F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Halaqah 29 ~ Landasan 02 Marifatu Dinil Islam Bil Adillah: Dalil Rukun Islam Syahadat Lailaha Illallah

Halaqah 29 ~ Landasan Kedua Marifatu Dinil Islam Bil Adillah: Dalil Rukun Islam Syahadat Lailaha Illallah
🆔 Group WA HSI AbdullahRoy
🌐 edu.hsi.id
🔊 Halaqah 29 ~ Landasan Kedua Marifatu Dinil Islam Bil Adillah: Dalil Rukun Islam Syahadat Lailaha Illallah
👤 Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A.
Audio https://drive.google.com/file/d/1qZHbS8wcriBksd9PKvTvb6PDnchJCOxb/view?usp=sharing

Halaqah 29 ~ Landasan Kedua Marifatu Dinil Islam Bil Adillah: Dalil Rukun Islam Syahadat Lailaha Illallah

Halaqah yang ke-29 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Penjelasan Kitāb Al Ushūlu AtsTsalātsah wa Adillatuhā (3 Landasan utama dan dalīl-dalīlnya) yang dikarang oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb bin Sulaimān At Tamimi rahimahullāh.

Kemudian setelah beliau (rahimahullāh) menyebutkan rukun Islām yang jumlahnya 5 yang dikumpulkan oleh Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dalam satu dalīl yaitu dari hadīts Abdullāh ibnu Umar.

Kemudian beliau memberi dalīl dari masing-masing rukun Islām tadi, karena kita berbicara tentang rukun Islām yang merupakan perkara yang paling penting didalam Islām.

Kalau seorang muslim di dalam keislāman dia banyak perkara, maka minimal dia mendalami lima perkara ini, sehingga disini beliau rahimahullāh lebih mendalami rukun Islām yang lima.

Masing-masing dari rukun Islām beliau sebutkan dalīlnya (bukan hanya dalīl dari Abdullāh ibnu Umar yang menjamak dan mengumpulkan lima rukun ini) tetapi beliau rahimahullāh sebutkan dalīl dari masing rukun Islām untuk menunjukkan penekanan.

Beliau rahimahullāh mengatakan :

ودليل الشهادة قوله تعالى: شَهِدَ اللّهُ أَنَّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُوْلُواْ الْعِلْمِ قَآئِمَاً بِالْقِسْطِ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ [آل عمران:18]

Dalīl tentang syahādah

Dalīl tentang syahādah maksudnya adalah شهادة أن لا إله إلا الله – Al disini maksudnya Lil- ahdiyyah yaitu menunjukkan perjanjian karena disebutkan sebelumnya di dalam hadīts شَهَادَةِ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ – itulah kalimat syahādat pertama yang disebutkan di dalam hadīts.

Maka ketika beliau mengatakan ودليل الشهادة – maksudnya adalah syahādati أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ.

Dalīl tentang syahādat adalah firman Allāh Azza wa Jalla :

شَهِدَ اللّهُ أَنَّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُوْلُواْ الْعِلْمِ قَآئِمَاً بِالْقِسْطِ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ.
“Allāh menyatakan bahwa tidak ada tuhan selain Dia; (demikian pula) para malāikat dan orang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Mahaperkasa, Maha-bijaksana.” (QS. Āli-Imrān :18)
Apa dalīl bahwasanya bersaksi, “Tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah selain Allāh?

Ini adalah rukun Islām yang pertama yaitu seorang muslim harus bersyahādah “Tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah KECUALI Allāh

Makna syahādah di dalam bahasa Arab,

Apabila dikatakan شَهِدَ الرجل بكد وكد – Seorang laki-laki telah bersaksi demikian dan demikian. Ucapan bersaksi di dalam bahasa Arab mengandung beberapa makna:

1. Orang yang bersaksi dia mengetahui (orang yang memiliki ilmu)

Jadi orang yang bersaksi tentunya mengandung ilmu berarti dia harus علم harus mengetahui.

2. Didalamnya ada makna sumpah,

Orang yang bersaksi “Aku bersaksi”, berarti dia bersumpah dan ini adalah penekanan.

3. Orang yang bersaksi berarti ada makna إخبر (ikhbar) mengabarkan kepada orang lain.

Jika hanya diam saja berarti dia tidak bersaksi.

Jadi bersaksi dalam bahasa Arab dia harus إخبر (ikhbar) dia harus عالم و حالف (‘ālima wa hālafa) berarti dia اعلم غيره (a’lama ghairahu) berarti dia أكبر غيره (akbaru ghairahu), berarti disitu ada makna إخبر (ikhbar) yaitu harus mengabarkan kepada yang lain.

Demikian pula didalam شَهَادَةِ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ kita bersaksi berarti kita harus paham, mengetahui menyadari, mengetahui alasannya kenapa kita mengatakan أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ – sebagaimana orang yang bersaksi dia mengabarkan, menceritakan karena dia mengetahui.

Ketika kita mengatakan, “Saya bersaksi Tidak Ada Sesembahan Yang Berhak Disembah Kecuali Allāh”, maka kita harus punya hujjah harus mempunyai ilmu dan disitu ada sumpah لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ – (Tidak Ada Sesembahan Yang Berhak Disembah Kecuali Allāh).

Darimana dalīl tentang persaksian ini?

Beliau rahimahullāh mendatangkan firman Allāh di dalam surat Āli-Imrān ayat 18.

