📖 Whatsapp Grup Islam Sunnah | GiS
☛ Pertemuan ke-163
🌏 https://grupislamsunnah.com/
🗓 JUM'AT, 19 Rabi'ul Akhir 1445 H / 03 November 2023 M
👤 Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny, M.A. حفظه الله تعالى
📚 Kitab Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam Minattakbiri Ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi mulai dari Takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani Rahimahullah
💽 Audio ke-130: Pembahasan tentang Tasyahud Awwal Bag 03
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ.
الْحَمْدُ لِلهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللّٰهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ.
Kaum muslimin dan kaum muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS -Grup Islam Sunnah- yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus kitab yang ditulis oleh Asy Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu Ta'ala. Kitab tersebut adalah kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam Minattakbiri Ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam mulai dari Takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya).
Jamaah sekalian rahimani wa rahimakumullah,
Pembahasan kita masih mengenai Rukun Tasyahud. Dan kita sudah sampai pada "Bentuk Duduk Tasyahud".
Kemarin kita sudah sampai pada duduk iq'a yang dilarang di dalam shalat, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menyebutnya sebagai duduknya syaitan.
Kemudian Syaikh Albani rahimahullahu Ta'ala menjelaskan tentang bagaimana detailnya atau sifat-sifat lain dari duduknya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dalam tasyahud.
Beliau mengatakan,
وَ ❲ كَانَ إِذَا قَعَدَ فِي التَّشَهُّدِ، وَضَعَ كَفَّهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى ❳ ،
dalam riwayat lain:
( عَلَى رُكْبَتِهِ الْيُمْنَى )
"Dan dahulu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam apabila Beliau duduk untuk tasyahud, Beliau meletakkan telapak tangan kanannya di atas paha kanannya (di dalam riwayat lain: di atas lutut kanannya)"
❲ وَوَضَعَ كَفَّهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُسْرَى
dalam riwayat lain:
( عَلَى رُكْبَتِهِ الْيُسْرَى )
[ بَاصِطَهَا عَلَيْهَا ] ❳.
"dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam meletakkan telapak tangan kirinya di atas paha kirinya (dalam riwayat lain: di atas lutut kirinya) 'dengan/dalam keadaan terbuka'."
Di dalam potongan kata ini, kita bisa memahami bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dahulu ketika duduk tasyahud meletakkan telapak tangannya di atas paha atau di atas lutut.
Ada dua riwayat dalam masalah ini dan dua-duanya sahih. Sehingga tidak masalah apabila kita kadang-kadang meletakkannya di atas paha, atau kita meletakkannya di atas lutut. Ini memang ada dua riwayatnya sehingga kita boleh melakukan yang ini, boleh melakukan yang itu.
وَ ❲ كَانَ ﷺ يَضَعُ حَدَّ مِرْفَقِهِ الْأَيْمَنِ عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى ❳ .
"Dan dahulu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam meletakkan sikunya di atas paha kanannya."
Maksudnya sikunya tidak dijauhkan dari sisi tubuh. Kalau kita sujud, kita menjauhkan siku kita dari sisi tubuh sebisa mungkin. Ketika di samping kita ada orang ya sebisa mungkin, tapi kalau tidak ada orang maka lebih lebar lagi.
Dalam duduk tasyahud tidak demikian. Benar-benar siku ini dan pergelangan benar-benar di atas paha, tidak kita jauhkan dari sisi-sisi tubuh kita.
وَ ❲ نَهَى رَجُلًا وَهُوَ جَالِسٌ مُعْتَمِدٌ عَلَى يَدِهِ الْيُسْرَى فِي الصَّلَاةِ فَقَالَ : ( إِنَّهَا صَلَاةُ الْيَهُوْدِ ) ❳ ،
"Dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam telah melarang seseorang ketika dia duduk di dalam shalatnya dalam keadaan dia bertumpu kepada tangan kirinya (bertumpu dengan tangan kirinya) dan Beliau mengatakan: 'Sesungguhnya itu adalah shalatnya orang Yahudi',"
Sesungguhnya itu adalah shalatnya orang Yahudi.
