📖 Whatsapp Grup Islam Sunnah | GiS
☛ Pertemuan ke-659
🌏 https://grupislamsunnah.com
🗓 SENIN, 23 Jumadal Ula 1446 H / 25 November 2024 M
👤 Oleh: Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah, M.A. حفظه الله تعالى
📚 Kitab Riyadhus Shalihin min Kalami Sayyidil Mursalin (Taman-Tamannya Orang-Orang yang Saleh dari Sabda-Sabda Nabi Muhammad ﷺ) karya Imam Nawawi Rahimahullah
Audio https://drive.google.com/file/d/12_mH8yYMV1GxpqAe8vZw8zEIpBVadyFJ/view?usp=sharingAudio ke-396: Bab 35 Hak Seorang Suami atas Istrinya ~ Pembahasan Hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
الْحَمْدُ ِلِلهِ ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ
Segala puji bagi Allah Jalla Jalaluh (Allah yang Maha Agung dengan keagungan-Nya, -ed). Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan untuk Baginda Nabi kita Muhammad 'Alaihis-shalatu wassalam. Amma ba’du.
Kaum muslimin, khususnya anggota GiS -Grup Islam Sunnah- yang semoga dirahmati oleh Allah Jalla Jalaluh.
Kita lanjutkan kajian kita.
وَعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضًا ، أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ❲ لَا يَحِلُّ لِامْرَاَةٍأَنْ تَصُوْمَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلَّا بِإِِذْنِهِ ، وَلَا تَأْذَنَ فِيْ بَيْتِهِ إِلَّا بِإِذْنِهِ ❳ . ❊ مُتَّفَقٌ عَلِيْهِ - وَهَذَا لَفْظُ الْبُخَارِيُّ -.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu juga, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Tidak halal (tidak boleh) bagi seorang wanita untuk berpuasa (sunah) sementara suaminya berada bersamanya, kecuali seizinnya. Tidak boleh pula dia memberi izin (kepada orang lain) untuk masuk ke rumahnya, kecuali seizin suaminya."(Muttafaqun 'alaih dan lafaz ini milik Bukhari)
Na'am.
Masih berbincang tentang hak suami, kewajiban seorang wanita. Seorang wanita yang dipinang oleh seorang suami, dibawa ke rumahnya, maka dia harus paham apa kewajiban dia.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan,
❲ لَا يَحِلُّ ❳
"Enggak halal"
❲ لِامْرَاَةٍ أَنْ تَصُوْمَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلَّا بِإِِذْنِهِ ❳
Ini, "Seorang wanita mau puasa dalam kondisi ada suaminya, itu enggak boleh kecuali dengan izin suaminya."
Ini berkaitan dengan hak seorang suami yang begitu besarnya. Seorang wanita mau berpuasa, tapi kata Nabi 'Alaihis-shalatu wassalam, "Boleh, tapi dengan izin suaminya." Kalau suaminya safar, suaminya sedang keluar kota, maka dia silakan berpuasa semau dia.
Zahir hadits ini, Syaikh bin Utsaimin menyebutkan, bahwasanya zahir hadits ini, dia enggak boleh puasa wajib dan sunah kecuali dengan izin. Adapun kalau puasa sunah, jelas dia tidak boleh puasa kecuali dengan izin suami karena hak suami wajib untuk dia tunaikan. Sedangkan itu puasa puasa sunah, dia kalau meninggalkannya pun tidak berdosa, dan hak suami kalau ditinggalkan, dia akan berdosa. Kadang kala seorang laki-laki ingin menggauli istrinya di siang hari, dan itu akan menyusahkan suami ketika tahu istrinya sedang puasa ya.
Dan disebutkan oleh beliau,
وَإِلَّا فَلَهُ أَنْ يَسْتَمْتِعْ بِهَا وَيُجَامِعُهَا وَهِيَ صَائِمَةٌ صَوْمَ تَطَوُّعٍ إِذَا لَمْ يَأْذَنْ فِيْهِ مِنْ قَبْلِ، وَلَوْ أَفْسَدَ صَوْمَهَا وَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ.
Kalau sang istri enggak izin sama suaminya puasa, kemudian sang suami merusak puasa istrinya dengan dia menggauli istrinya, maka sang suami tidak berdosa.
Suami enggak dosa, tapi kan enggak enak suami melakukan itu, istrinya sedang puasa. Maka di sini Nabi 'Alaihis-shalatu wassalam mengatakan, "Enggak boleh."
Thayyib.
Lalu bagaimana dengan puasa wajib, ketika perempuan punya utang yang harus dia lunasi. Apakah dia harus izin sama suaminya juga untuk mengqada puasanya?
Maka beliau mengatakan, Adapun puasa wajib, apabila masih tersisa waktu yang cukup untuk mengqadanya, maka dia pun enggak boleh puasa.
Perempuan ini enggak boleh puasa, kecuali dengan seizin suaminya. Contohnya, ini istri punya utang sepuluh hari belum melunasi puasa Ramadhannya (belum menyempurnakan puasa Ramadhannya), dan dia sekarang berada di bulan Jumadal Akhirah. Jumadal Akhirah, Rajab, Sya'ban, masih ada dua bulan lebih. Dalam posisi seperti ini, maka sang istri juga meminta izin kepada suaminya. Kalau enggak dikasih izin, maka dia enggak boleh puasa.
