F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-98: Pembahasan Tentang Memanjangkan I'tidal dan Wajibnya Tumakninah di Dalamnya

Audio ke-98: Pembahasan Tentang Memanjangkan I'tidal dan Wajibnya Tumakninah di Dalamnya - Kitab Shifatu Shalatin Nabiyyi
📖 Whatsapp Grup Islam Sunnah | GiS
☛ Pertemuan ke-131
🌏 https://grupislamsunnah.com/
🗓 RABU, 04 Rabi'ul Awwal 1445 H / 20 September 2023 M
👤 Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny, M.A. حفظه الله تعالى
📚 Kitab Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam Minattakbiri Ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi Mulai dari Takbir Sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani Rahimahullah

💽 Audio ke-98: Pembahasan Tentang Memanjangkan I'tidal dan Wajibnya Tumakninah di Dalamnya


السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ.
الْحَمْدُ لِلهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللّٰهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ.

Kaum muslimin dan kaum muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS -Grup Islam Sunnah- yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus yang ditulis oleh Asy Syekh Al-Albani rahimahullah, yakni kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam Minattakbiri Ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi Mulai dari Takbir Sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya).

(Kita masuk pada pembahasan, -ed)

[ إِطَالَةُ هٰذَا الْقِيَامِ، وَوُجُوْبُ الاِطْمِئْنَانِ فِيْهِ. ]

Memanjangkan rukun I'tidal.
I'tidal ini tumakninah-nya wajib.
Wajib kita tumakninah; memanjangkannya sunnah.

Ini mungkin beliau singgung di sini karena ada sebagian mazhab -mazhabnya Hanafiah- madzhab ini mengatakan, kalau I'tidalnya lama akan memutus shalat, akan membatalkan shalat. Makanya beliau di sini benar-benar memberikan judul yang tegas: wajibnya tumakninah dan disunahkan untuk melamakan rukun ini.

Makanya jangan heran kalau antum melihat orang-orang yang bermazhab Hanafi, itu I’tidalnya dijadikan oleh mereka sebentar. Antum akan mengira mereka tidak tumakninah dalam I’tidalnya. Tapi itulah mazhabnya mereka. Tumakninah tidak wajib, kemudian I’tidal itu harusnya cepat. Itulah mazhab mereka seperti itu.

Tapi yang jelas hal tersebut bertentangan dengan banyak hadits Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam. Bagi yang pernah umrah atau pernah haji, orang-orang Turki, itu mereka rata-rata bermazhab Hanafi. I’tidalnya kadang-kadang malah belum tegak. Kata mereka, karena I’tidal ini hanya untuk memisah antara rukuk dengan sujud saja, jadi cukup sebentar saja. Ini untuk memisah antara rukuk dan sujud. Mereka beralasan seperti itu.

Begitu pula duduk antara dua sujud. Duduk antara dua sujud, mereka mengatakan tujuannya untuk memisah antara sujud yang pertama dengan sujud yang kedua. Makanya duduknya sebentar saja. Antum akan lihat mereka juga seperti itu, duduk antara dua sujudnya juga sebentar. Mereka tidak mewajibkan tumakninah.

وَكَانَ ﷺ يَجْعَلُ قِيَامَهُ هَذَا قَرِيْبًا مِنْ رُكُوْعِهِ كَمَا تَقَدَّمْ،

Dahulu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menjadikan I’tidalnya ini hampir sama dengan rukuknya, sebagaimana keterangan yang sudah lalu.

بَلْ ❲ كَانَ يَقُوْمُ أَحْيَانًا حَتَّى يَقُوْلَ الْقَائِلْ : ❲ قَدْ نَسِيَ؛ [ مِنْ طُوْلِ مَا يَقُوْمُ ] ❳
(رواه البخاري ومسلم وأحمد)

Bahkan kadang-kadang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menjadikan I’tidalnya ini sangat lama sekali, sampai-sampai orang yang melihatnya bisa sampai mengatakan: Rasulullah ini kayanya sedang lupa, kok lama sekali I’tidalnya, mungkin sedang lupa; saking lamanya I’tidalnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam.

وَكَانَ يَأْمُرُ بِالاِطْمِئْنَانِ فِيْهِ،

Dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan tumakninah dalam rukun ini.

فَقَالَ لـ ❲ لْمُسِيْءِ صَلَاتَهُ ❳ : ❲ ثُمَّ ارْفَعْ رَأْسَكَ حَتَّى تَعْتَدِلَّ قَائِمًا؛ ❳

Kemudian angkatlah kepalamu sampai kamu benar-benar berdiri dalam keadaan tegak.

[ فَيَأْخُذُ كُلَّ عَظْمٍ مَأْخَذَهُ ]

Maka setiap tulang mengambil tempatnya masing-masing.

وَذَكَرَ لَهُ : ❲ أَنَّهُ لَا تَتِمُّ صَلَاةُ لِأَحَدٍ مِنَ النَّاسِ إِذَا لَمْ يَفْعَلْ ذٰلِكَ ❳

Dan Beliau mengatakan -Shallallahu 'alaihi wasallam- bahwa shalat seseorang tidak sempurna sampai dia melakukan hal tersebut.

وَكَانَ يَقُوْلُ : ❲ لَا يَنْظُرُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى صَلَاةِ عَبْدٍ لَا يُقِيْمُ صُلْبَهُ بَيْنَ رُكُوْعِهَا وَسُجُوْدِهَا ❳

Dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dahulu mengatakan: Allah tidak akan melihat shalatnya seorang hamba yang tidak menegakkan punggungnya di antara rukuk dan sujudnya (yaitu ketika I'tidal).

