F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-16 - Hukum Pernikahan (Bagian Keempat)

Hukum Pernikahan (Bagian Keempat) Fiqih Nikah Baiti Jannati


🔈 Audio ke-16

Hukum Pernikahan (Bagian Keempat)


بسم الله الرحمن الرحيم 
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, َأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، أَمَّا بَعْد 

Sebagian ulama mengatakan bisa jadi pernikahan itu haram hukumnya. Kapan itu? Kalau ternyata Anda betul-betul yakin bahwa Anda tidak akan bisa menunaikan hak-hak sebagai seorang suami, hak-hak istri ataupun hak-hak suami. 

Kenapa? Karena pernikahan itu bukan ritual yang hampa. Pernikahan itu adalah suatu akad yang kemudian diikuti oleh konsekuensi-konsekuensi berupa kewajiban menunaikan hak istri ataupun suami. Dan juga pernikahan akan menjadikan Anda memiliki hak untuk mendapatkan layanan dari pasangan Anda.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, 

وَلَهُنَّ مِثْلُ ٱلَّذِى عَلَيْهِنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ

“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya.” [QS Al-Baqarah: 228]

وَلَهُنَّ
Bagi kaum wanita, bagi istri-istri kalian,

وَلَهُنَّ مِثْلُ ٱلَّذِى عَلَيْهِنَّ
Mereka punya hak yang setimpal dengan kewajibannya,

وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
Dan bagi kaum lelaki, kaum suami memiliki satu derajat yang lebih tinggi.

Karena itu dalam struktur organisasi rumah tangga, walaupun hak istri setimpal sebanding dengan kewajiban istri, hak suami sebanding dengan kewajiban suami, walaupun tidak sama bentuk dan macamnya, tetapi ditinjau dari bobotnya ditinjau dari manfaatnya hak istri sebanding dengan kewajiban istri hak suami sebanding senilai dengan kewajiban suami.

Namun demikian lelaki memiliki satu tingkatan yang lebih tinggi dibanding wanita. Kenapa? Karena Allah telah pilih baik secara fisik, secara kodrat, ataupun secara tanggungjawab. Lelaki kedudukannya lebih tinggi dibanding wanita.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,

ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita.” [QS An-Nisa : 34]

Lelaki itu bertanggungjawab meluruskan, mendidik, membina, wanita yaitu istri-istrinya. Karena itu, istri wajib taat kepada suami tetapi suami tidak wajib taat kepada istri. 

Sekali lagi, ini adalah satu level yang membuktikan bahwa lelaki lebih tinggi kedudukannya dibanding wanita. Karena itu tuntutan rumah tangga, tidak mungkin mereka setingkat. Karena ketika mereka sama tingkatnya pasti terjadi perseteruan panjang yang tidak ada ujungnya.

Karena itu Allah kondisikan struktur organisasi rumah tangga, suami adalah pemimpin, wanita adalah yang dipimpin. Bahkan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menjelaskan akan tanggungjawab ini,

لَوْ كُنْتُ آمِرًا لِأَحَدٍ أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِبَعْهِا وَذَلِكَ لِيْ عِظَمِ حَقِّهِ عَلَيْهَا

Artinya: Andai aku punya kewenangan memerintahkan seseorang sujud kepada sesama manusia, niscaya yang akan aku perintahkan adalah kaum istri agar mereka sujud kepada suami-suami mereka. [HR At-Tirmidzi]

Dengan demikian menurut pendapat sebagian ulama, bahwa pernikahan itu kondisional. Bisa jadi bagi sebagian orang hukumnya wajib yaitu bila mereka terancam dari perbuatan zina. Namun bisa jadi itu haram kalau ternyata pernikahan hanya membawa petaka, membawa masalah. Misalnya bagi lelaki yang impoten. Dia tidak akan bisa melaksanakan tugasnya sebagai suami. Memberikan nafkah batin. 

Atau bagi wanita-wanita yang kalau dia menikah justru akan terjerumus dalam dosa. Bagaimana contohnya? Contohnya wanita-wanita yang bisa dipastikan dia tidak akan mampu menunaikan kewajibannya sebagai seorang istri, misalnya dia cacat. 

Sehingga tidak mungkin dia melayani suaminya dalam hubungan badan. Maka dalam kondisi semacam ini pernikahan bisa jadi haram atas mereka. Karena pernikahan tidak membawa manfaat yang besar, justru membawa petaka yang besar bagi mereka. 

Dan, Wallahu Ta'ala A'lam. Pendapat yang keempat ini adalah pendapat yang lebih realistis dan lebih sejalan dengan fakta di lapangan, serta dalil. Dalil yang ada, dalil-dalil yang banyak yang kemudian dengan pendapat ini semuanya itu dapat disinkronkan sehingga saling menyempurnakan, bukan saling bertentangan.

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan ini. Kurang dan lebihnya saya mohon maaf kepada Anda dimanapun Anda berada. 

Dan sebagai penutup,

ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚَ

Sampai jumpa di lain kesempatan.

Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
Fiqih Nikah / Baiti Jannati WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad


والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.