F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-18 - Hukum Poligami (Bagian Kedua)

Hukum Poligami (Bagian Kedua) Fiqih Nikah Baiti Jannati


Audio ke-18

Hukum Poligami (Bagian Kedua)



بسم الله الرحمن الرحيم 
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه اما بعد 

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Bila persepsi secara pandang para ulama ternyata membedakan antara nikah untuk pertama kali dengan nikah (menikahi) istri kedua, ketiga dan keempat, maka ini menggambarkan tentang dua kedudukan yang berbeda antara pernikahan ini. Pernikahan perdana dengan pernikahan kedua, ketiga dan keempat. 

Kenapa demikian? ada satu alasan yang sangat mendalam, yang patut kita renungkan. Pernikahan itu bukan ritual, bukan aktivitas rutinitas yang tidak memiliki tujuan, tetapi sebaliknya. 

Pernikahan baik menikah untuk pertama kali atau sudah pernikahan yang kedua, ketiga dan seterusnya itu dilakukan dengan tujuan-tujuan yang jelas, tujuan-tujuan yang mulia 

Dan yang paling besar tujuannya adalah selain menunaikan ibadah kepada Allah, menjalankan kepatuhan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah dalam rangka membentangi diri anda dari perbuatan zina karena itu Nabi menyatakan,

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ،

Wahai para pemuda

 مَانِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ،

Wahai para pemuda, siapapun dari kalian yang mampu menikah, mampu membiayai menikah (pernikahan)

فَلْيَتَزَوَّجْ

Hendaknya dia segera menikah.

وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ 

Adapun orang yang tidak mampu secara finansial ataupun fisik 

فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ،

Hendaknya dia berpuasa.

[HR. Al-Bukhari (no. 5066) kitab an-Nikaah, Muslim (no. 1402) kitab an-Nikaah, dan at-Tirmidzi (no. 1087) kitab an-Nikaah]

Kemudian Nabi memberikan alasan kenapa orang yang belum mampu secara finansial dianjurkan untuk berpuasa? 

Kata beliau, 

فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَـرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَـرْجِ

Karena dengan berpuasa engkau akan lebih mampu untuk menundukkan pandangan dan

وَأَحْصَنُ لِلْفَـرْجِ

Lebih mampu untuk menjaga kemaluan anda agar tidak disalurkan (dilampiaskan) dengan cara-cara yang haram

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam lain kesempatan juga bersabda,

ثَلاَثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللهِ عَوْنُهُمْ

Ada tiga golongan orang yang pasti Allah akan tolong mereka, salah satu dari mereka, ketiga orang itu adalah

وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيْدُ الْعَفَافَ،

Orang yang menikah dalam rangka membentengi dirinya dari perbuatan yang haram. 

[HR. At-Tirmidzi (no. 1352) kitab an-Nikaah, Ibnu Majah (no. 1512) dan di-hasankan oleh Syaikh al-Albani dalam al-Misykaah (no. 3089), Shahiih an-Nasa-i (no. 3017), dan Shahiihul Jaami’ (no. 3050)]

Adapun orang yang menikah kedua, ketiga dan keempat maka lelaki yang telah memiliki istri, dia sudah memiliki tempat untuk menyalurkan hasratnya, dia sudah memiliki benteng yang cukup kokoh untuk membentengi dirinya dari perbuatan zina walaupun belum tentu itu cukup.

Tetapi kondisi dia tentu lebih ringan karena ketika dia terdorong nafsu, berhadapan dengan badai nafsu, godaan wanita, dia memiliki tempat untuk melampiaskan dan menyalurkam hasratnya, alias ancaman orang yang telah bersuami dari perbuatan zina lebih ringan. Dorongan untuk berzina itu lebih ringan dibanding dorongan yang ada pada diri para bujangan.

Sehingga kalau orang yang sudah menikah tetap saja berzina, padahal dorongannya tidak begitu kuat, sedangkan dia sudah memiliki saluran yang halal maka hukumannya lebih berat, berbeda dengan bujang. 

Orang-orang bujang atau pemuda-pemuda bujang karena badai nafsu itu begitu menggebu, dorongannya begitu besar sedangkan dia belum memiliki saluran yang halal, maka kalaupun dia berzina hukumannya lebih ringan karena memang sangat berat untuk bisa mempertahankan diri dari zina.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga menggambarkan akan fakta ini dengan sabdanya,

إِذَا رَأَى أَحَدُكُمُ امْرَأَةً فَأَعْجَبَتْهُ 

Kalau engkau melihat wanita yang sempat menghuni hatimu, mengagumkan pandanganmu, menarik perhatianmu, sempat menggoda hatimu.

إلى أَهْلِهِ

Hendaknya dia segera kembali ke keluarganya.

Apa alasannya? kenapa Nabi tidak katakan segera nikahi dia, segera lamar dia, segera cari tahu alamatnya, segera temui walinya untuk dilamar, untuk dinikahi? 

Tetapi Nabi memberikan arahan agar anda segera kembali menemui istri anda. Alasannya sungguh indah. Beliau katakan,

Karena sejatinya istrimu, apapun kondisi istrimu, bisa jadi dia sudah mulai lanjut usia, bisa jadi dia sudah memiliki anak, bisa jadi badannya pun sudah mulai gemuk, tidak lagi semampai seperti dulu, bisa jadi kulitnya pun sudah mulai kendor. 

