F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-01 - Fiqih Nikah Baity Jannaty Muqoddimah Bagian Pertama

Fiqih Nikah Baity Jannaty Muqoddimah (Bagian Pertama)
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 SENIN | 17 Rabi'ul Akhir 1443H | 22 November 2021M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-001
https://drive.google.com/file/d/1vHCoTvbV_k1jpiUZVlzGwHFp6eIlvbcu/view?usp=sharing

Muqoddimah (Bagian Pertama)


بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, َأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ أَمَّا بَعْد

Allāh Subhānahu wa Ta’āla dalam Al-Qurān Al-Karim telah menggambarkan bahwa idealnya rumah tangga itu adalah rumah tangga yang bagaikan surga. Bukan rumah tangga yang penuh dengan derita atau penuh dengan keluh kesah.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla telah menjadikan hubungan suami dan istri, dan rumah tangga seorang muslim sebagai satu dari sekian banyak tanda kuasa dan keagungan Allah Azza Wa Jalla. Allah Azza Wa Jalla berfirman:

وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian isteri-isteri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantara kalian rasa kasih dan sayang.” [QS Ar-Rum: 21]
Dan di antara tanda kuasa Allah, di antara tanda keagungan Allah Azza Wa Jalla yang tatkala engkau melihatnya, engkau mendapatkannya, engkau akan segera teringat akan keagungan Allah.

Menjadikan Anda sadar akan kebesaran Allāh Subhānahu wa Ta’āla sehingga lisan Anda akan senantiasa melantunkan tasbih, melantunkan kalimatus-syukr, ucapan syukur kepada Allah. Dan hati Anda akan senantiasa bertakbir mengakui akan keagungan Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Di antara tanda keagungan Allah adalah dijadikannya,

وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ

Di antara tanda keagungan Allah adalah Allah menciptakan dari diri kalian, azwājan (أَزْوَٰجًا), istri-istri untuk kalian,

لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا

Kemudian Allah jelaskan, mengapa adanya istri, hadirnya istri menjadi tanda keagungan Allah?

Karena Allah tegaskan,

لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا
“Agar kalian dengan istri-istri itu mendapatkan sakinah, kedamaian, ketenangan.”
Ketika nafsu birahi Anda bergejolak, maka Anda mendapatkan penawarnya di istri Anda. Ketika akal pikiran Anda sedang galau, Anda sedang berhadapan dengan problematika yang sangat besar, yang sangat berat, maka Anda akan mendapatkan jawaban dan solusinya pada istri Anda.

Nabi Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam mencontohkan akan hal ini. Betapa Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam dengan segala kesempurnaan seorang lelaki, dengan ilmu sebagai seorang Rasul, dengan dukungan para Malaikat, wahyu dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Namun demikian, Beliau sering menemukan solusi bagi problematika yang Beliau hadapi. Di mana? Bukan di konsultan, bukan dari seorang yang gagah perkasa, tetapi Beliau menemukan solusi itu pada istrinya yang berusaha memandang, menilai, dan mengurai problematika dengan kelembutan seorang wanita dan kasih sayang seorang wanita yang setia.

Suatu hari Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam ketika Perang Hudaibiyah. Nabi Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam membawa pasukannya, para sahabat yang telah sekian lama merindukan Kota Mekkah.

Terlebih kaum Muhajirin, yang telah sekian lama terusir dari kampung halamannya. Telah sekian lama mereka tidak berkesempatan untuk bisa berthawaf di sekitar Ka'bah. Rasa rindu yang luar biasa. Setelah sekitar 7 tahun, kesempatan itu terbuka kembali. Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam bersama para sahabat memutuskan untuk ke Mekkah, pergi ke Mekkah menunaikan umrah.

Namun demikian di tengah jalan, ketika Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam telah tiba di daerah Hudaibiyah, perbatasan kota Mekkah alias sesaat lagi umroh telah di depan mata, Ka'bah telah di depan mata. Ternyata Quraisy telah keluar dengan segala kemampuan yang mereka miliki, pasukan yang mereka miliki.

