🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 RABU | 7 Jumadal Akhirah 1445 H | 20 Desember 2023 M
🎙 Oleh: Ustadz Anas Burhanuddin, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-23
📖 Bab Pembatal-Pembatal Wudhu (Bag. 2) Pasal: Pembatal-Pembatal Wudhu Ada 6
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمدلله رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين سيدنا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين
أما بعد
Anggota grup WhatsApp Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allāh subhānahu wa ta’ālā.
Kita lanjutkan kajian kita dari kitab Matnul Ghāyah wat Taqrīb (متن الغاية والتقريب) karya Abu Syuja’ Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā.
In sya Allāh pada kesempatan kali ini kita akan membahas bersama yaitu pasal tentang pembatal-pembatal wudhu.
Imam Abu Syuja’ Al-Ashfahani rahimahullāhu ta’ālā mengatakan,
وَالنَّوْمُ عَلَى غَيْرِ هَيْئَةِ الْمُتَمَكِّنِ
2. Tidur dengan posisi selain posisi orang yang duduk tetap.
Pada dasarnya tidur itu membatalkan wudhu, karena dalam sebuah hadits shahih Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam disebutkan, Beliau memerintahkan para sahabat untuk tidak melepas khuf mereka saat mereka dalam perjalanan selama tiga hari tiga malam, kecuali dari janabah (kecuali kalau mereka junub) maka mereka harus melepas khuf mereka untuk kemudian mandi dan mereka boleh untuk mengusap khuf mereka jika mereka mengalami
غَائِط أو وَبَوْل أو وَنَوْم
Kalau mereka mengalami buang air besar, atau kencing, atau tidur maka mereka boleh berwudhu dengan mengusap khuf mereka.
Ini menunjukkan bahwasanya tidur itu membatalkan wudhu. Tidur dalam kondisi terlentang, dalam kondisi tengkurap, dalam kondisi berdiri semuanya termasuk dalam keumuman tidur yang membatalkan wudhu dan yang dikecualikan adalah tidur dengan posisi pantat tidak berpindah (pantat tidak terbuka).
Sebagaimana yang dijelaskan Imam an-Nawawi rahimahullāhu ta’ālā dalam syarah shahih muslim, itu adalah posisi duduk yang tidak membatalkan wudhu.
Seperti duduknya para sahabat Rasulullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam yang disebutkan dalam hadist riwayat Abu Dawud
كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَنْتَظِرُونَ الْعِشَاءَ الآخِرَةَ حَتَّى تَخْفِقَ رُءُوسُهُمْ ثُمَّ خَرَجُوا الى الصَّلَاةِ وَلَمْ يَتَوَضَّئُوا
Dahulu para sahabat Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam menunggu shalat Isya sampai kepala mereka terkantuk-kantuk dan kemudian mereka keluar, mereka keluar dalam keadaan mereka tidak wudhu lagi, mereka kemudian shalat tanpa mereka berwudhu lagi.
Inilah yang dikecualikan yaitu posisi duduk yang mutamakkin (متمكن), posisi duduk di mana pantat kita tidak berubah sehingga lubang dubur itu tertutup. Adapun kalau posisi duduk kita adalah tidak mutamakkin (متمكن) di mana pantat kita terbuka (lubang dubur terbuka), maka ini membatalkan wudhu.
وَزَوَال الْعَقْلِ بِسُكْرً أَوْ مَرَضٍ
3. Hilangnya akal karena mabuk atau sakit.
Hilangnya akal membatalkan wudhu kita. Baik hilangnya akal ini sebabnya adalah karena sakit, atau karena mabuk, atau karena gila, atau karena pingsan. Ini semuanya membatalkan wudhu kita karena hilangnya akal lebih besar (lebih parah) daripada orang yang tidur. Kalau orang yang tidur saja wudhunya batal maka mereka yang kehilangan akal juga batal wudhunya.
Jadi kalau ada seorang di antara kita yang sedang shalat kemudian misalnya dia pingsan dan kemudian sadar lagi seperti yang kadang-kadang terjadi pada sebagian orang. Saking capeknya atau karena sakit dia jatuh pingsan di tengah-tengah sholat kemudian dia bangun lagi, maka yang seperti ini wudhunya sudah batal. Maka dia harus keluar dahulu untuk kemudian berwudhu kemudian dia shalat lagi dari awal.
Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini. Semoga Allāh subhānahu wa ta’ālā memberikan keberkahan ilmu dan memudahkan kita untuk mengamalkannya.
إنَّه وليُّ ذلك والقادِرُ عليه
و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment