F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-104 Syarikat Dagang – Ketentuan Lain Bagian Pertama

Audio ke-104 Syarikat Dagang – Ketentuan Lain Bagian Pertama
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 RABU | 11 Sya’ban 1445H | 21 Februari 2024M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-104
https://drive.google.com/file/d/1vNpdWJHstobFO2LQpDo-d38N0NvJu6hZ/view?usp=sharing

📖 Syarikat Dagang – Ketentuan-Ketentuan Lain (Bagian Pertama)


بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة و السلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه أمام بعد

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kita memasuki pembahasan tentang serikat perdagangan atau yang dikenal dengan As-syirkah. Al Imam Abu Syuja'mengatakan,

وأن يكون الربح والخسران على قدر المالين

Hendaknya ketentuan dalam berserikat dagang kalau mendapatkan keuntungan, demikian pula sebaliknya, kalau terjadi kerugian maka pembagian keuntungan demikian pula pembagian tanggung jawab atas kerugian yang terjadi harus berbanding lurus dengan komposisi modal masing-masing.

Barangsiapa yang modalnya sebesar 30%, maka dia hanya berhak mendapatkan keuntungan sebesar 30% dari keuntungan yang berhasil didapatkan. Demikian pula kalau ternyata terjadi kerugian maka pemodal yang nominal modalnya sebesar 30%, dia hanya berkewajiban menanggung kerugian sebesar 30% dari kerugian yang terjadi.

Ada dua hal disini, keuntungan dan kerugian. Dalam hal keuntungan telah diutarakan bahwa acuan dalam pembagian keuntungan dalam Madzhab Syafi'i itu hanya komposisi modal.

Adapun skill masing-masing karena yang namanya serikat dagang itu kedua belah pihak atau lebih itu menyetorkan modal dan mereka semua terlibat dalam perdagangannya dalam pengelolaan modal tersebut. Dan yang menjadi acuan dalam pembagian keuntungan dalam Madzhab Syafi'i hanya komposisi modal.

Adapun perbedaan skill yang dimiliki oleh masing-masing pemodal diabaikan dalam Madzhab Syafi'i. Tentu kita akan berkata, “kok bisa diabaikan?”. Padahal secara de facto seringkali skill lebih dominan perannya dalam mendatangkan keuntungan dibanding sekedar modal.

Karena itulah pendapat ini kemudian dikritisi oleh para ulama yang lain. Mereka mengatakan, “mengabaikan peran skill dalam pembagian modal ini kurang adil”. Karena secara de facto seringkali keahlian seseorang, pengalaman, relasi, ketajaman analisa, kepekaan naluri dalam berdagang.

Bahkan sebagian orang mengatakan perdagangan ialah sebuah seni, ada seninya. Orang yang tidak menjiwai dia tidak akan bisa menguasai perdagangan. Bisa jadi dia punya modal besar tetapi dia tidak mempunyai jiwa perdagangan. Seni berdagang dia tidak punya. Sehingga dia tidak banyak bisa mendapatkan keuntungan. Walaupun modal dia besar.

Sebaliknya bisa jadi partner yang modalnya lebih kecil, tetapi dia punya skill dalam perdagangan, bahkan dia punya seni betul-betul menjiwai perdagangan. Sehingga perdagangan itu bisa dijalankan dengan dinamis, dengan indah, sehingga bisa mendatangkan keuntungan yang lebih besar.

Karena itulah mereka mengatakan, “Mengabaikan peran skill masing-masing partner dalam pembagian modal ini tidak tepat.” Sehingga kemudian mereka mengatakan bahwa, “Pembagian keuntungan itu mengacu pada komposisi modal masing-masing dan juga peran skill masing-masing”.

Kemampuan perdagangan masing-masing, peran masing-masing dalam mendatangkan keuntungan. Sehingga siapapun yang perannya lebih dominan mendapatkan keuntungan boleh mempersyaratkan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar persentasenya dibanding persentase komposisi modal yang disetorkan.

Kenapa? Karena modal dia juga punya kontribusi dalam mendatangkan keuntungan dan ternyata skill dia memiliki peran yang dominan dalam mendatangkan keuntungan.

Sehingga bisa jadi salah satu partner, dia pemegang saham minoritas, tetapi karena skill dia luar biasa, bisa jadi dia mendapatkan komposisi pembagian keuntungan yang lebih besar. Modal dia mungkin 30% tapi karena skill dia yang luar biasa, dia mempersyaratkan untuk mendapatkan bagian keuntungan sebesar 50%.

Praktek semacam ini oleh ulama lain, selain penganut Madzhab Syafi'i semisal para penganut Madzhab Maliki, sebagian penganut Madzhab Hambali dibenarkan. Dan ini sesuai dengan fakta.

Karenanya, Wallahu Ta'ala A'lam. Mengakomodir peran skill (keahlian) dalam berdagang nampaknya inilah pendapat yang lebih kuat dan lebih relevan dengan fakta yang ada di lapangan. Sehingga ini lebih dekat pada keadilan. Karena memang salah satu pondasi hukum-hukum perdagangan dalam Islam adalah keadilan.

Sehingga aspek keadilan betul-betul selalu diusahakan agar nyata dan real dalam setiap hukum perdagangan, hukum interaksi. Karena substansi inti dari interaksi komersial sesama manusia itu adalah untuk mewujudkan keadilan. Untuk mewujudkan apa? Keuntungan yang keuntungannya itu di dapat dengan cara-cara yang adil. Sehingga tidak ada praktek kedzaliman, tidak ada praktek manipulasi, tipu-menipu, curang dan yang serupa.

Sehingga yang lebih rajih adalah boleh mengakomodir 2 peran. Peran komposisi modal dan kemampuan berdagang dalam pembagian keuntungan. Tidak harus selalu berbanding lurus dengan komposisi modal.

Catatannya asalkan perbedaan komposisi keuntungan dengan modal tersebut dasarnya adalah karena perbedaan skill, bukan karena intimidasi, bukan karena kesewenang-wenangan tapi betul-betul karena alasan yang relevan. Yaitu karena dia lebih dominan dalam peran mendatangkan keuntungan ataupun dalam menjalankan roda-roda unit usaha yang dijalankan.

Adapun kerugian telah terjadi konsensus (kesepakatan) di kalangan para ulama, bahwa kerugian hanya boleh ditanggung sebesar komposisi modal. Apapun yang terjadi semua partner itu memiliki skill yang sama, modal yang sama atau memiliki skill yang berbeda dan modal yang berbeda. Tetapi ketika terjadi kerugian maka masing-masing dari mereka hanya menanggung kerugian sebesar komposisi dari modal yang dia setorkan.

Walaupun bisa jadi satu dari mereka lebih dominan dalam menjalankan usaha tersebut. Sehingga ketika mendapatkan keuntungan, dia lebih mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Tetapi dalam hal kerugian, para ulama telah bersepakat “Kerugian hanya boleh dibebankan sebesar sebanding dengan komposisi modal masing-masing”.

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta'ala menambahkan taufik dan hidayah-Nya kepada kita semuanya. Kurang dan lebihnya mohon maaf.

وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.