F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-57 Bab Waktu Shalat Wajib Bag. 1

Audio ke-57 Bab Waktu Shalat Wajib Bag. 1
🗓 SELASA | 20 Dzulqa’dah 1445 H | 28 Mei 2024 M
🎙 Oleh: Ustadz Anas Burhanuddin, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-57
https://drive.google.com/file/d/1TRal4vmPuT1Gd5RTkPRjbbLoaTn6Pf-Z/view?usp=sharing

📖 Bab Waktu-Waktu Shalat Wajib (Bag. 1)

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمدلله رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين سيدنا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين
أما بعد
Anggota grup WhatsApp Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allāh subhānahu wa ta’ālā.

Kita lanjutkan kajian kita dari kitab Matnul Ghāyah wat Taqrīb (متن الغاية والتقريب) karya Abu Syuja’ Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā.

Dan pertemuan ini adalah pertemuan yang pertama untuk kitābush shalāh (كتاب الصلاة) setelah kita menyelesaikan pembahasan kitābuth thahārah (كتاب الطهارة). Hari ini kita berpindah ke kitābush shalāh (كتاب الصلاة), kitab tentang shalat.

Dan shalat secara bahasa artinya adalah doa, sedangkan dalam istilah shalat adalah amalan khusus yang dikenal oleh umat Islam dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam.

Abu Syuja' Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā mengatakan,

الصَّلاَةُ المَفْرُوْضَةُ خَمْسٌ

Shalat fardhu, shalat yang wajib itu ada 5 (lima). Ini berdasarkan hadist Isra' wal Mi'raj bahwasanya Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam diperintahkan untuk shalat pada awalnya 50 (lima puluh) kali kemudian beliau masih terus kembali kepada Allāh subhānahu wa ta’ālā untuk meminta keringanan dan akhirnya kewajiban itu berakhir pada angka 5 (lima) dan Allāh subhānahu wa ta’ālā berfirman, dalam hadits ini

هِيَ خَمْسٌ وَهِيَ خَمْسُونَ

(Muttaqun ‘alaih)

Dia adalah lima waktu tapi dia lima puluh dari sisi pahala karena satu kebaikan itu dilipatgandakan menjadi sepuluh kali atau lebih, walhamdulillāh.

Dan masing-masing dari lima waktu ini memiliki waktu-waktu khusus yang telah ditentukan. Sebagaimana firman Allāh subhānahu wa ta’ālā,

اِنَّ الصَّلٰوةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتٰبًا مَّوْقُوْتًا
Sungguh shalat itu adalah kewajiban yang telah ditentukan waktunya bagi orang-orang yang beriman. [QS An-Nisa: 103].
Karenanya, hendaknya setiap muslim memperhatikan ibadah yang agung ini dan mengerjakannya pada waktunya yang telah ditentukan, jangan sampai memulai shalat sebelum waktunya masuk dan jangan juga sampai melalaikan shalat hingga waktunya lewat.

Abu Syuja’ Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā kemudian mengatakan,

الظُّهْرُ: وَأَوَّلُ وَقْتِهَا زَوَالُ الشَّمْسِ

1. Shalat zhuhur

Awal waktunya adalah saat matahari tergelincir.

Shalat yang pertama disebut adalah shalat zhuhur karena shalat ini yang disebut pertama kali dalam hadits Jibril ketika Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam diajari tentang waktu-waktu shalat oleh beliau yaitu Jibril ‘alaihissalām. Beliau memulai dengan shalat zhuhur maka biasanya para fuqaha juga memulai penyebutan dengan shalat zhuhur dahulu.

Disebut zhuhur dari kata zhāhiralaihiر) karena jelas. _Zhāhir (ظاهر) artinya jelas dan waktu zhuhur adalah waktu yang sangat jelas dan terang karena terletak di tengah hari.

