yang membuktikan bahwa keduanya telah menikah.

Ini yang bisa kami sampaikan, kurang dan lebihnya mohon maaf

وبالله التوفيق والهداية 
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.