🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 JUM’AT | 27 Jumadal Ula 1446H | 29 November 2024M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-204
https://drive.google.com/file/d/12I7ZeCdrpR9lnnpPtqx4DcPR6iK9b3vo/view?usp=sharingHibah Bagian Kelima
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد
Kaum muslimin anggota grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Masih bersama tema Hibah. Al-Mualif Al-Imam Abu Syuja' mengatakan:
وإذا أعْمَرَ شيئا أو أرْقَبَه، كان للمُعْمَرِ أو للمُرْقَبِ ولوَرَثَتِه من بعده.
Siapapun yang telah memberikan suatu harta untuk dimanfaatkan oleh orang lain seumur hidupnya.
Misalnya: Anda punya rumah nganggur tidak Anda gunakan, rumah kosong. Kemudian ada saudara Anda atau orang lain (kawan Anda) yang Anda katakan kepadanya, "Silakan huni rumah tersebut seumur hidupmu, selama engkau masih hidup engkau berhak menempati rumah tersebut". Itu disebut dengan Umra'.
Atau Ruqba yaitu ketika Anda berkata kepada orang lain, "Silakan gunakan rumah ini, silakan huni rumah ini, siapapun dari kita yang paling terakhir meninggal dunia, maka rumah itu milik dia. Kalau saya yang mati duluan maka rumah itu sah menjadi milik Anda, kalau Anda meninggal dunia duluan maka rumah itu kembali menjadi milik saya". Itu disebut dengan Ruqba.
Siapapun yang memberi Hibah dengan cara tadi, memberikan hak guna kepada orang lain seumur hidupnya atau bila dia adalah orang yang paling terakhir mati dibanding Anda. Lebih terakhir mati dibanding Anda. Maka kata mualif (al-Imam Abu Syuja') kalau terjadi Hibah semacam ini, maka barang tersebut secara sah (meyakinkan) menjadi milik orang yang diberi dan tidak bisa kembali lagi kepada Anda.
Ketika Anda sudah memberikan hak guna seumur hidup orang tersebut atau dengan syarat bila dia lebih telat atau mati lebih terakhir dibanding Anda, sehingga Anda mati duluan sebelum dia, maka rumah itu boleh dia gunakan selamanya.
Maka dua model pemberian ini dalam tuntunan syari'at menjadikan Hibah itu secara sah, meyakinkan, dan final, berkekuatan hukum barangnya menjadi milik orang yang diberi sehingga dia berhak bertindak, berwenang untuk melakukan tindakan apapun, menjualnya, menghibahkannya kembali ataupun mewariskannya kepada anak keturunan.
Kenapa demikian? Karena kalau Anda sudah mampu untuk memberikan hak guna, sehingga Anda tidak mendapatkan manfaat sedikitpun dari aset tersebut, manfaatnya sepenuhnya Anda berikan kepada saudara Anda, atau keluarga Anda atau kawan Anda, maka berarti Anda betul-betul tidak lagi membutuhkan harta tersebut. Anda telah berkecukupan.
Tentu tidak sepatutnya setelah keluarga, saudara Anda tersebut atau teman Anda tersebut, betul-betul bertindak atas harta tersebut seakan-akan mereka pemilik, kemudian setelah orang tua mereka meninggal Anda tarik kembali tentu ini suatu tindakan yang kurang arif.
Toh Anda sudah tidak membutuhkan.Toh Anda selama ini juga tidak mendapatkan manfaat sedikit pun dari benda tersebut. Maka tentu kearifan yang lebih tepat adalah bila Anda kemudian betul-betul mengikhlaskannya harta tersebut untuk menjadi milik mereka diwarisi.
Apalagi seringkali anak keturunan orang tersebut tidak mengetahui histori, karena biasanya kalau kondisinya 'Umra atau Ruqba semacam ini, pemanfaatan rumah atau aset tersebut biasanya puluhan tahun.
Anak keturunanya, anak cucunya bisa jadi tidak tahu historinya, sehingga kalau itu kemudian Anda ralat, Anda tarik kembali potensi menimbulkan sengketa. Tentu tidak bijak.
Sehingga sebagai bentuk syukur atas nikmat, bila Anda memang betul-betul sudah tidak lagi membutuhkan pada manfaat, pada hak guna barang tersebut, sehingga Anda bisa memberikan hak gunanya kepada orang tersebut seumur hidupnya.
Berarti Anda telah siap untuk mengikhlaskan, melepas aset tersebut untuk dimiliki oleh orang lain, toh secara de facto, barang tersebut ketika Anda serahkan kepada kawan Anda, kerabat Anda untuk dimanfaatkan seumur hidupnya, tidak mengurangi sedikit pun dari kehidupan Anda.