Apapun alasannya, apapun kondisi istri anda, Nabi menceritakan, mengabarkan kepada anda kepada satu fakta yang tidak terbantahkan. Istrimu memiliki apa saja yang dimiliki oleh wanita tersebut.

Sehingga apapun yang engkau inginkan dari wanita itu, bisa engkau lakukan, bisa engkau salurkan kepada istrimu walaupun dia sudah lanjut usia. Walaupun dia sudah (mungkin) kulitnya kendor, walaupun dia mungkin sudah gemuk, tidak lagi secantik dulu.

Apapun alasannya, apapun kondisinya, apa yang anda inginkan dari wanita itu bisa engkau dapatkan, bisa engkau salurkan pada istrimu. 

Sehingga bila dalam literasi fiqih syafi'i menikah yang pertama saja yang hukumnya sunnah maka tentu untuk berpoligami (menikah yang kedua) tentu lebih ringan statusnya tidak seurgent pernikahan perdana. Karenanya wajar bila Al Imam Abu Syuja' kemudian mengatakan, "Poligami itu hukumnya mubah". 

Walaupun tentu ketika kita membuat satu generalisasi hukum, berarti semua orang pun kondisinya sama, tentu ini kurang tepat pula. Karena bisa jadi ada laki-laki yang dengan satu wanita, dia belum cukup untuk bisa membentengi dirinya dari perbuatan zina karena nafsunya begitu menggebu, karena kondisi kehidupan dia (pergaulannya) yang begitu sarat dengan godaan wanita.

Kalau dia hanya dengan satu wanita bisa jadi dia terjerumus, tidak cukup bekal untuk bisa selamat dari perbuatan zina, untuk bisa selamat dari godaan-godaan wanita. Maka bila kondisi semacam itu tentu akan lebih tepat bila kita katakan lelaki yang terancam masih tetap terancam dari perbuatan zina bila beristri dengan satu orang saja maka sunnah bagi dia atau bisa jadi wajib baginya untuk menikah dengan wanita kedua, ketiga, dan seterusnya.

Tetapi kalau kita membuat perhitungan secara umum, biasanya atau mayoritasnya lelaki itu kalau sudah menikah dengan satu orang wanita biasanya nafsunya lebih terkendali, tidak meledak-ledak, dia lebih mampu untuk bisa membentengi dirinya dari perbuatan zina, karena setiap kali dia berhasrat dia bisa lampiaskan hasratnya kepada istri tersebut.

Sehingga potensi untuk terjatuh dalam zina itu lebih kecil dibanding bila dia belum menikah sama sekali. Sehingga alasan darurat bagi mayoritas orang mungkin tidak lagi relevan, yang ada bisa jadi adalah alasan-alasan yang bersifat sekunder dari pernikahan yaitu ingin memperbanyak anak keturunan, bisa jadi alasannya adalah karena ingin menolong wanita-wanita yang lemah. 

Seperti yang dilakukan Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam ketika beliau menikahi para janda, tujuannya bukan karena Nabi ingin membentengi dirinya dari perbuatan zina, karena beliau kalaupun tidak menikah, beliau tidak akan pernah berzina.

Tetapi alasan beliau menikahi para janda terlebih janda-janda sahabat-sahabat beliau yang gugur di medan perang tentu alasanya lebih dominan pada menolong, membantu, mengayomi, melindungi, dibanding dalam rangka membentengi dirinya dari ancaman berzina.

Bisa jadi menikah kedua kali adalah tujuannya adalah dalam rangka mencari pahala kepada Allah Subhanahu wa Taala karena terobsesi dengan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam,

خَيْرَ هَذِهِ الأُمَّةِ أَكْثَرُهَا نِسَاءً

Orang yang paling mulia di umat ini adalah orang yang paling banyak istrinya, yaitu siapa? Nabi.

Tentu meneladani Nabi dengan memiliki istri yang banyak sehingga banyak bersedekah, banyak menafkahi, banyak mendidik, banyak membina, banyak merawat anak, dan seterusnya, tentu itu lebih banyak pahalanya dibanding kalau kita punya hanya satu orang istri.

Apalagi Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam sangat senang, sangat girang bila kita berhasil memperbanyak (berkontribusi) dalam memperbanyak umat beliau.

تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّى مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ يَوْمَ الْقِيَـامَةِ

Nikahilah oleh kalian wanita yang الْوَدُودَ الْوَلُودَ, penyayang dan banyak anak keturunanya (subur) karena sejatinya aku akan berbangga-bangga dengan jumlah umatku di hadapan para nabi-nabi sebelumku. (HR. Abu Daud no. 2050 dan An Nasai no. 3229. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits tersebut hasan)

Tentu karena alasan-alasan yang diutarakan tidak sekuat, tidak seurgent alasan bila anda menikah karena anda takut terjerumus dalam perbuatan zina. Karena itu wajar bila Al Muallif rahimallahu taala membedakan hukum poligami dengan hukum menikah.

Walaupun sama-sama nikah tetapi karena latar belakang dan alasan yang berbeda, tujuannya berbeda, tentu wajar bila hukumnya pun berbeda.

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan kali ini kurang dan lebihnya saya mohon maaf.

Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
Fiqih Nikah / Baiti Jannati WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad


بالله التوفيق و الهداية 
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.