Awal waktunya adalah saat matahari tergelincir karena Jibril ‘alaihissalām memulai shalat zhuhur di hari yang pertama saat matahari tergelincir maka kemudian para ulama ijma sepakat bahwasanya awal waktu zhuhur adalah saat matahari tergelincir.

Jadi sebelum matahari tergelincir ada yang namanya waktu istiwa', waktu di mana matahari persis di atas kita. Nah itu adalah waktu larangan untuk shalat sunnah, itu belum masuk waktu shalat zhuhur.

Dan shalat zhuhur baru masuk ketika nanti matahari mulai condong ke arah barat. Jadi ketika benda-benda mulai memiliki bayang-bayang walaupun hanya sedikit. Saat itulah tibanya waktu zhuhur.

Imam Nawawi rahimahullāhu ta’ālā menjelaskan bahwasanya kita bisa memasang sebuah tombak misalnya dan bayangan tombak ini akan terus mengecil-mengecil sebelum istiwa’ (sebelum zhuhur) dia akan mengecil-mengecil semakin pendek, kemudian sampai titik di mana tongkat ini tidak punya bayangan sama sekali dan ketika tongkat ini mulai memiliki bayangan lagi maka itulah masuknya waktu zhuhur. Dan awal waktu zhuhur adalah satu waktu yang disepakati oleh para ulama.

Kemudian beliau mengatakan,

وَآخِرُهُ إِذَا صَارَ ظِلُّ كُلِّ شَيْءٍ مِثْلَهُ بَعْدَ ظِلِّ الزَّوَالِ

Dan akhir waktunya adalah ketika bayangan suatu benda memiliki ukuran yang sama dengan benda tersebut setelah bayangan zawāl (زوال) setelah condongnya matahari.

Adapun akhir waktu zhuhur adalah ketika bayangan tadi kemudian bertambah, bertambah, bertambah kemudian sampai titik dimana bayangan itu memiliki ukuran yang sama dengan benda itu sendiri.

Misalnya kalau kita punya tongkat yang tinggi satu meter maka bayangannya juga mencapai satu meter. Nah ini adalah akhir waktu zhuhur. Beliau mengatakan titik di mana bayangan memiliki ukuran yang sama dengan benda tersebut tapi setelah zawāl (زوال).

Kenapa disebut demikian? karena benda ini pernah memiliki bayangan yang ukurannya sama dengan benda tersebut sebelum zawāl (زوال). Jadi kita di pagi hari kita akan melihat bahwasanya bayangan kita, bayangan benda-benda disekitar kita itu sangat panjang kemudian dia berkurang, berkurang, berkurang kemudian ada titik di mana bayangan itu memiliki ukuran yang sama dengan bendanya. Nah kalau ini terjadi di pagi hari maka itu bukan akhir waktu zhuhur tentunya.

Akhir waktu zhuhur adalah ketika suatu benda memiliki bayangan yang ukurannya sama dengan benda tersebut tapi itu setelah waktu zawāl (زوال). Jadi menjelang sore bayangan ini kembali memanjang-memanjang kemudian ada satu titik dimana benda tersebut memiliki bayangan yang memiliki ukuran yang sama. Jadi hadits Jibril adalah salah satu pokok dalam penentuan waktu shalat fardhu ini namun karena hadits ini terjadi di Mekkah di awal pensyari’atan shalat maka ada beberapa hukum yang kemudian dihapuskan oleh hadits-hadits yang lain atau mansukhahwasanya waktu shalat di hari yang pertama adalah awalnya dan waktu shalat di hari yang kedua adalah akhirnya.

Jadi hadits Jibril adalah salah satu pokok dalam penentuan waktu shalat fardhu ini, namun karena hadits ini terjadi di Mekkah di awal pensyari’atan shalat maka ada beberapa hukum yang kemudian dihapuskan oleh hadits-hadits yang lain atau mansukh.

Demikian, wallāhu ta’ālā a’lam

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.