F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-13 - Hukum Pernikahan (Bagian Pertama)

Hukum Pernikahan (Bagian Pertama) Fiqih Nikah Baiti Jannati


🔈 Audio ke-13

Hukum Pernikahan (Bagian Pertama)


بسم الله الرحمن الرحيم 
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, َأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، أَمَّا بَعْد 

Alhamdulillah kembali saya hadir ke tengah ruang siar Anda untuk bersama-sama,
  فَقِّهْهُ فِي الدِّينِ الله
Guna mewujudkan mimpi kita semua yaitu, "Baiti Jannati (Rumahku adalah Surgaku)".

Rumahku adalah Surga duniaku sebelum aku kelak dengan izin Allah Subhanahu wa Ta'ala masuk ke dalam Surga di akhirat.

Berbicara tentang pernikahan, satu pertanyaan yang sepatutnya Anda jawab dan kita jawab bersama, sebelum kita melangkah lebih jauh dengan menikah dan membangun rumah tangga.

Apa hukumnya menikah bagi diri saya? 

Mungkin Anda telah mendengar, mungkin Anda telah mempelajari tentang hukum pernikahan secara umum dan Anda juga mungkin sering mendengar dan menghadiri langsung prosesi-prosesi pernikahan, walimah-walimahan yang di sana disampaikan ceramah-ceramah umum, mauizhah-mauizhah, ataupun  nasihat-nasihat.

Dan tentunya sebagaimana itu yang saya alami, ketika kita menikah, atau kita menghadiri acara-acara semacam itu, seringkali terbetik dalam diri kita ingin menikah tetapi di saat yang sama pertanyaan lain segera datang dan berkata: "Apakah hukumnya menikah bagi saya, wajibkah, sunnahkah, mubahkah atau bahkan bisa jadi haram?". 

Karena tentu pernikahan itu bukanlah satu ritual, satu aktifitas yang suka-suka Anda lakukan, karena pernikahan itu adalah menjalankan tuntunan syari'at. Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam suatu hari, ketika mendapatkan satu fenomena unik di sebagian sahabatnya di mana sebagian pemuda. 

Sekali lagi sebagian pemuda dari sahabat beliau bertekad untuk tidak menikah dengan alasan bahwa menikah itu akan menyibukkan dirinya dari beribadah kepada Allāh, sedangkan kita diciptakan di dunia ini, kita hadir di dunia ini dalam rangka menegakkan 'ubudiyyah kepada Allāh. 

وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ

"Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka menegakkan ibadah kepada-Ku." (kata Allah) [QS Adh-Dhariyat: 56]  

Sebagian pemuda tersebut berpikir bahwa menikah itu akan menyita banyak tenaga, waktu, pikiran sehingga konsentrasi kita beribadah kepada Allāh akan tersita. Maka dia bertekad untuk tidak menikah, apapun risikonya. 

Dia sadar bahwa dia butuh, dia punya nafsu, punya syahwat, namun dia bertekad untuk mengendalikan bahkan mengalahkan nafsu tersebut agar dia bisa maksimal beribadah kepada Allah. Itu cara pandang beliau.

Tapi Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam, beliau diutus dengan دِيْن الْحَنِيفِيَّةُ agama yang moderat, agama yang tengah-tengah, tidak ekstrem kanan ataupun ekstrem kiri. 

Mengetahui gejala yang tidak sehat ini, beliau segera mencari pemuda tersebut dan berusaha meluruskan cara pandangnya. Bahwa pernikahan itu tidak sepatutnya diperadukan dengan ibadah kepada Allah.  

Kenapa? Karena pernikahan bagian dari perintah Allah, pernikahan bagian dari syariat Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam yang bila kita lakukan dengan benar itu akan menjadi ibadah tersendiri, bukan hanya shalat, puasa, haji atau berdzikir tapi menikahpun menjadi ibadah.

Beliau berkata kepada pemuda tersebut: 

أَنْت الَّذِي قُلْت كَذَا وَكَذَا

"Engkaukah yang berkata demikian dan demikian?"

Ingin mengoptimalkan waktunya untuk beribadah puasa di siang hari dan shalat di malam hari. 

Pemuda tersebut pun mengakuinya dan kemudian Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam meluruskan cara pandang pemuda tersebut, bahwa semangat beribadah tidak sepatutnya mengabaikan pernikahan, karena pernikahan adalah bagian dari ibadah.

Beliau mengatakan: 

وَالَّذِي نَفْسِي بيَدِهِ 

"Sungguh demi Allah, yang jiwaku ada di dalam genggaman-Nya."

 إِنِّيْ لَأَخْشَاكُمْ لِلهِ ووَأَتْقَاكُمْ لَهُ

"Sungguh aku adalah orang yang paling khasyah, paling takut dan paling bertakwa kepada Allah dibandingkan kalian semua, walau demikian kesempurnaan takwa, kesempurnaan khasyah yang aku miliki tidak menjadikan aku terhalangi dari makan dan minum, tidur, dan juga dari menikahi wanita."

Kemudian Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam menyatakan:

 فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ

"Inilah tuntunanku, inilah ajaranku, inilah syariatku."

Sehingga siapapun yang berusaha memperadukan antara ibadah kepada Allah dengan menikah, dengan memenuhi hak biologis dirinya maka itu, فَلَيْسَ مِنِّيْ. 

Kata Nabi: Dia tidaklah termasuk dari umatku, dia tidak sedang menjalankan tuntunanku. 

Karenanya wajar dan juga seharusnya Anda senantiasa berkata dan bertanya kepada diri Anda agar Anda tidak salah langkah.

Apakah hukum pernikahan bagi saya? 
Apakah mubah, sunnah, atau bahkan bisa jadi wajib? 

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan ini, kurang dan lebihnya saya mohon maaf kepada Anda, di manapun Anda berada dan sebagai penutup.

سبحانك اللهم وبحمدك أشهد إن لا إله إلا أنت استغفرك وأتوب إليك 

Sampai jumpa di lain kesempatan.

Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
Fiqih Nikah / Baiti Jannati WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad


والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.