F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-11 Tujuan dan Manfaat Pernikahan Bagian Kedua

Tujuan dan Manfaat Pernikahan (Bagian Kedua)
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 SENIN | 01 Jumadil Awwal 1443H | 06 Desember 2021M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-011
https://drive.google.com/file/d/14j4H5KAviF7My9Q0i3kmiXsdAKNTxOsL/view?usp=sharing

Tujuan dan Manfaat Pernikahan Bagian Kedua


بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه أمام بعد

Kaum muslimin anggota grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh Subhanahu wa Ta'ala.

Di antara tujuan kita menikah bukan karena kita hiperseks, gila, haus, nafsu. Tidak! Selain ibadah, selain betul dalam pernikahan itu melampiaskan nafsu, tetapi ingat dalam pernikahan konsep tolong-menolong itu nyata.

Suami menolong, melindungi, melayani, membimbing, menyantuni. Istripun demikian. Melayani, membantu, mendukung, mengabdi, kemudian berbakti kepada suami. Subhanallah.

Sehingga terciptalah tolong-menolong luar biasa, kesetiaan yang luar biasa. Karena Allāh telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang sosial, tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, pasti butuh kepada kehadiran orang lain. Siapapun kita.

Sehingga suami harus berpikir bahwa dia menjadi suami bukan untuk mengeksploitasi. Tapi dia melayani, menyantuni, melindungi, membimbing maka itu dalam Al-Qur'an Allāh katakan,

ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ

Lelaki suami itu pemimpin yang bertugas, قَوَّٰم (meluruskan, membimbing) istrinya.[QS An-Nisa: 34]

Kemudian dalam Al-Qur'an Allāh juga katakan,

وَلَهُنَّ مِثْلُ ٱلَّذِى عَلَيْهِنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
“Kaum wanita itu punya hak yang harus engkau tunaikan wahai kaum lelaki, wahai kaum suami. Yang hak wanita itu setimpal dengan kewajiban yang mereka jalankan.” [QS Al-Baqarah: 228]
Sehingga dalam rumah tangga bukan hanya eksploitasi, tapi yang lebih dilakukan adalah melayani. Karena itu jangan sampai menjadi suami yang hobi menginventaris hak. Tetapi jadilah suami yang rajin menginventaris kewajiban.

Kewajiban diri Anda kepada istri. Kalau Anda sebagai seorang wanita, kewajiban sebagai seorang istri apa yang harus Anda lakukan untuk suami. Sehingga terjadi kesetiaan yang timbal balik karena semangat menikah bukan eksploitasi.

Menikah itu adalah melayani, menikah itu adalah melindungi, menikah itu adalah untuk memberi, bukan mengemis. Kita menikah bukan untuk mengemis cinta. Kita menikah bukan untuk mengemis pelayanan, tetapi kita menikah untuk memberi kedermawanan. Jiwa seorang mukmin telah ditanam oleh Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam dengan sabdanya,

الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى

“Jadilah orang yang senantiasa bersemangat memberi lebih, dibanding semangat menerima.”

Suami tidak sepatutnya menjadi suami pengemis. Suami bermental pengemis. Yang hanya bisa meminta, meminta, meminta kepada istrinya. Tapi tidak memiliki semangat, tidak memiliki dedikasi untuk memberi dan melayani dan melayani.

Istripun demikian, tidak sepatutnya istri itu hanya mengeksploitasi suami. Apa yang saya dapat? Apa lagi yang saya harus minta dari suami? Tetapi istri sepatutnya menjadi istri yang dermawan. Yang terus melayani dan terus melayani tanpa pamrih.

Kenapa? Karena di sanalah terletak surganya. Di sanalah terletak surganya. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,

إِذَا صَلَّتْ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا؛ قِيلَ لَهَا ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ”.
“Jika seorang wanita menunaikan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya; niscaya akan dikatakan padanya: “Masuklah ke dalam surga dari pintu manapun yang kau mau”. (HR. Ahmad dari Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu’anhu dan dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albany).
Kalau wanita itu sudah rajin menunaikan shalat lima waktu, senantiasa berpuasa Ramadhan dan senantiasa tunduk patuh kepada suaminya. Apa yang terjadi?