Intinya I'tidal itu harus benar-benar tegak berdiri dan mengembalikan semua tulang kembali ke posisinya masing-masing. Jadi benar-benar tegak berdiri, tangan pun dijulurkan. Sunahnya tangan itu dijulurkan, dan di sini ada khilaf. Di sini ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Bahkan ulama-ulama kontemporer pun, perbedaan pendapat ini sangat kuat.

Syaikh Utsaimin Rahimahullahu Ta'ala, beliau mengatakan: sunahnya ketika I’tidal itu bersedekap. Ini yang disebutkan oleh Syaikh Utsaimin Rahimahullahu Ta'ala, dan itu pendapat yang beliau kuatkan. Beliau mengatakan (alasan beliau) kata-kata:

حَتَّى يَأْخُذَ كُلُّ عَظْمٍ مَكَانَهُ.

Kata-kata bahwa semua tulang itu kembali kepada posisinya masing-masing. Beliau mengatakan, posisi masing-masing sebelum rukuk bagaimana? Bersedekap. Sehingga yang dimaksud dengan posisi masing-masing ketika I’tidal pun, itu seperti sebelum rukuknya. Ketika sebelum rukuknya bersedekap, maka setelah rukuknya juga bersedekap, karena posisi masing-masing sebelum rukuk itu bersedekap.Haditsnya sama tapi cara memahaminya berbeda.

Kalau Syaikh Albani Rahimahullahu Ta’ala mengatakan: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam ketika mengatakan tulang itu kembali ke posisi masing-masing, yaa posisi naturalnya. Orang ketika berdiri, posisi tulang yang natural adalah dengan menjulurkan tangannya. Kalau sudah ada yang ditekuk berarti dia sudah mengubah posisi tulangnya. Yaa ini dua pendapat dengan dua alasan, mana yang lebih kuat, wallahu a’lam.

Saya lebih menguatkan pendapatnya Syaikh Albani. Di antara yang disebutkan oleh Syaikh Albani Rahimahullahu Ta’ala dalam masalah ini ketika menguatkan pendapat beliau, beliau mengatakan: "Tidak ada satu riwayatpun yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya ketika I’tidal."

Padahal perkataan itu banyak kita dapatkan di berdiri, berdiri sebelum rukuk. Ketika berdiri sebelum rukuk, banyak sekali riwayat yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dahulu meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya. Dan redaksi seperti ini atau riwayat seperti ini, tidak ada satu pun pada rukun I’tidal.

Yang ada di rukun I’tidal adalah bahwa semua tulang menempati tempatnya masing-masing. Dan secara natural, anatomi manusia ketika berdiri, dan dikatakan semua tulang menempati tempatnya masing-masing, itu dengan menjulurkan tangan, dengan menjulurkan atau melepaskan tangan seperti orang berdiri. Dan ini lebih sesuai dengan keadaan rukun-rukun yang lain.

Di setiap shalat, ketika kita berpindah dari satu gerakan ke gerakan lain, itu bentuknya berbeda-beda. Ketika berdiri ada sedekap; ketika rukuk pun beda dengan berdiri. Ketika sujud, berbeda dengan rukuk, berbeda dengan berdiri. Ketika duduk berbeda dengan rukuk, berbeda dengan sujud.

Maka harusnya I’tidal juga berbeda dengan berdiri sebelum rukuk. Jadi gerakan-gerakan dalam shalat itu berbeda-beda. Makanya I’tidal juga harusnya demikian, berbeda dengan berdiri sebelum rukuk.

Ini alasan yang menguatkan pendapatnya Syaikh Albani Rahimahullahu Ta’ala dalam masalah-masalah ini. Wallahu a’lam.

Khilaf dalam masalah ini hanyalah khilaf mana yang lebih afdal. Kita harus tahu yaa, khilaf-khilaf seperti ini, ini masuk jenis khilaf yang bagaimana. Ini bukan khilaf antara boleh dan tidak boleh.

Kalau menurut Syaikh Albani, beliau mengatakan, bahwa bersedekap ketika I’tidal itu bid’ah. Syaikh Albani berpendapat seperti ini dan kita tidak setuju dengan pendapatnya, karena tidak ada satu pun orang yang mengatakan demikian sebelum beliau. Tidak ada satu pun orang yang mengatakan bahwa bersedekap ketika I’tidal itu bid'ah. Bahkan ada ulama-ulama salaf di zaman dulu yang mengatakan bahwa bersedekap ketika I’tidal itu boleh.

Ya makanya Syaikh Albani Rahimahullahullahu Ta’ala beliau bisa dikatakan kemungkinan besar salah dalam mengatakan bahwa itu bid’ah. Tapi mengatakan bahwa menjulurkan tangan ketika I’tidal itu sunah, maka ini kita sepakati.

Khilaf dalam masalah ini, khilaf mana yang lebih afdal. Misalnya ada orang yang berpendapat bahwa yang lebih afdal menjulurkan tangannya tapi dia besedekap, boleh tidak? Boleh. Karena dia meninggalkan yang lebih afdal.

Kalau ada yang berpendapat bahwa besedekap itu lebih afdal, kemudian dia menjulurkan tangannya, boleh tidak? Boleh, karena dia meninggalkan yang lebih afdal saja, tidak sampai melakukan yang diharamkan.

Mudah-mudahan bisa dipahami dengan baik masalah ini.

Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Alaa.

InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang.

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ.


══════ ∴ |GiS| ∴ ══════
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.