وَفِيْ لَفْظٍ : ❲ لَا تَجْلِسْ هٰكَذَا ❳ ،
"di dalam riwayat lain redaksinya: 'Jangan sampai duduk seperti ini',"
❲ إِنَّمَا هٰذِهِ جِلْسَةُ الَّذِيْنَ يُعَذَّبُوْنَ ❳ ،
"karena itu adalah bentuk duduknya orang yang diazab"
وَفِي حَدِيْثٍ آخَرُ :
dalam redaksi yang lain:
❲ هِيَ قِعْدَةُ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ ❳ .
"itu adalah bentuk duduknya orang yang dimurkai."
Ada yang mengatakan orang yang dimurkai di sini adalah orang Yahudi. Ini sesuai dengan riwayat yang tadi,
( إِنَّهَا صَلَاةُ الْيَهُوْدِ )
"Itu adalah shalatnya orang Yahudi."
Ada yang mengatakan, yang dimaksud dengan [ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ ] di dalam hadits ini (orang yang dimurkai) adalah semua orang kafir. Semua orang kafir dimurkai oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Dua penafsiran dari para ulama, dua-duanya menunjukkan bahwa duduk yang seperti itu dimurkai oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Bagaimana dengan duduk yang disebutkan oleh Syaikh Albani bahwa itu adalah duduk yang dimurkai oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala?
Duduk yang dimurkai di sini: jadi bertumpu dengan tangan kiri. Ini duduknya orang yang dimurkai; duduknya orang yang diazab oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Seperti ini: pakai tangan kiri. Dan duduk seperti ini juga dilarang di luar shalat sebagaimana dilarang di dalam shalat.
Jadi semua yang dilarang di dalam shalat, itu biasanya juga dilarang di luar shalat. Apalagi 'illah-nya atau sebab larangan tersebut bermakna umum. Ini duduknya orang yang diazab oleh Allah, berarti maknanya umum, baik di dalam shalat maupun di luar shalat. Ini duduknya orang Yahudi; ini duduknya orang yang dimurkai. Ini 'illah-'illah atau alasan-alasan yang umum baik di dalam shalat maupun di luar shalat, sehingga duduk seperti ini dilarang.
Ada yang mengatakan larangan ini makruh; ada yang mengatakan larangan ini haram. Tapi yang lebih kuat adalah pendapat yang mengatakan bahwa larangan ini adalah larangan yang mengharamkan.
Kenapa ini lebih kuat?
Karena alasannya adalah:
- Ini duduknya orang yang diazab oleh Allah; dan kita dilarang untuk menyerupai mereka.
- Ini duduknya orang Yahudi; dan kita dilarang menyerupai mereka.
[ مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ ]
- Ini duduknya orang yang dimurkai oleh Allah. - صَلَاةُ الْيَهُوْدُ - itu shalatnya orang Yahudi.
Maka ini alasan-alasan yang mengharamkan, bukan alasan-alasan yang memakruhkan.
Kalau tangan kanan, tidak masuk dalam larangan. Karena disebutkan di situ tafsirannya adalah bertumpu dengan tangan kiri. Kata Syaikh Utsaimin rahimahullah demikian. Kalau tangannya tangan kanan, berarti tidak masuk dalam larangan ini.
Atau dua tangan. Ini juga kata Syaikh Utsaimin rahimallahu Ta'ala tidak masuk dalam larangan, karena sudah berbeda dengan yang dimaksud dalam hadits. Yang ada dalam hadits adalah tangan kiri saja. Ini penjelasan dari Syaikh Utsaimin rahimahullahu Ta'ala.
Wallahu Ta'ala A'lam.
Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Alaa.
InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang.
وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ.
══════ ∴ |GiS| ∴ ══════
Post a Comment