Kelak di hari kiamat akan dikatakan kepadanya, “silahkan engkau masuk ke dalam surga dari pintu surga yang 8 itu dari manapun engkau suka.

Sebaliknya suami ketika suami hanya bisa mengeksploitasi, meminta, meminta, meminta haknya tapi dia tidak respek, dia tidak peduli, bahkan mungkin dia mengabaikan sebagian atau bahkan mungkin banyak dari hak istrinya. Apa yang terjadi? Pintu neraka yang terbuka, bukan pintu surga yang terbuka.

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,

كَفَى بِالمَرْءِ إِثْماً أنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوْتُ
“Cukup sebagai dosa besar yang akan menjerumuskan engkau ke dalam neraka bila engkau itu telah menelantarkan nafkah orang yang wajib engkau nafkahi.”
Dan para ulama sepakat orang pertama yang harus dinafkahi adalah istri dan anak keturunannya. Karena itu jangan jadi suami yang bermental pengemis, jangan menjadi istri yang bermental sebagai pengemis. Jadilah suami, jadilah istri yang bermental

الْيَدُ الْعُلْيَا

“Tangan berada di atas. Lebih suka melayani.”

Itu yang digambarkan oleh Abdullah Ibnu Abbas Radhiyallahu Ta'ala Anhu. Ketika suatu hari didapatkan beliau berdandan cakep, ganteng, rupawan, tampan rupawan.

Murid-muridnya heran. Engkau seorang ulama besar berdandan seperti ini. Apalagi dia seorang ahli tafsir. Pantaskah seorang ulama besar berdandan, perlente, sehingga tampan. Maka, Abdullah Ibnu Abbas memberikan alasan yang sangat menakjubkan.

إني لأحب أن أتزين للمرأة، كما أحب أن تتزين لي
Aku berdandan, aku senang berdandan karena aku pun senang bila istriku berdandan. Jadi aku berdandan bukan agar engkau puji. Tapi agar istriku senang. Sebagaimana kalau istriku berdandan tampak cantik jelita aku pun senang.

Muhammad ibn Ali ibn Ali Husain bin Abi Thalib, atau yang lebih dikenal dengan Muhammad al-Hanafiyah. Suatu hari menemui tamu, menemui murid-muridnya dengan menggunakan kain syal yang berwarna merah kemudian janggutnya atau jenggotnya meneteskan misk. Sehingga sangat harum sekali beliau menemui tamu.

Murid-murid beliau segera bertanya, “Subhanallah engkau mengenakan minyak wangi yang sedemikian harum. Ada acara apa? Mau ke mana? Ada momentum apa? Sehingga minyak wangi yang kau kenakan begitu semerbak. Dan engkau penampilannya luar biasa, kelihatan tampan rupawan”.

Apa katanya? Ini syal yang melekat di punggung ini adalah, itu baru saja dipakaikan oleh istriku ketika aku hendak keluar. Istriku yang mendandani. Dan minyak wangi yang menetes dari janggut ku ini adalah istriku yang memberi. Subhanallah.

Tentu istri ingin suaminya semerbak harum. Penampilannya tampan. Jadi dia berdandan bukan untuk Anda. Jangan kira saya berdandan karena Anda. Tapi ini berdandan adalah untuk menuruti hasrat istri. Memuaskan kemauan istri. Subhanallah.

Itulah rumah tangga yang harmonis, Subhanallah.

Sekali lagi jangan jadi suami yang bermental pengemis, istri yang bermental pengemis. Tapi jadilah suami yang bermental dermawan, menyantuni, melindungi, melayani.

Sebagaimana jadilah istri yang dermawan. Istri yang senantiasa berorientasi melayani suami, memuaskan suami. Bukan hanya bertanya apa yang telah saya dapat dari suami.

Wallahu Ta'ala A'lam.


والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.