F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-119 Bab Seputar Jenazah Bag. 2

Audio ke-119 Bab Seputar Jenazah Bag. 2
🗓 KAMIS | 19 Jumadal Ula 1446 H | 21 November 2024 M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Anas Burhanuddin, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-119
https://drive.google.com/file/d/1maSuL6-vCUz1WiI0B6aoYFQHrw9o6x-c/view?usp=sharing

Bab Seputar Jenazah (Bag. 2)

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمدلله رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين سيدنا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين
أما بعد

Anggota grup WhatsApp Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allāh subhānahu wa ta’ālā.

Memandikan Jenazah

Abu Syuja’ Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā mengatakan,

وَيُغْسَلُ المَيِّتُ وِتْراً وَيَكونُ فِي أَوَّلِ غُسْلِهِ سِدْرٌ وَفِي آخِرِهِ شَيْءٌ مِنْ كَافُورٍ

Dan jenazah itu disunnahkan untuk dimandikan dengan bilangan ganjil. Pada basuhan yang pertama hendaknya airnya dicampuri sidr (سِدْر), yaitu bidara dan pada basuhan yang terakhir hendaknya dicampuri dengan kapur barus.

Yang disebutkan oleh Abu Syuja’ Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā dalam paragraf ini adalah hukum yang sunnah yang berdasarkan hadits Ummu ‘Athiyyah radhiyallāhu ‘anha yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim bahwasanya Ummu Athiyah memandikan jenazah putri Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam, maka Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam masuk dan mengatakan kepada beliau dan para wanita sahabat yang sedang memandikan jenazah tersebut. Beliau mengatakan,

اغْسِلْنَهَا ثَلاَثًا، أَوْ خَمْسًا، أَوْ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ

Hendaklah kalian memandikan putriku dengan 3 basuhan, atau 5 basuhan atau lebih banyak dari itu.

Ini menunjukkan bahwasanya kalau kita memandikannya lebih dari 1 kali maka disunnahkan untuk memakai bilangan ganjil 3, 5, 7 dan ini karena Allāh subhānahu wa ta’ālā ganjil, yakni 1 tunggal (Esa). Dan Allāh mencintai bilangan ganjil.

Kemudian Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepada Ummu ‘Athiyyah,

بِمَاءٍ وَسِدْرٍ، وَاجْعَلْنَ فِي الآخِرَةِ كَافُورًا

Hendaklah kalian memandikan putriku dengan air yang dicampur dengan sidr (سِدْر) dengan air yang dicampur dengan bidara.

Ini juga menunjukkan sunnahnya mencampur air yang dipakai untuk memandikan jenazah dengan bidara.

Kemudian di basuhan terakhir disunnahkan untuk dicampur dengan kapur yaitu kapur barus yang memiliki fungsi mendinginkan, mewangikan, dan mengawetkan ini semuanya adalah teladan yang diberikan oleh Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam dan sifat memandikan yang disebutkan Abu Syuja’ Al-Ashfahani adalah sifat maksimalis (sifat yang sunnah).

Adapun yang minimalis, sifat yang wajib, yang kita tidak boleh kurang dari itu adalah memandikan jenazah dengan 1 basuhan yang mengenai seluruh anggota tubuh setelah sebelumnya membersihkan jenazah tersebut dari najis. Jadi ini sifat minimalisnya.

Dan penting bagi kita untuk membedakan antara sifat minimalis dengan sifat maksimalis. Sifat maksimalis adalah yang sunnah, yang terbaik. Sedangkan yang minimalis adalah yang wajib, yang kita tidak boleh kurang dari sifat itu.

Jadi yang wajib adalah memandikan jenazah dengan 1 siraman yang mengenai seluruh tubuh. Jadi cukup 1 kali. Yang wajib 1 kali saja tapi 1 kali ini adalah basuhan yang dilakukan setelah kita membersihkan najisnya dahulu.

Najis yang ada di badannya, yang ada di kemaluannya kita bersihkan dahulu, baru kemudian setelah itu kita siram dengan 1 siraman yang mengenai seluruh tubuh. Ini 1 siraman seperti ini cukup. Kewajiban sudah gugur.

Tapi kalau kita ingin mendapatkan yang lebih baik maka yang terbaik adalah yang dicontohkan Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam dengan memandikannya lebih dari 1 kali, dimulai dengan anggota wudhunya dahulu, dimulai dengan yang sebelah kanan.

Kemudian juga memakai bilangan witir 3, 5, atau 7 dan juga ditambah dengan dicampur daun bidara yang berfungsi untuk membersihkan dan mengesatkan kulit (cepat bersih).

Dan pada basuhan terakhir dicampuri dengan kapur barus agar wangi dan dingin serta awet dan tidak rusak kulitnya. Ini semuanya adalah sifat maksimalis yang diajarkan oleh Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam.

Barangkali sampai di sini pertemuan kita kali ini semoga bermanfaat. Wallāhu ta’ālā a’lam.

وصلى الله على نبيا محمد وعلى آله وصحبه وسلم.وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين


•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
0

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.