Kemudian disebutkan oleh beliau ini, Namun kalau ternyata tersisa sepuluh hari dari bulan Sya'ban dia belum bayar utang, maka ketika itu enggak perlu izin.
Dia tetap ngomong sama suaminya. Kalau suami tidak memberikan izin, dia tetap berpuasa. Kenapa? Karena dia punya kewajiban melunasi utangnya. Tinggal sepuluh hari lagi bulan Ramadhan, sedangkan utang dia sepuluh hari. Maka di sini beliau menyebutkan, enggak harus izin dengan suaminya.
Maka puasa seorang wanita hukumnya berbeda-beda tergantung kondisi dia. Kalau puasa sunah, jelas. Adapun kalau itu puasa wajib yang dia harus lunasi, maka melihat waktunya. Kalau memang waktunya habis, sudah enggak cukup; kalau dia izin sama suaminya, suaminya tidak mengizinkan dia; maka dia tidak akan melunasi utangnya dan akan jadi utang tahun depan. Itu kalau puasa.
Bagaimana dengan shalat?
Beliau menjelaskan,
وَهَلْ مِثْلُ ذَالِكَ الصَّلَاةُ؟
Apakah shalat juga seperti itu?
Artinya, ketika seorang istri mau melaksanakan shalat, dia harus izin dengan suaminya?
Beliau mengatakan, Bisa jadi dalam melaksanakan shalat, sama seperti itu. Bahwa dia tidak melaksanakan shalat sunah, kecuali dengan izinnya suami; ketika suami ada, takut suaminya perlu sama dia.
Kemudian beliau sebutkan ini, bisa jadi urusan shalat enggak sama dengan puasa. Kalau puasa kan ya seharian penuh, dia enggak akan bisa melayani suami. Tapi kalau shalat, cuma lima menit kadang kala. Maka pendapat yang lebih kuat, kalau urusan shalat sunah, enggak harus izin sama suami, istri silakan melaksanakan shalat sunah. Kecuali kalau suaminya ngomong, istri mau shalat dipanggil sama suaminya, Dek, aku ada perlu sama kamu. Maka di sini hendaklah sang istri mendatangi suaminya, menunda shalatnya, shalat sunahnya.
Kemudian kalau bicara yang kedua yang dilarang sama Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, ini urusan puasa. Ingat! Enggak boleh puasa kecuali dengan izin suami, baik itu puasa sunah, atau puasa wajib. Kalau puasa wajib, tadi kita sudah sebutkan kondisinya. Kalau masih waktunya panjang, maka harus izin suami. Tapi kalau sudah tidak tersisa waktu kecuali yang ada, maka sang istri berpuasa mengqada yang wajib tanpa harus dengan izin suaminya.
Kemudian di antara hak suami, Nabi 'Alaihis-shalatu wassallam mengatakan,
❲ وَلَا تَأْذَنَ فِيْ بَيْتِهِ إِِلَّا بِإِذْنِهِ ❳
"Dan tidak boleh memberi izin kepada orang lain untuk masuk ke rumahnya, kecuali dengan izin suami." Siapa pun!
Kalau bicara izin suami, disebutkan izin suami ini ada dua.
Izin yang secara urf memang suami membolehkan tetangga-tetangganya, teman-teman perempuan dia untuk datang, maka di sini sang istri ya sudah, enggak perlu izin suami. Tapi kalau suami ngomong, Tolong, Fulanah enggak datang ke sini! Ketika itu istri harus taat.
Ada seorang tabiin yang berkata kepada suaminya, dia tanya, Wahai suamiku, bagaimana dengan tetangga-tetanggamu, siapa yang boleh datang ke sini, siapa yang boleh aku berteman dengan mereka, dan siapa yang tidak boleh? Maka sang suami menjelaskan, Keluarganya Fulan, silakan kau berteman dengan dia. Dia mau datang ke rumah, mau makan di rumah, tafadhal. Tapi keluarganya Fulan, jangan! Maka sang istri ketika mendapatkan larangan dari suaminya, maka dia minta maaf kepada orang-orang tersebut. Dia larang. Kenapa? Karena suaminya melarang. Ini bentuk ketaatan.
Thayyib.
Sekarang ini apa bisa dimasukkan dalam masalah ini berkaitan dengan facebook kita, medsos kita, apakah seorang istri bebas memasukkan ke akun dia siapa saja? Atau dia perlu juga menanyakan kepada suami?
Maka hendaklah seorang istri menimbang maslahat dan mudarat dalam masalah ini. Memang akun itu akun milik dia, tapi dia sekarang jadi milik suaminya. Sehingga janganlah dia melakukan tindakan kecuali bermusyawarah, meminta pendapat suaminya. Itu akan lebih indah untuk kehidupan dia. Dan kalau engkau mampu melakukan, engkau delete, engkau buang orang-orang yang tidak ada perlunya sama mereka, yang kadang kala mereka akan merusak -mungkin- rumah tanggamu. Berapa banyak rumah tangga yang rusak gara-gara media sosial.
Barakallahu fiikum.
Jamaah rahimakumullah, itu yang bisa kita kaji. Semoga ilmu yang kita kaji hari ini berguna buat kita dan bisa kita amalkan dalam kehidupan kita. Dan semoga Allah menerima amalan kita. Sampai berjumpa kembali.
بَارَكَ اللهُ فِيْك
وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ.
══════ ∴ |GiS| ∴ ══════
Post a Comment