F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-192 Wakaf Bag. 02

Audio ke-192 Wakaf Bag. 02
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 RABU | 11 Jumadal Ula 1446H | 13 November 2024M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-192
https://drive.google.com/file/d/1YNGLN9uLbGYZ1pYnn2pLqN32GR7HU3qE/view?usp=sharing

Wakaf Bagian Kedua

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد

Kaum muslimin anggota grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Masih bersama fiqih mu'amalah dengan mengkaji matan Al-Imam Abu Syuja' rahimahullah ta'ala. Kita sampai pada pembahasan tentang الوَقْف (wakaf).

Keteladanan sahabat Umar bin Khatthab radhiyallāhu 'anhu dalam hal wakaf

Salah satu kisah wakaf dilakukan oleh sahabat Umar bin Khatthab radhiyallāhu 'anhu. Beliau datang kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam setelah beliau mengetahui, mendapatkan bagian dari harta rampasan perang dari negeri Khaibar atau beliau memiliki satu ladang di negeri Khaibar.

يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي أَصَبْتُ أَرْضًا بِخَيْبَرَ، لَمْ أُصِبْ مَالاً قَطُّ أَنْفَسَ عِنْدِي مِنْهُ، فَمَا تَأْمُرُ بِهِ قَالَ " إِنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أَصْلَهَا، وَتَصَدَّقْتَ بِهَا ". قَالَ فَتَصَدَّقَ بِهَا عُمَرُ أَنَّهُ لاَ يُبَاعُ وَلاَ يُوهَبُ وَلاَ يُورَثُ، وَتَصَدَّقَ بِهَا فِي الْفُقَرَاءِ وَفِي الْقُرْبَى، وَفِي الرِّقَابِ، وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَابْنِ السَّبِيلِ، وَالضَّيْفِ، لاَ جُنَاحَ عَلَى مَنْ وَلِيَهَا أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا بِالْمَعْرُوفِ، وَيُطْعِمَ غَيْرَ مُتَمَوِّلٍ. قَالَ فَحَدَّثْتُ بِهِ ابْنَ سِيرِينَ فَقَالَ غَيْرَ مُتَأَثِّلٍ مَالاً

[HR Bukhari dan Muslim]

يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي أَصَبْتُ أَرْضًا بِخَيْبَرَ، لَمْ أُصِبْ مَالاً قَطُّ أَنْفَسَ عِنْدِي مِنْهُ

"Wahai Rasulullah, aku mendapatkan harta yang aku tidak pernah memiliki harta yang lebih mahal, lebih berharga dibandingkan harta tersebut, yaitu satu ladang di negeri Khaibar."

فَمَا تَأْمُرُ بِهِ

Ya Rasulullah, “Apa arahamu?
Apa yang seharusnya aku lakukan dengan ladang tersebut?

Maka Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam memberikan arahan kepada Umar bin Khatthab dengan mengatakan:

إِنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أَصْلَهَا، وَتَصَدَّقْتَ بِهَا.
فَتَصَدَّقَ بِهَا عُمَرُ أَنَّهُ لاَ يُبَاعُ وَلاَ يُوهَبُ وَلاَ يُورَثُ

Wahai Umar, kalau engkau berkehendak, engkau mau, engkau bisa jadikan fisik harta tersebut mahbusah, fisik hartanya tidak engkau belanjakan, tidak engkau jual, tidak engkau berikan kepada siapapun, dan tidak engkau wariskan, artinya betul-betul diwakafkan.

Kemudian hasilnya engkau sedekahkan kepada siapapun yang engkau suka. Engkau jadikan aset (ladang) tersebut sebagai ladang wakaf. Sehingga engkau tidak lagi berkuasa (berwenang) untuk menjualnya atau menghibahkannya, atau mewariskannya kepada ahli warismu, tetapi hasil panennya engkau sedekahkan تصدق بثمرتها engkau sedekahkan hasil panennya.

Maka Umar bin Khaththab, setelah mendapatkan arahan ini betul-betul mempraktikkan arahan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, kemudian Umar bin Kaththab menyedekahkan hasil panen, mewakafkan ladang tersebut kepada fuqara wa al-masakin, wa dhayyif kemudian para tamu yang membutuhkan, Ibnu sabil orang-orang yang kehabisan bekal diperjalanan.