Penyebutan ayat dan surat bukan dari mualif karena jarang para ulamā menulis ayat kemudian disebutkan (misalnya) surat Āli-Imrān ayat sekian. Biasanya yang melakukan adalah muhaqqiq orang-orang yang datang setelah mereka dengan tujuan ingin mempermudah orang lain untuk mendapatkan ayat tersebut kemudian mereka sebutkan nama surat dan juga ayatnya.

Dalīlnya adalah ayat ini :

شَهِدَ اللّهُ أَنَّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُوْلُواْ الْعِلْمِ قَآئِمَاً بِالْقِسْطِ

Allāh bersaksi bahwasanya, “Tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah kecuali Dia”, dan para malāikat dan juga orang-orang yang berilmu tegak dengan keadilan

Didalam ayat ini Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengabarkan bahwasanya Allāh bersaksi.

Apa isi persaksian dari Allāh ?

Dan Dia-lah (Allāh) yang memiliki langit dan bumi, mengetahui apa yang ada yang di langit dan di bumi dengan luasnya alam semesta, besarnya alam semesta dari ujung ke ujung Allāh Maha Mengetahuinya.

Dan Allāh bersaksi dalam ayat ini bahwasanya,”Diseluruh alam semesta ini tidak ada yang berhak untuk disembah kecuali Dia-saja”. Maka ini adalah persaksian yang berasal dari Dzat yang paling tahu.

Saksi semakin dia berilmu maka semakin berkualitas kesaksiannya. Orang yang melihat langsung pembunuhan (misalnya) dengan orang yang hanya sekedar menyaksikan ketika pembunuh itu pergi, berbeda ! Karena orang yang sekedar menyaksikan tidak mengerti secara detail apa yang terjadi.

Jadi semakin tinggi keilmuannya maka semakin berkualitas kesaksiannya. Dan siapa yang lebih mengetahui tentang apa yang ada di langit dan di bumi kecuali Allāh.

قُلْ ءَأَنتُمْ أَعْلَمُ أَمِ ٱللَّهُ …
“Apakah kalian lebih tahu atau Allāh Subhānahu wa Ta’āla…” (QS. Al-Baqarah:140)
Dan ternyata Allāh Subhānahu wa Ta’āla memberikan persaksian, “Tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah kecuali Dia”.

Didalam surat lain Allāh berfirman:

قُلْ أَىُّ شَىْءٍ أَكْبَرُ شَهَـٰدَةًۭ قُلِ ٱللَّهُ ۖ شَهِيدٌۢ بَيْنِى وَبَيْنَكُمْ
“Apakah sesuatu yang paling besar persaksiannya. Katakanlah bahwasanya Dia-lah Allāh yang menjadi saksi antara diriku dengan kalian…..” (QS. Al-An’ām : 19)
Dan Allāh telah bersaksi bahwasanya “Tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah kecuali Dia” .

Jika Allāh saja bersaksi maka kewajiban kita sebagai seorang muslim adalah bersaksi juga bersyahādah dan mengatakan أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ

Ini adalah dalīl yang jelas menunjukkan tentang kewajiban bersaksi ,”Tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah kecuali Allāh”.

Ditambah lagi Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengatakan وَالْمَلاَئِكَةُ – dan para malāikat, seluruh malāikat yang mereka adalah makhluk Allāh yang tidak pernah berbuat maksiat tidak pernah berdusta. Mereka adalah makhluk-makhluk Allāh yang shālih yang beribadah kepada Allāh, mereka tidak pernah bosan untuk beribadah kepada Allāh ternyata semuanya bersaksi,”Tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah kecuali Allāh”.

Lalu apa yang menjadikan seseorang menunda dan ragu-ragu untuk juga bersaksi bahwasanya “Tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah kecuali Allāh” ditambah lagi para ulamā yang diberikan oleh Allāh karunia dengan ilmu agama (ilmu Dīn) mereka mempelajari agama Allāh, mentafakuri alam sekitar, mentaddaburi ayat-ayat Allāh mereka menyimpulkan bahwasanya لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ – Tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah kecuali Allāh” dan tentunya persaksian seorang ulamā berbeda dengan persaksian orang biasa semuanya bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allāh.

Allāh bersaksi digandengkan dengan malāikat-malāikat bersaksi, digandengkan dengan semua ulamā juga bersaksi. Maka tidak ada udzur bagi kita untuk tidak bersaksi bahwasanya لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ – “Tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah kecuali Allāh”.

Pas sekali beliau rahimahullāh mendatangkan dalīl ayat ini yaitu kewajiban untuk bersyahādah disamping dalīl hadīts dari Abdullāh ibnu Umar, dimana di dalam hadīts tersebut dikumpulkan lima rukun Islām. Menunjukkan bahwa rukun Islām yang lima hukumnya adalah wajib.

Beliau rahimahullāh tekankan disini dengan mendatangkan dalīl yang lain.

قَآئِمَاً بِالْقِسْطِ

“Tegak dengan keadilan”

لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Kemudian ditekankan oleh Allāh dan dikuatkan dengan mengatakan لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ – Tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah kecuali Dia (Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana).

Demikian yang bisa kita sampaikan pada kesempatan kali ini, dan sampai bertemu kembali pada halaqah selanjutnya.

بِاللَّهِ التَّوْفِيْقِ وَ الْهِدَايَةِ
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ ووَبَرَكَاتُهُ

Saudaramu,
‘Abdullāh Roy
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.