F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-05 - Pengendalian Emosional Rumah Tangga Rasulullah Ketika Perselisihan dan lainnya

Pengendalian Emosional Rumah Tangga Rasulullah Ketika dalam Kondisi Perselisihan dan lainnya
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 JUM'AT | 21 Rabi'ul Akhir 1443H | 26 November 2021M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-005
https://drive.google.com/file/d/1xkGX-Ce10irL7prn_UVjeIaFzO1ciMYX/view?usp=sharing

Pengendalian Emosional Rumah Tangga Rasulullah Ketika dalam Kondisi Perselisihan dan lainnya


بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله و صحبه ومن والاه أمام بعد

Pada kesempatan ini saya ingin mengajak Anda untuk sedikit menyelami bagaimanakah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memanage, mengendalikan emosional beliau, baik ketika senang ataupun ketika sedih, marah, kecewa, ataupun sedang bahagia, karena dengan pengendalian diri inilah keberhasilan dalam mengarungi rumah tangga itu akan terwujud.

Demikian pula tatkala berada dalam kondisi perbedaan, perselisihan, ataupun dalam kondisi emosional yang lainnya. Ketika suami marah, atau istri marah, suami kecewa, ataupun istri kecewa, tidak sepatutnya kekecewaan terhadap pasangan itu menjadikan kita lepas kontrol.

Misalnya; suami karena marah dengan istri, memukul, menyiksa, menyakiti hati ataupun fisik istrinya, tentu itu tidak tepat. Sampai-sampai Nabi shallallahu alayhi wa sallam mengatakan:

لا يضرب أحدكم امرأته كما يضرب البعير أول النهار ثم يضاجعها آخر النهار
"Tidaklah layak seorang muslim memukul, menyakiti istrinya sebagaimana dia memukul unta, kemudian faktanya kalau malam tiba dia menggauli istrinya kembali."
Itu satu perilaku yang tidak sepatutnya dilakukan. Bengis, hilang rasa, baru saja melampiaskan amarah dengan pukulan, kemudian dia mengharapkan layanan. Dia menggaulinya, dia melampiaskan nafsunya kepada wanita tersebut, tentu ini mencerminkan perilaku yang sangat buruk, akhlak yang sangat rendah.

Mungkin Anda berkata, "Bukankah Nabi tidak pernah marah kepada istrinya? Bukankah beliau adalah orang yang paling sabar, orang yang paling baik akhlaknya?" Iya, betul. Tetapi bukan berarti Nabi tidak pernah marah.

Nabi pernah marah kepada keluarganya, Nabi pun pernah kecewa dengan keluarganya. Tetapi marahnya, kecewanya, tidak dilampiaskan dengan membabi buta, memukul, menghina, menyakiti, itulah yang disimpulkan oleh Aisyah Radhiyallahu Ta'ala 'anha. Beliau mengatakan:

مَا ضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ ـ صلى الله عليه وسلم ـ بِيَدِهِ قَطُّ لم امْرَأَةً وَلاَ ضَرَبَ ولا خَادِمًا

Nabi tidak pernah memukul dengan tangannya, Nabi tidak pernah menggunakan tangannya untuk memukul seseorang sama sekali, tidak istrinya, tidak budaknya.

Kecuali bila agama Allāh telah dinodai, maka bila beliau mendapat agama Allāh dinodai beliau akan segera bangkit menuntut menegakkan hukum Allāh Subhanahu wa Ta'ala.

Ketika beliau marah, beliau tidak lepas kontrol, sebagaimana ketika beliau senang beliau juga tidak lepas kontrol. Beliau tetap berada dalam kendali, beliau tetap berada dalam koridor syari’at.

Ini keteladanan yang seharusnya kita bangun. Sehingga pada saatnya betul-betul kita akan secara natural (alami) hati kita berawal dari kita, hati kita kemudian berlanjut dengan lisan kita. Kita akan berikrar Baiti Jannati (بيتي جنتي).

Sungguh rumah tangga yang dibangun dengan keteladanan kepada Nabi shallallahu alayhi wa sallam akan menghasilkan rumah tangga yang sangat indah بيتي جنتي (rumahku adalah surgaku).

Apalagi kalau semuanya itu, rumah tangga itu dibangun dengan nuansa ibadah, apapun yang dilakukan itu tujuannya adalah untuk menegakkan ibadah ihtisab alallah (إحتساب علي الله).

Ketika suami memberi nafkah, ketika suami bersabar dengan istrinya bukan karena takut, bukan karena dituntut, bukan karena merasa terhina, atau terpaksa, tidak. Semuanya itu karena ibadah.

Suatu hari Nabi shallallahu alayhi wa sallam bersabda menggambarkan fakta ini, dan ini nyata dalam kehidupan beliau. Bahwa apapun yang engkau berikan kepada istrimu termasuk sesuap makanan yang engkau berikan,

حتى لقمة تجعلها في فم امرأتك لك بها صدقة
“Sesuap makanan yang engkau berikan kepada istrimu itu adalah bernilai ibadah yaitu bernilai sedekah.”
Sampai pun ketika engkau menggauli istrimu,

وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ
“Ketika engkau menggauli istrimu maka itu bernilai ibadah (bernilai sedekah).”
Kenapa? Karena dengan engkau menggauli istrimu, engkau telah membentengi dirimu dari perbuatan zina, dan engkau juga telah membentengi istrimu dari perbuatan zina.

Subhanallah. Pola pikir yang dibangun begitu indah, andai kita semua mampu meneladani sehingga apapun yang kita lakukan.

Kita duduk di rumah ataupun kita pergi beraktifitas (bekerja), berkarya ataupun kita meladeni istri kita dalam berbicara, bercengkrama, semuanya kita niatkan untuk ibadah kepada Allāh. Niscaya rumah tangga kita betul-betul rumah tangga yang akan harmonis dan aura surga itu akan betul-betul terasa dalam rumah tangga kita.

Baiti Jannati (بيتي جنتي) Rumahku adalah Surgaku.

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini, kurang dan lebihnya mohon maaf.


وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.