Anda tidak terganggu sedikit pun ekonomi Anda gara-gara itu, sehingga bentuk syukur kepada Allāh bila Anda betul-betul akhirnya melepaskan kepemilikan itu kepada orang tersebut, sehingga Anda betul-betul mendapatkan pahala hibah seutuhnya.
Rasulullah shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
مَنْ أُعْمِرَ عُمْرَى فَهِيَ لَهُ وَلِعَقِبِهِ يَرِثُهَا مَنْ يَرِثُهُ مِنْ عَقِبِهِ
Barang siapa diberi Umra maka umra tersebut untuknya dan orang setelahnya, dan akan diwarisi oleh orang setelahnya.
Siapapun yang memberikan hak guna seumur hidup orang tersebut, maka barang tersebut secara tinjauan syar'i sah menjadi miliknya dan akan diwarisi oleh ahli warisnya.
Rasulullah shallallāhu 'alayhi wa sallam suatu hari menyatakan ini kepada orang Anshar untuk menjelaskan tentang hukum syar'inya.
Rasulullah shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam riwayat lain,
لَا تُرْقِبُوا , وَلَا تُعْمِرُوا، فَمَنْ أُرْقِبَ شَيْئًا أَوْ أُعْمِرَ شَيْئًا فَهُوَ لِوَرَثَتِهِ .
صحيح . رواه أبو داود (3556) ، والنسائي (6 / 273).
Hindarilah oleh kalian memberikan hak guna seumur hidup atau janganlah kalian berkata kepada orang lain, "Silakan manfaatkan barang ini siapapun yang paling terakhir meninggal dunia maka itu menjadi miliknya".
لاَ تَحِلُّ الرُّقْبَى فَمَنْ أُرْقِبَ رُقْبَى فَهُوَ سَبِيلُ الْمِيرَاثِ
Tidak halal ruqba, maka barang siapa yang diberi dengan sistem ruqba maka itu adalah jalan warisan.
Kalau sampai itu terjadi maka kata Nabi (dalam riwayat lain),
فَهُوَ سَبِيلُ الْمِيرَاثِ
Harta tersebut akhirnya akan menjadi harta yang diwarisi (diwariskan) kepada anak keturunan orang yang Anda beri tadi.
Dan itu hikmahnya sangat besar, karena Anda secara de facto berarti telah mendapatkan kelapangan dan secara tinjauan syar'iat Anda tidak perlu berkecil hati, karena walaupun akhirnya aset itu betul-betul terlepas dari Anda dan menjadi milik orang yang Anda beri tadi, tapi percayalah Allāh tidak akan pernah menyia-nyiakan amal kebajikan Anda.
Karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah berjanji bahwa orang yang telah menginfakkan, membelanjakan, mendermakan hartanya di jalan Allāh, itu bagaikan orang yang menanam satu butir biji gandum atau padi, dari satu biji itu kemudian tumbuh tujuh untai biji padi atau gandum.
Di masing-masing untaian tersebut terdapat,
مِّائَةُ حَبَّةٍ
Seratus butir padi,
Sehingga artinya apa? Allāh akan melipat gandakan pahala donasi Anda, derma Anda, sedekah Anda tersebut sebanyak 700 kali lipat atau lebih.
Karenanya Anda kalau memang betul-betul telah mendapatkan kelapangan semacam itu berarti Anda harus bersyukur kepada Allāh, berarti Allāh telah memberikan kelapangan kepada Anda, sehingga Anda siap dan betul-betul tulus memberikan hak guna aset tersebut kepada orang lain.
Ini yang diistilahkan dengan 'Umra atau Ruqba, dan dalam tinjauan fiqih Syafi’i dan itulah pendapat yang rajih bahwa 'Umra dan Ruqba itu sama saja hibah putus. Seakan-akan Anda mengatakan kepada dia, “Saya berikan aset ini kepada Anda, silakan dimiliki”, silakan digunakan dan bahkan dimiliki.
Sehingga mereka berwenang seutuhnya atas aset tersebut dan kemudian, karena itu telah menjadi haknya (menjadi miliknya), maka dia berwenang seutuhnya untuk memanfaatkan barang itu.
Dan kemudian bila dia meninggal dunia, itu akan menjadi bagian dari harta yang akan diwariskan kepada anak keturunan dan tidak akan pernah kembali lagi kepada Anda.
Ini yang bisa Kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia kali ini, kurang dan lebihnya saya mohon maaf.
وبالله التوفيق والهداية
و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment