F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-44 Bab Menghilangkan Najis Bag 1

Audio ke-44 Bab Menghilangkan Najis Bag. 1
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 KAMIS | 19 Sya’ban 1445 H | 29 Februari 2024 M
🎙 Oleh: Ustadz Anas Burhanuddin, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-44
https://drive.google.com/file/d/1zszH-1TKW-sVMcA71EcyzpAnxVlbShea/view?usp=sharing

📖 Bab Menghilangkan Najis Bag. 1


بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمدلله رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين سيدنا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين
أما بعد
Anggota grup WhatsApp Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allāh subhānahu wa ta’ālā.

Kita lanjutkan kajian kita dari kitab Matnul Ghāyah wat Taqrīb (متن الغاية والتقريب) karya Abu Syuja’ Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā.

Dan hari ini in sya Allāh kita akan membahas bersama tentang pasal izālatun najāsah (إزَالَةُ النَّجاسةِ), menghilangkan najis.

Setelah pada pertemuan sebelumnya telah kita bahas bersama tentang pasal tayammum. Dan dari apa yang telah kita pelajari bersama kita dapatkan bahwasanya sifat tayammum dalam Madzhab Syafi'i adalah; berniat, kemudian memukul dua kali (memukulkan tangan ke tanah sebanyak dua kali), kemudian dengan setiap pukulan itu kita mengusap wajah untuk yang pertama. Kemudian yang kedua adalah kita mengusap kedua tangan kita sampai siku.

Jadi kita pukulkan tangan kita ke tanah, kemudian kalau ada banyak tanah disunnahkan untuk ditiup, kemudian kita usap wajah kita (semuanya), kemudian pukul satu lagi kemudian kita tiup lagi jika banyak, jika tidak banyak tidak perlu ditiup, tapi kalau tanah yang cukup banyak kita bisa tiup, kemudian dengannya kita mengusap kedua tangan kita sampai siku seperti dalam wudhu. Demikian cara tayammum dalam Madzhab Syafi'i.

Adapun cara tayammum untuk hadits Ammar bin Yasir radhiyallāhu ‘anhuma, yang merupakan hadits yang paling shahih dalam cara tayammum, disebutkan

إِنَّمَا يَكْفِيكَ أَنْ تَضْرِبَ بِيَدَيْكَ ثُمَّ تَنْفُخُ فِيهَا ثُمَّ تَمْسَحُ بِها وَجْهَكَ وَكَفَّيْكَ
Cukup bagimu wahai Ammar bin Yasir untuk memukulkan kedua tanganmu ke tanah, kemudian engkau meniupnya, kemudian engkau mengusap dengan tanganmu itu wajahmu dan kedua telapak tanganmu.(HR Bukhari)
Ini adalah hadits yang paling shahih dalam cara tayammum. Dan kita sudah jelaskan bahwasanya hadits yang menyebutkan mengusap sampai kedua siku dilemahkan oleh para muhadditsin di antaranya adalah Adz-Dzahabi dan juga Al-Albaniy rahimahumallāhu ta’ālā.

Maka menurut hadits Ammar bin Yasir ini, maka gerakan tayammum menjadi lebih sederhana yaitu kita pukulkan tangan kita ke tanah kemudian kita tiup jika tanahnya banyak, kemudian dengan satu pukulan ini kita usap wajah kita dan kedua telapak tangan kita sampai pergelangan tangan saja. Ini ringkasnya sedemikian rupa.

Dan hari ini kita akan berpindah kepada pasal izālatun najāsah (إزَالَةُ النَّجاسةِ) setelah sebelumnya kita membahas tayammum, sebelumnya lagi membahas tentang mandi, sebelumnya lagi membahas tentang wudhu, dan semua pasal-pasal yang sebelumnya ini berhubungan dengan ath-thaharah min al-hadats (الطَّهَارَةُ مِن الحَدَثِ).

Jadi seperti yang dijelaskan di depan, bahwasanya bersuci itu ada dua macam, yang pertama adalah bersuci dari hadats kemudian yang kedua adalah bersuci dari najās (نجاس), ath thahārah minan najās (الطَّهَارَةُ مِن النَّجاس). Jadi pembahasan tentang jenis thaharah yang pertama yaitu ath-thahārah min al-hadats (الطَّهَارَةُ مِن الحَدَثِ) sudah selesai, wudhu, mandi, tayammum, sudah kita bahas.

Sekarang kita masuk ke jenis thaharah yang kedua yaitu ath thahārah minan najās (الطَّهَارَةُ مِن النَّجاس), bersuci dari najis

Dan untuk membedakan antara hadats dengan najis, saya akan gambarkan bahwasanya ketika seseorang kencing (misalnya), maka keluarnya kencing dari kemaluan seseorang itu namanya hadats tapi kencing yang keluar namanya najis. Jadi keluarnya kencing adalah hadats dan kencing itu sendiri adalah najis.

Demikian juga ketika orang berak, ketika tinja keluar maka itu adalah hadats kemudian tinjanya adalah najis. Ketika orang kentut maka keluarnya kentut ini adalah hadats sedangkan kentutnya tidak disebut najis karena kentut tidak najis.

Kedua thaharah ini kadang-kadang berkumpul dan kadang-kadang sendiri-sendiri. Artinya ketika kita kencing kemudian kita ingin shalat, maka di sini kita wajib untuk melakukan dua thaharah sekaligus. Yang pertama kita bersuci dari najis, kita menghilangkan najis yang ada, kita bersihkan najis dari badan kita, kemudian juga kita bersihkan najis dari kamar mandi, kita siram.

Kemudian kalau kita mau shalat, maka kita segera berwudhu. Jadi kegiatan di kamar mandi itu pada saat kita membersihkan kencing, kita menyiram air kencing itu namanya menghilangkan najis. Sedangkan saat kita berwudhu maka berarti kita sedang mengangkat hadats.

Kadang-kadang izālatun najāsah (إزَالَةُ النَّجاسةِ) itu sendiri, tidak harus seiring dengan mengangkat hadats. Orang yang kencing tapi dia tidak ingin shalat, maka cukup baginya untuk melakukan satu thaharah saja, yaitu menghilangkan najis. Nanti ketika mau shalat dia baru wudhu, maka dengan begitu dia mengangkat hadatsnya.

Di sini menghilangkan najis berdiri sendiri. Orangnya tidak mau shalat, maka dia cukup menghilangkan najis saja. Dan kadang-kadang kita juga mengangkat hadats sendiri tanpa menghilangkan najis. Misalnya ketika kita kentut, atau kita tertidur atau kita memegang dzakar, di situ tidak ada najis tetapi di situ kita berhadats.

Kita berhadats, karena kita kentut, karena kita tidur yang dalam (tidur yang nyenyak) atau kita memegang kemaluan, maka itu adalah hadats. Kalau kita ingin shalat cukup kita berwudhu saja tanpa menghilangkan najis, karena tidak ada najis dalam perkara-perkara yang kita sebutkan di atas.

Jadi intinya dua thaharah ini, thahārah min al-hadats (طَّهَارَة مِن الحَدَثِ) dan thahārah minan najās (طَّهَارَة مِن النَّجاس), kadang-kadang berkumpul di satu tempat dan kadang-kadang terpisah-pisah sendiri sesuai dengan kondisi yang kita hadapi dan itu semuanya adalah ibadah kepada Allāh subhānahu wa ta’ālā yang harus diketahui hukumnya oleh setiap muslim.

Demikian, wallāhu ta’ālā a’lam.

In sya Allāh akan kita teruskan pembahasannya pada sesi yang selanjutnya.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلموآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.