F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-26 - Hukum Nazhar (Laki-laki Memandang Wanita) - Jenis Kelima

Hukum Nazhar (Laki-laki Memandang Wanita) - Jenis Kelima


Audio ke-26

Hukum Nazhar (Laki-laki Memandang Wanita) - Jenis Kelima




بسم الله الرحمن الرحيم 
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه اما بعد 

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Kita telah berbincang-bincang tentang hukum lelaki memandang wanita. Menurut al-muallif Imam Abu Syuja lelaki memandang kepada lawan jenis itu ada tujuh kondisi: 

والخامس النظر لأجل للمداواة فيجوز إلى المواضع التي يحتاج إليها 

Kondisi kelima adalah Anda melihat wanita dalam rangka pengobatan (mengobatinya) atau bahkan bisa jadi dalam rangka menyelamatkannya dari bahaya (malapetaka). Maka dalam kondisi ini kata beliau, boleh Anda melihat ke bagian tubuh yang hendak Anda obati. 

Kalau Anda seorang tenaga medis (dokter atau perawat) yang memang dituntut untuk melakukan pengobatan tersebut. Apalagi bila tidak ada tenaga medis yang wanita yang bisa melakukan pengobatan tersebut.

Maka dalam kondisi semacam ini Anda boleh melihat pada anggota tubuh yang hendak diobati, namun bukan berarti Anda memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Mumpung Anda mengobati kemudian Anda melihat sesuka Anda. Tidak!

Tetapi pada anggota tubuh yang hendak diobati sebatas itulah yang Anda lihat, selebihnya tidak! Karena dalam satu kaidah dinyatakan bahwa: 

الضرورة تقدر بقدرها

"Satu kondisi darurat itu perlu diukur seperlunya, dilakukan, dijalankan, digunakan sebatas kondisi tersebut (tidak berlebihan)."

Dengan demikian bila pengobatan itu atau anggota tubuh yang mengalami sakit dari wanita itu adalah bagian tangan, maka Anda hanya boleh melihat tangannya saja. Tidak boleh kepada yang lain, kepada wajahnya, atau kakinya atau perutnya. Tidak! 

Demikian pula ketika yang sakit adalah punggungnya, maka yang Anda lihat adalah bagian punggungnya saja. Tidak boleh Anda melihat bagian yang lain karena,

 الضرورة تقدر بقدرها 

Kondisi darurat itu harus diukur seperlunya tidak boleh berlebihan.

Karena tatkala Anda melihat bagian dari tubuh itu yang tidak diperlukan dalam proses pengobatan, maka hukumnya kembali kepada asal yaitu haram. Karena dalam kaidah ilmu fiqih juga dinyatakan:

إذا ضاق الأمر اتسع و إذا اتسع ضاق

"Bila ada satu kondisi dimana Anda betul-betul emergency, terdesak, terjepit, maka syari’at Islam akan memberikan kelapangan kepada Anda"

Yang semula haram bisa menjadi halal. 

Kenapa? Karena terdesak, karena kondisi darurat. 

Namun ketika kondisi itu telah kembali seperti sediakala (normal) ada kelapangan lagi, maka hukum-hukum itu kembali seperti sediakala, yang haram akan kembali menjadi haram, yang wajib akan kembali menjadi wajib.

Dengan demikian walaupun ada alasan untuk melihat tetapi ketika tujuan dari melihat itu telah tercapai yaitu pengobatan-pengobatannya telah selesai, maka segera Anda menundukkan pandangan dan wanita tersebut juga kembali menutup auratnya.

Namun ada beberapa hal yang perlu dicatat di sini, sebisa mungkin wanita itu ketika mengalami gangguan kesehatan (sakit), maka sebisa mungkin ia mencari tenaga medis wanita dan kalau bisa bukan sekedar wanita, tapi wanita muslimah yang amanah yang tidak akan menceritakan perihal kecantikannya ataupun aibnya atau bentuk tubuhnya, kepada lelaki lain yang tidak halal untuk mendengarnya atau memandangnya.

Kemudian kalau tidak ada tenaga medis wanita muslimah yang amanah, maka idealnya Anda mencari tenaga medis wanita walaupun dia bukan muslimah. Karena walaupun dia seorang non muslim, tetapi karena sesama wanita, dia boleh melihat kalau memang itu diperlukan.

Dan alasan diharamkannya melihat yaitu untuk mencegah terjadinya pergaulan bebas hubungan zina dan lain sebagainya. Tentu itu tidak akan terwujud pada tenaga medis wanita walaupun dia non muslim. Karena biasanya wanita tidak akan melakukan perzinaan dengan wanita. Berbeda halnya ketika tenaga medis itu laki-laki walaupun muslim, maka potensi terjadinya fitnah itu sangat besar.

Selanjutnya yang juga perlu diantisipasi, perlu ditekankan pada kondisi pengobatan yang dilakukan oleh lawan jenis. Bahwa kaum muslimin secara umum dan pemerintah secara khusus, serta para pemuka masyarakat kaum muslimin, sepatutnya menyusun rencana (strategis) peduli, membuat satu planning dalam jangka panjang, bagaimana kebutuhan akan tenaga medis bagi kaum muslimin dapat terpenuhi.

Sehingga misalnya pemerintah atau lembaga pendidikan muslim, para tokoh muslim, berusaha memfasilitasi saudari-saudari kita muslimah untuk bisa menempuh pendidikan kedokteran atau menjadi tenaga medis dan berupaya untuk mengkondisikan proses pendidikan di ilmu kesehatan itu, baik sebagai perawat atau sebagai dokter, baik dokter umum atau spesialis.

