📖 Whatsapp Grup Islam Sunnah | GiS
☛ Pertemuan ke-41
🌏 https://grupislamsunnah.com/
🗓 RABU, 19 Syawal 1444 H / 10 Mei 2023 M
👤 Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny, M.A. حفظه الله تعالى
📚 Kitab Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam Minattakbiri Ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi mulai dari Takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani Rahimahullah
💽 Audio ke-13: Rukuk dan Sujud ketika Shalat Sunah di Atas Kendaraan
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ
الْحَمْدُ لِلهِ ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللّٰهِ ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ
Kaum muslimin dan kaum muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS -Grup Islam Sunnah- yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus yang ditulis oleh Asy Syekh Al-Albani rahimahullah, yakni kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam Minattakbiri Ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi mulai dari Takbir sampai Salamnya seakan-akan Anda Melihatnya).
Baiklah, kita lanjutkan kajian kita.
Mualif rahimahullah mengatakan, "Bagaimana rukuk dan sujudnya ketika kita shalat di atas kendaraan."
وَ ❲ كَانَ يَرْكَعُ وَيَسْجُدُ عَلَى رَاحِلَتِهِ إِيْمَاءً بِرَأْسِهِ ❳
Dan dahulu Beliau bila ingin shalat sunah di atas unta Beliau (di atas tunggangan Beliau). Di dalam kitab aslinya disebutkan,
“Dahulu Beliau rukuk dan sujud di atas kendaraan Beliau dengan cara menganggukkan (menundukkan) kepala Beliau dengan menjadikan gerakan sujud lebih rendah daripada gerakan rukuk.”
Kalau menganggukkan itu hanya sebentar saja. Bukan menganggukkan, tapi dengan menundukkan kepalanya, atau merendahkan kepalanya, itu lebih pas. Kalau dalam naskah aslinya/dalam kitabnya, ima-an ( إِيْمَاءً ) itu artinya isyarat, memberikan isyarat; maksudnya memberikan isyarat dengan kepalanya, dengan ditundukkan kepalanya.
Ketika kita shalat sunah di atas kendaraan, ketika kita ingin rukuk, tidak harus kita rukuk seperti kita rukuk saat berdiri, tapi cukup dengan menundukkan kepala.
Ketika sujud juga demikian. Tidak harus sujud sebagaimana kita sujud ketika di bawah seperti shalat biasa, tapi cukup dengan memberikan isyarat dengan menundukkan kepala.
Dan kita harus bedakan antara menundukkan kepala saat rukuk dan saat sujud. Menundukkan kepalanya ketika rukuk lebih tinggi daripada ketika sujud.
Tentunya cara-cara yang seperti ini adalah kendaraan-kendaraan yang kita tidak bisa shalat dengan keadaan berdiri. Ketika kita mampu untuk berdiri, maka kita harus berdiri. Nanti dibahas di pembahasan setelah ini. Tapi yang dimaksud di sini adalah ketika kita di atas kendaraan dan kita tidak bisa berdiri.
Kalau kita bisa berdiri, seperti misalnya di pesawat kadang ada mushala -kalau tidak ada mushala, maka itu hal lain ya- ada misalnya di Saudi Airline disediakan, ada mushala di dalam pesawat. Maka ketika itu kita shalatnya sebaiknya dalam keadaan berdiri.
Kecuali shalat fardhu. Kalau shalat fardhu, masih bisa berdiri maka harus berdiri. Seperti misalnya di atas kapal; kalau kapalnya besar, kita bisa berdiri dengan mudah, maka kita shalat dalam keadaan berdiri.
Tapi ini juga nanti berbeda antara shalat wajib dengan shalat sunah. Shalat wajib harus berdiri, shalat sunah bisa dengan duduk, tapi pahalanya setengahnya. Shalat dengan duduk itu pahalanya setengahnya shalat dengan berdiri dalam shalat sunah.
Bagaimana kalau orang tidak bisa berdiri, apakah shalatnya dalam keadaan duduk masih mendapatkan pahala setengah?
Jawabannya, tetap dapat pahala penuh.
Kenapa demikian?
Karena dia mampunya seperti itu.
Intinya, ketika kita rukuk dan sujud dalam keadaan shalat yang demikian; shalatnya di atas kendaraan, shalat sunah dan dalam keadaan duduk, maka kita rukuk dan sujud dengan menundukkan kepala. Dan ketika sujud, kepala kita lebih rendah daripada ketika ketika rukuk.