Mereka bertekad untuk menghalangi Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam dengan para sahabatnya agar tidak menunaikan ibadah umroh pada saat itu. Maka negoisasi demi negoisasi telah dilangsungkan agar kaum muslimin bisa menunaikan ibadah umroh.

Namun Quraisy tetap bersikukuh bahwa Nabi beserta para sahabat tidak boleh menunaikan ibadah umrah pada tahun tersebut, mereka harus kembali. Karena Quraisy ingin menjaga supremasinya sebagai penguasa Arab, bahwa siapapun tidak bisa sesuka hatinya berthawaf keliling di sekitar Ka'bah kecuali atas izin dan restu dari Quraisy.

Maka Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam dengan segala pertimbangan dan juga atas petunjuk wahyu dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla, Nabi memerintahkan para sahabat untuk tahallul, mengurungkan niat menunaikan ibadah umroh. Dengan konsekuensi para sahabat setelah perjanjian Hudaibiyah tersebut akan diberi kesempatan menunaikan ibadah umroh.

Kapan? Pada tahun depan, dengan ketentuan ketika para sahabat menunaikan ibadah umroh, Quraisy akan keluar dari perumahannya, dari rumah masing-masing, menjauh, tidak ingin menyaksikan, tidak ingin hadir menyaksikan langsung Nabi dan para sahabat menunaikan ibadah umroh.

Tentu para sahabat yang hari itu berjumlah besar, lebih dari 1.300 pasukan. Dengan membawa senjata yang lengkap, mereka merasa telah memiliki kekuatan untuk melawan arogansi Quraisy. Para sahabat kecewa, rindu terhadap Ka'bah. Arogansi Quraisy tiada henti.

Maka para sahabat mengharapkan agar Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam menganulir perintah tersebut. Perintah untuk bertahallul, mengakhiri, atau membatalkan ibadah umroh.

Maka para sahabat ketika membatalkan perintah ini mereka semua tidak mematuhi perintah Nabi. Dengan harapan Nabi melihat kesungguhan dan jiwa patriotik para sahabat yang siap berkorban melawan arogansi Quraisy.

Namun demikian Wahyu telah turun, memerintahkan Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam dan para sahabat untuk kembali ke kota Madinah. Dan menjalankan poin-poin kesepakatan dengan orang-orang Quraisy.

Maka rasa kecewa para sahabat menjadikan mereka lupa daratan. Amarah, rasa kecewa yang begitu besar menjadikan mereka lupa, bahwa mereka berhadapan dengan Rasul. Mereka mendapatkan perintah dari Rasul yang,

وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلْهَوَىٰٓ

“Tidaklah dia berkata-kata dari hawa nafsu.” [QS An-Najm: 3]

Tapi,

إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْىٌ يُوحَىٰ

“Semua itu adalah Wahyu yang Allah turunkan kepada Beliau.” [QS An-Najm: 4]

Ketika Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam menyaksikan para sahabat yang tidak satupun mereka tunduk dan patuh kepada perintah Beliau, maka Beliau murka dan kecewa dengan sikap sahabatnya ini. Maka Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam masuk ke salah satu tenda istri Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam yaitu, Ummu Salamah.

Dalam kondisi mukanya memerah marah, maka Ummu Salamah dengan kelembutan seorang wanita berusaha memberikan solusi yang penuh dengan kelembutan namun sangat efektif. Beliau dengan kehangatan seorang istri menghampiri Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam. Menunjukkan rasa empati dengan apa yang sedang dialami oleh Nabi.

مَنْ أَغْضَبَكَ أَغْضَبَهُ اللَّهُ

Wahai suamiku, wahai Rasul, siapakah yang telah menjadikan Engkau murka? Semoga Allah jadikan dia murka pula. Semoga Allah balas perbuatan dia yang telah menjadikan Engkau murka, Allah jadikan dia murka juga.

