F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-109 Wakalah - Bagian Ketiga

Audio ke-109 Wakalah - Bagian Ketiga
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 RABU | 18 Sya’ban 1445H | 28 Februari 2024M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-109
https://drive.google.com/file/d/1zjw9Fe1bLfprnwqSF0AczYC2hS8R_D0s/view?usp=sharing

📖 Wakalah - Bagian Ketiga


بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة و السلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه أمام بعد


Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kita sampai pada pembahasan Al-Wakalah (الوكالة), yaitu Perwakilan.

Yang dimaksud secara khusus adalah wakalah dalam masalah hal-hal yang bersifat muamalah. Karena tema kita adalah berkaitan dengan tema muamalah.

Bab wakalah ini disebut oleh para fuqoha dalam bab muamalah, peniagaan atapun transaksi yang terjadi di antara sesama manusia.

Adapun dalam hal ibadah praktis seperti shalat (misalnya). Anda berkewajiban untuk shalat. Shalat untuk diri sendiri. Anda shalat Maghrib, shalat Isya untuk diri anda tapi anda tidak boleh mewakilkan kepada orang lain. Anda juga tidak boleh mewakili orang lain dalam mendirikan shalat. Apa bedanya?

Padahal anda kalau shalat untuk diri anda sendiri sah tapi kenapa anda tidak boleh mewakili, anda juga tidak boleh mewakilkan. Anda misalnya berkata kepada orang-orang, "tolong wakili saya shalat maghrib". Jawabannya, tidak boleh, tidak sah.

Kenapa? karena shalat itu merupakan ibadah yang Allah azza wa jalla inginkan agar anda menjalankan ibadah itu secara langsung sehingga ibadah itu bukan hanya lahiriahnya yang ruku’ dan sujud, kemudian tasyahud serta salam, tidak!

Tetapi tentu dibutuhkan penghayatan, dibutuhkan kehadiran hati, ketika anda menunaikan ibadah tersebut.

Para ulama sepakat dalam urusan shalat tidak boleh ada wakil mewakili. Tetapi dalam hal zakat, maka zakat boleh anda mewakilkan pendistribusian zakat kepada orang lain atau penghitungan zakat kepada orang lain. Sebagaimana anda juga berhak atau boleh mewakilkan kepada orang lain untuk menerima zakat dari orang yang kaya, anda orang miskin misalnya.

Anda boleh menunjuk orang lain, "Tolong ambilkan distribusi zakat" atau "pembagian zakat untuk saya yang dibagi oleh si Fulan", seorang muzaki Fulan (misalnya).

Dalam masalah puasa, para ulama sepakat bahwa dalam kondisi normal puasa tidak boleh diwakili. Anda tidak boleh sewa orang untuk puasa ramadhan, kemudian anda bebas makan di siang ramadhan, dalam kondisi normal dalam kondisi normal anda tidak boleh mewakili ataupun mewakilkan orang lain dalam hal urusan puasa.

Kenapa? Karena Islam menginginkan agar anda betul-betul merasakan ibadah tersebut, sehingga secara lahiriyah atau pun secara batin anda betul-betul terlatih untuk menahan nafsu. Dari nafsu makan, nafsu minum, nafsu birahi anda.

Kenapa dalam masalah zakat kok boleh diwakilkan? Yah, substansi dari zakat adalah sampainya, terjadinya praktek menyantuni kaum fuqoro, kaum dhuafa, adanya santunan sosial yang anda lakukan bukan sekedar anda berbuat atau pun anda pergi dan datang, tidak!

Tetapi substansinya sampainya harta tersebut kepada kaum fuqoro baik melalui tangan anda ataupun melalui tangan wakil anda.

Berbeda halnya dengan puasa, Islam menginginkan agar anda betul-betul merasakan rasa lapar, rasa dahaga. Islam menginginkan anda betul-betul menahan nafsu anda. Berbeda halnya dengan zakat, karena itu dalam urusan puasa dalam kondisi normal tidak boleh ada wakil mewakili.

Kecuali dalam kondisi emergency, kondisi darurat, di mana orang yang berkewajiban puasa tersebut tidak lagi bisa berpuasa karena telah meninggal dunia, atau cacat permanen yang tidak lagi memungkinkan untuk puasa.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ
Siapapun yang mati (keburu mati) sebelum bayar hutang puasa Ramadhan atau sebelum menunaikan nadzar puasanya maka ini kondisi emergency, kondisi pengecualian karena memang sudah tidak lagi berpuasa dia. Sedangkan dia punya hutang, maka dalam kondisi semacam ini boleh ahli warisnya mewakili, ini dalam kondisi darurat.
Tetapi dalam kondisi normal maka tidak sah anda mewakili puasa atau mewakilkan puasa kepada orang lain.

Dalam hal haji misalnya, dalam hal haji sama halnya puasa, dalam kondisi normal anda tidak boleh mewakilkan haji kepada orang lain, anda juga tidak boleh mewakili orang lain yang dia mampu pergi sendir,i karena tidak ingin repot, kesibukan misalnya, dia bayar orang dia fasilitasi orang untuk mewakilinya menunaikan haji, tidak sah.

Dia harus menjalankannya agar dia merasakan nilai-nilai ibadah dalam setiap langkah, di setiap tempat, di setiap momentum yang dia lalui ketika dia menjalankan ibadah haji. Kecuali bila anda tidak lagi mampu menunaikan haji, misalnya karena sudah tua renta, tidak bisa bepergian jauh, cacat atau bahkan mungkin sudah meninggal dunia.

Suatu hari datang seorang wanita yang bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam perihal ibunya yang bernadzar,

إِنَّ أُمِّي نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ فَلَمْ تَحُجَّ

“Ibuku telah bernadzar untuk menunaikan haji namun dia tidak sempat menunaikan haji keburu meninggal dunia.”

أَفَأَحُجُّ عَنْهَا
“Apakah boleh aku berhaji mewakilinya?”

Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

حُجِّي عَنْهَا

“Berhajilah, tunaikanlah haji atas nama ibumu.”

Di lain kesempatan Nabi mendengar seorang sahabat yang mengucapkan talbiyah,

لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ

“Ya Allah aku menunaikan ibadah haji ini mewakili Syubrumah.”

Nabi ketika mendengar talbiyah ini penasaran ingin tahu siapa syubrumah itu.

مَنْ شُبْرُمَةَ ؟

“Siapakah syubrumah itu?”

Lelaki tersebut kemudian menjawab,

أَخٌ لِي أَوْ قَرِيبٌ لِي

“Dia itu kerabatku atau atau sahabatku.”

Perawi ragu, apakah dia menyatakan sebagai kerabat atau sebagai sahabat. Kemudian nabi bertanya lebih lanjut,

حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ؟

“Apakah engkau sudah menunaikan haji untuk dirimu sendiri?”

Nabi kemudian mengatakan,

حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ

“Berhajilah terlebih dahulu untuk dirimu baru engkau mewakili haji atas nama Syubrumah.”

Dengan demikian pada kasus puasa, pada kasus haji, hukum asalnya tidak boleh diwakilkan atau mewakili, kecuali dalam kondisi emergency, dalam kondisi darurat di mana yang berkewajiban haji atau puasa tidak lagi mampu, tidak lagi bisa untuk menunaikan puasa.

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini, Wabillahi Taufik walhidāyah. Kurang dan lebihnya saya mohon maaf.

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.