Dikondisikan sedemikian rupa agar sesuai dengan tuntutan syariat (tidak bertentangan dengan hukum syariat) dan selanjutnya berupaya untuk membuat klinik-klinik, layanan-layanan kesehatan masyarakat yang mengakomodir, mempertimbangkan prinsip-prinsip syari'at.

Layanan medis khusus untuk wanita khusus, ruang praktik untuk wanita, ruang praktik untuk pria yang berbeda tempat, sehingga tidak terjadi اِخْتِلاَط (percampuran lawan jenis) antara lawan jenis di satu tempat, baik itu tempat praktik dokter ataupun yang lainnya.

Karena betapa banyak terjadi fitnah, terjadi perbuatan zina berawal dari prosesi pengobatan. Dan menurut sebagian praktisi tenaga medis baik dokter, terutama misalnya dokter gigi, dokter mata, dan yang lain. Seringkali mereka mengeluhkan betapa sulitnya menjaga keimanan di saat, membuka praktik layanan kesehatan.

Ketika seorang tenaga medis (dokter gigi), mengobati gigi seorang wanita, apalagi wanita yang masih muda belia, cantik jelita. Demikian pula ketika seorang tenaga medis yang sedang mengobati mata. Mata seorang wanita belia, yang cantik jelita, tentu ini menjadi satu dilema tersendiri.

Ketika dia melayani padahal itu lawan jenis, cantik jelita, di tempat yang tertutup, dan dalam waktu yang cukup lama. Apalagi dokter gigi biasanya, seringkali perawatan gigi atau pun pengobatan gigi membutuhkan waktu yang tidak pendek (lama), sehingga terjadi kontak mata, terjadi tatap muka yang sangat dekat sekali, sehingga ini sangat berpotensi menimbulkan fitnah yang luar biasa.

Karena itu selain kita berbicara tentang hukum memandang, menyentuh, membuka anggota tubuh, membuka pakaian di hadapan lawan jenis, ketika ada alasan medis. Tetapi tidak sepatutnya kita hanya berpangku tangan (pasrah) membiarkan kondisi ini terjadi dan berlalu begitu saja. Sepatutnya kita berusaha meminimize sedemikian rupa.

Dan Anda sebagai wali, sebagai suami, sebagai orang tua, sebagai kakak, sebagai saudara, sepatutnya Anda juga respek dengan masalah ini. Tidak mudah-mudah mengantarkan istri Anda, putri Anda, saudari Anda kepada tenaga medis lawan jenis, karena akan menjadi tanggung jawab Anda kelak di hari kiamat.

Ketika Anda tidak memiliki rasa cemburu atau rasa cemburu Anda menjadi hilang atau Anda korbankan hanya gara-gara faktor apa? Sakit, hanya faktor gara-gara (mungkin) tenaga medis wanita jaraknya jauh walaupun itu masih terjangkau tapi Anda tidak ingin repot. 

Anda ceroboh meremehkan masalah ini sehingga sakit. "Oh, tidak apa-apa untuk pengobatan", padahal di tempat yang tidak terlalu jauh ada tenaga medis lain yang sejenis, wanita muslimah, misalnya).

Atau hanya karena isu yang dikembangkan di masyarakat bahwa, "Konon tenaga medis laki-laki terutama yang berkaitan dengan kandungan (misalnya), lebih handal dibandingkan dokter kandungan wanita", katanya seperti itu. Isunya yang dikembangkan demikian, padahal bisa jadi tidaklah demikian

Atau karena tenaga medis wanita tersebut (mungkin) biayanya lebih mahal dibandingkan tenaga medis laki-laki. 

Maka Anda sebagai seorang muslim, seorang suami, seorang ayah, seorang kakak, seorang paman, seorang anak. Tidak sepatutnya Anda meremehkan hal ini hanya gara-gara faktor (mungkin) beda biaya yang tidak terlalu jauh (masih terjangkau oleh Anda).

Maka sepatutnya Anda pertahankan harga diri Anda, kehormatan anak istri Anda, dan juga tanggung jawab Anda sebagai seorang laki-laki (seorang wali). Karena Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam telah memberikan ancaman yang berat kepada suami-suami atau orang tua ataupun wali-wali yang membiarkan terjadi perbuatan mungkar. 

Membiarkan, merestui adanya langkah-langkah terjadinya perbuatan zina, seperti membuka aurat, berinteraksi dengan lawan jenis, apalagi sampai pada level misalnya berinteraksi yang sangat dekat seperti yang saya gambarkan pada kasus dokter gigi misalnya.

Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam telah memberikan ancaman yang sangat keras kepada lelaki baik itu suami, ayah, atau saudara yang membiarkan terjadinya perbuatan maksiat. 

Terjadinya satu langkah demi langkah terjadinya perbuatan zina yang akan menjerumuskan istri, atau anak gadis, ataupun saudari Anda ke dalam perbuatan zina. 

Salah satunya adalah ketika menjalani pengobatan dengan tenaga medis yang non mahram, apalagi dia masih muda. Apalagi penyakit tersebut di tempat-tempat yang sensitif, maka sepatutnya seorang wali lebih memberatkan غِيْرَة (kecemburuan)nya, tanggung jawab moralnya sebagai seorang wali.

Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam telah mengancam دَيُّوث laki-laki yang ridha dengan kondisi itu bahwa mereka tidak akan masuk surga  هدانا الله وايّاكم.

Wallahu Ta'ala A'lam. 

Ini yang bisa kami sampaikan kurang lebihnya mohon maaf, sampai jumpa di lain kesempatan.


Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
Fiqih Nikah / Baiti Jannati WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad


وبالله التوفيق و الهداية 
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.