Kemudian mualif rahimahullah mengatakan:
وَ ❲ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ أَحْيَانًا إِذَا أَرَادَ أَنْ يَتَطَوَّعَ عَلَى نَاقَتِهِ اسْتَقْبَلَ بِهَا الْقِبْلَةَ، فَكَبَّرْ، ثُمَّ صَلَّى حَيْثُ وَجَّهَهُ رِكَابُهُ ❳ .
“Dan Beliau ﷺ bila ingin shalat sunah di atas untanya, terkadang Beliau juga menghadapkan untanya ke arah kiblat, lalu bertakbir,”
Perlu digarisbawahi kata-kata "terkadang". Jadi tidak mengapa seperti ini. Kalau misalnya hal itu bisa dilakukan, maka tentunya lebih afdal karena ini menghadap ke kiblat. Dan Rasulullah ﷺ terkadang demikian.
"Kemudian shalat, ke mana pun kendaraannya berlalu membawa Beliau."
Maksudnya shalat menghadap ke mana pun. Jadi tidak harus menyesuaikan arah kendaraannya. Kalau arah kendaraannya misalnya, mengarah ke timur dan kita di Indonesia, maka harus membalik tubuhnya, tidak harus demikian. Tapi ke mana pun kendaraan mengarah, maka tidak masalah sama sekali.
وَ ❲ كَانَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يُصَلِّيَ الْفَرِيْضَةَ، نَزَل فَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةِ ❳ .
“Jika Beliau ingin shalat fardhu, Beliau biasanya turun lalu menghadap kiblat.”
Ini perbuatan Nabi Muhammad ﷺ. Menunjukkan wajib. Kenapa demikian? Karena di sini menjelaskan tentang ibadah yang diwajibkan yaitu shalat fardhu. Makanya kita harus mengikuti Beliau dalam hal ini.
Kaidahnya apa?
Perbuatan Nabi Muhammad ﷺ itu bisa menunjukkan sesuatu yang mubah, bisa menunjukkan sesuatu yang sunah, bisa menunjukkan sesuatu yang wajib.
Mudahnya,
• ketika Beliau sedang menjelaskan sesuatu yang wajib, maka perbuatan tersebut menjadi wajib;
• ketika perbuatan tersebut menjelaskan sesuatu yang disunahkan, maka dia menjadi sunah;
• ketika perbuatan tersebut tidak menjelaskan sesuatu yang wajib dan tidak menjelaskan sesuatu yang disunahkan, maka menjadi mubah, boleh untuk dilakukan.
Dan semuanya ini masuk dalam cakupan Sunnah Nabi Muhammad ﷺ dalam istilah Ilmu Aqidah.
Makanya jangan bingung dengan istilah-istilahnya para ulama. Jadi, sunnah itu artinya banyak. Makanya jangan dibingungkan oleh orang-orang yang mengatakan, "Katanya, misalnya jenggot itu sunah, kenapa kalau ditinggalkan malah berdosa.” Misalnya, ada orang yang mengatakan demikian.
Maka kita katakan, yang dimaksud dengan sunnah tersebut adalah sunnah dalam masalah aqidah, istilah sunnah dalam bidang aqidah. Jadi, sunnah dalam bidang aqidah adalah semua syariat Islam. Semua yang datang dari Nabi Muhammad ﷺ bisa disebut sebagai Sunnah.
Lawannya apa? Bid'ah.
Jadi bid'ah itu semua ibadah yang tidak datang dari Nabi Muhammad ﷺ.
Sunnah yang dalam bidang Ushul Fiqih, yang dimaksud sunnah di situ adalah lawan dari makruh.
Makanya harus dibedakan; istilahnya siapa, dan kita paham dari konteks-konteks perkataan itu diucapkan. Makanya kalau dikatakan: "Jenggot adalah Sunnah Nabi Muhammad ﷺ", maka yang dimaksud di situ adalah Sunnah yang merupakan ajaran Nabi Muhammad ﷺ.
Dan ajaran ini umum; bisa sunah dalam istilah ahli fiqih, bisa juga wajib.
Rasulullah ﷺ ketika Beliau ingin shalat fardhu, maka Beliau turun dari kendaraannya. Ini karena menjelaskan tentang shalat wajib, maka petunjuknya menjadi wajib. Kita harus shalat di bawah, tidak boleh di atas kendaraan ketika shalat wajib.
“Beliau turun dan menghadap ke kiblat.”
Ini juga petunjuk yang kedua. Menghadap ke kiblat dalam shalat fardhu juga wajib karena perbuatan Rasulullah ﷺ ini menjelaskan tentang sesuatu atau ibadah yang wajib.
Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Ala.
InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
══════ ∴ |GiS| ∴ ══════
Post a Comment