Umar bin Khaththab mengatakan:

لاَ جُنَاحَ عَلَى مَنْ وَلِيَهَا أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا بِالْمَعْرُوفِ، وَيُطْعِمَ غَيْرَ مُتَمَوِّلٍ.

Umar kemudian memberikan satu ketentuan, persyaratan kepada wakaf yang telah beliau wakafkan tersebut, beliau mengatakan, "Siapapun yang kemudian nanti menjadi nadhir wakaf ini, yang mengelola mendapatkan kepercayaan untuk memanage wakaf ini.

Dia boleh memakan seperlunya atau memberi jamuan kepada tamu seperlunya atau memberi jamuan kepada kawannya seperlunya, tanpa menjadikannya sebagai harta kekayaan pribadi yang dia jual-belikan". Tidak!

Tapi hanya sekedar memberikan jamuan kepada yang dia suka baik itu tamu, kawan ataupun kalau dia memang membutuhkan dia makan seperlunya, bukan untuk dijadikan sebagai sumber penghasilan atau sebagai sumber untuk mencukupi kebutuhan dia sehari-hari. Sekedar mungkin dia ingin mencicipi, ingin merasakan hasil dari ladang tersebut tidak masalah.

Umar bin Khaththab dalam kasus ini mewakafkan hartanya, kemudian Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam juga secara umum memberikan motivasi kepada seluruh umat yang mampu, seluruh kaum muslimin untuk berlomba-lomba menjalankan satu kebajikan ini yaitu berwakaf.

Menyedekahkan sebagian asetnya agar tidak lagi bisa dieksekusi dengan jual-beli, hibah atau warisan dan manfaatnya disalurkan dalam saluran ataupun dalam kepentingan yang dicintai Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Amalan yang tidak terputus sesudah mati

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

إِذَا مَاتَ ابنُ آدم انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ

Bila manusia telah meninggal dunia maka seluruh amalannya terputus, seluruh pahala ibadah yang dia lakukan selama ini akan terhenti.

Kenapa? Karena semua amalannya pun akan terhenti dengan datangnya kematian, dia tidak lagi bisa shalat, dia tidak lagi bisa berpuasa, dia tidak lagi bisa berhaji, dia tidak lagi bisa berdzikir, dia tidak lagi bisa menegakkan amar ma'ruf nahi mungkar dan seterusnya.

Sehingga otomatis seluruh amalan yang selama ini dilakukan akan terhenti dan terhenti pula pahalanya, kecuali dari tiga hal, kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ

Sedekah yang terus manfaat digunakan oleh masyarakat, oleh kaum muslimin.


أو عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ

Atau ilmu yang diajarkan kemudian ilmu itu dimanfaatkan, diamalkan dan diajarkan pula oleh murid-muridnya.


أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Ataupun anak shalih yang dia tinggalkan

Dan anak itu terus tiada henti mendoakan orang tuanya, memohonkan ampunan, memohonkan agar Allāh berkenan meninggikan derajat, menerima amalannya dan melimpahkan pahala yang berlimpah ruah kepadanya, terus demikian didoakan.

Tiga hal ini, amalan pertama yang dianjurkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yang pahalanya akan terus mengalir oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dinamakan shadaqah jariyyah.

Shadaqah jariyyah yaitu shadaqah yang manfaatnya tidak pernah berhenti sehingga terus mengalir, sehingga pahalanya pun akan terus ikut mengalir seiring dengan sedekah yang tiada henti manfaatnya.

Setelah para sahabat mendengar sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam ini, mengetahui motivasi yang Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam sampaikan dalam hadits ini, maka dijelaskan oleh Imam Asy-Syafi'i rahimahullah bahwa tidaklah ada seorang sahabat baik dari kalangan Muhajirin ataupun Anshar yang dia memiliki kelapangan harta, kelapangan aset, kecuali dia telah mewakafkan sebagian asetnya, sebagian hartanya.

Kenapa? Karena mereka termotivasi. Mereka terobsesi untuk memiliki satu aset, memiliki satu amalan yang amalan itu pahalanya terus mengalir walaupun dia telah meninggal dunia, walaupun dia tidak bisa lagi beramal, salah satu caranya adalah dengan berwakaf.

Sehingga tidaklah ada satu orang pun sahabat baik dari kalangan Muhajirin ataupun Anshar yang memiliki kemampuan kecuali mereka telah mewakafkan sebagian hartanya.

Ini yang bisa Kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini, kurang dan lebihnya saya mohon maaf.

بالله التوفيق والهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
0

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.