Nabi mengatakan, “Wahai Ummu Salamah, bagaimana Aku tidak marah? Bagaimana aku tidak kecewa? Aku seorang Rasul, Aku pemimpin, Aku perintahkan sahabatku untuk tahallul, menghentikan, membatalkan rencana umroh. Namun,

فلا أطاع

“Tidak satupun yang taat, tidak satupun yang tunduk kepada Ku.”

Maka ummu Salamah naluri seorang istri yang penuh dengan kelembutan, Beliau bertanya kepada Nabi,

أَوى تُحِبُّ ذَلِكَ،

Wahai suamiku, apakah engkau betul-betul menginginkan agar para sahabatmu semuanya bertahallul?

قال: بالا

“Ya betul, Aku menginginkan itu”, kata Nabi.

Maka Ummu Salamah dengan kelembutan seorang wanita memahami bagaimana solusi paling jitu. Beliau bisa memahami apa yang ada di perasaan para sahabat. Apa yang menimpa para sahabat dengan perintah ini? Kecewa, amarah, sehingga menjadikan mereka lepas kontrol, emosi yang begitu memuncak menjadikan para sahabat lupa, bahwa mereka berhadapan dengan perintah Nabi.

Maka Ummu Salamah berkata kepada Nabi dengan lembutnya,

اخْرُجْ ثُمَّ لاَ تُكَلِّمْ أَحَدًا

Wahai Nabi, kalau engkau betul-betul menginginkan agar para sahabat bertahallul mengurungkan ibadah umrohnya, maka segera engkau keluar lagi dari tenda ini. Jangan engkau berbicara dengan siapapun sampai engkau panggil tukang cukurmu, kemudian dia segera mencukur rambutmu. Niscaya mereka semua akan berbondong-bondong mengikutimu, menuruti perintahmu.

Maka Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam sadar bahwa ternyata solusi seorang istri yang penuh dengan kelembutan, efektif. Beliau pun mulai sadar bahwa ternyata solusinya begitu sederhana. Hanya dibutuhkan kelembutan. Ketegasan perintah, kewibawaan, kecerdasan kadangkala terbukti kurang efektif. Kecuali bila dibingkai dengan kelembutan seorang perempuan.

Kearifan seorang lelaki, keberanian, ketegasan instruksi ataupun perintah ternyata membutuhkan satu kemasan yang lembut, satu kemasan yang bijak dari seorang wanita, sentuhan seorang wanita yang seringkali wanita itu secara komunikasi, secara bahasa kurang mampu. Tetapi mereka lebih pandai mengutarakan isi hati dengan sebuah aksi atau tindakan atau ekspresi.

Maka Nabi ketika memahami arahan ataupun saran dari Ummu Salamah, Beliau segera keluar dari tenda. Beliau panggil tukang cukur dan segera mencukur rambut Beliau.

Ketika para sahabat melihat Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam betul-betul telah mencukur rambutnya, maka tidak ada lagi tersisa ruang untuk adanya nasakh, adanya anulir perintah. Tidak mungkin ada Wahyu yang menganulir, membatalkan perintah untuk tahallul.

Maka segera mereka berbondong-bondong, mencukur rambutnya. Namun masih dalam kondisi emosi, marah, kecewa dengan Quraisy yang telah menjadi biangnya, gagalnya, urungnya ibadah umroh mereka. Tertundanya obat rasa rindu mereka, rasa rindu mereka tertunda, belum mendapatkan obatnya dengan menunaikan ibadah umroh.

Subhanallah. Nabi, dengan keilmuannya. Nabi, dengan segala bimbingan dari Allah Azza Wa Jalla, Wahyu yang turun kepada beliau. Ternyata sentuhan lembut wanita tetap dibutuhkan kehadirannya dalam kehidupan Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam . Subhanallah.

Semoga apa yang disampaikan menjadikan keluarga kita betul-betul Baiti Jannaty, Rumah Tanggaku Adalah Surgaku.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته


•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.