F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-85 Al-Hawalah (Transfer Hutang Piutang) Bagian Kedelapan

Audio ke-85 Al-Hawalah (Transfer Hutang Piutang) Bagian Kedelapan
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 SENIN | 05 Jumadal Akhirah 1445 H | 18 Desember 2023 M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-85

📖 Al-Hawalah (Transfer Hutang Piutang) Bagian Kedelapan


بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة و السلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه أمام بعد

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Masih bersama untaian kata-kata yang dirangkaikan oleh Al Imam Abu Syuja' Rahimahullahu Ta'ala dalam kitabnya Matnul Al Ghayah Fil Al-Ihtishor.

Kita masih membahas tentang باب الحوالة bab penjelasan tentang transfer hutang piutang. Al-Mualif (Al-Imam Abu Syuja') rahimahullahu ta’ala menyatakan,

وتبرأ بها ذمة المحيل
Di antara hukum hawalah (mentransferkan hutang) adalah bila telah terjadi kesepakatan antara pihak kreditur dengan pihak debitur, pihak yang menghutangi dengan pihak yang dihutangi.

Ketika telah terjadi kesepakatan agar pihak yang menghutangi yaitu pihak kreditur menagihkan piutangnya kepada pihak ketiga, maka pihak debitur (yang berhutang) dianggap,

تبرأ ذمته
Telah gugur kewajibannya alias telah dianggap lunas.
Sehingga dari pernyataan Al-Mualif ini kita dapat simpulkan beberapa kesimpulan penting:

(1) Pernyataan mualif ini ketika beliau mengatakan,

و تبرأ بها ذمة المحيل
Bahwa tanggungjawab pihak yang berhutang atau debitur itu telah bebas dari tagihan (tanggungan hutang), ini membuktikan bahwa hawalah bukanlah jual beli, tetapi hawalah adalah instrumen pembayaran hutang.

(2) Ketika hawalah itu telah dicapai kesepakatan antara kreditur dengan debitur, dengan kriteria yang telah disebutkan sebelumnya maka pihak kreditur (pihak yang menghutangi) tidak lagi berhak untuk menuntut atau meminta tagihan, meminta pembayaran kepada المحيل yaitu pihak debitur yang telah mentransferkan hutangnya, tangungan (tagihan) hutangnya kepada pihak ketiga.

Kenapa demikian? karena hawalah itu adalah salah satu instrumen pembayaran hutang, sehingga dengan mentransferkan tagihan berarti pihak debitur (pihak yang berhutang) telah melunasi (membayar).

Apalagi secara de facto pada kenyataannya pihak ketiga dalam kondisi مَلِيٍّ, dalam kondisi mampu, memiliki kecukupan dana finansial untuk melakukan pembayaran hutang piutang.

Sedangkan Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا أُحِيلَ أَحَدُكُمْ عَلَى مَلِيٍّ فَلْيَتْبَعْ

Kalau tagihanmu itu ditransferkan alias tagihanmu itu dialihkan kepada pihak ketiga yang ternyata dia itu adalah مَلِيٍّ (mampu) memiliki keuangan yang cukup, finansial yang baik, maka فليتبع maka menurutlah, maka terimalah.

Sehingga dari kata-kata فليتبع para ulama kemudian menyimpulkan bahwa pihak kreditur ketika diminta untuk menagihkan atau diberi kuasa untuk menagihkan piutangnya kepada pihak ketiga dan pihak ketiga yang ternyata adalah pihak yang kondisi finansial yang baik, bagus, mampu untuk melakukan pembayaran, kooperatif dengan setiap tagihan maka kata-kata فليتبع disimpulkan dari sini adalah sebuah perintah, dan perintah itu biasanya memiliki arti wajib.

Dan ketika itu telah dilakukan, pihak kreditur telah menerima hawalah ini, bersepakat untuk menagihkan piutangnya pada pihak ketiga maka mafhumnya bahwa dia tidak lagi berhak untuk menagihkan pihutangnya kepada pihak pertama, atau yang disebut المحيل

Karena pihak محيل telah melakukan kewajibannya yaitu membayar hutang dengan cara mentransferkan hutangnya kepada pihak ketiga.

Kemudian secara mafhum pula ketika pihak kreditur setelah sepakat untuk menagihkan piutangnya kepada pihak ketiga, dan ternyata dia kembali lagi menagihkannya kepada pihak pertama itu berarti dia belum menjalankan perintah Nabi ini فليتبع (hendaknya dia terima transfer penagihan tersebut).

Sehingga ketika dia masih kembali lagi berarti dia belum menjalankan perintah ini dan tentu ini tidak sejalan dengan perintah Nabi shallallahu'alaihi wa sallam.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala menambahkan hidayah dan taufiknya kepada kita semuanya dan menjadikan ilmu yang kita pelajari, ilmu yang nafi' (bermanfaat) untuk kemudian bisa kita amalkan dan ajarkan.

وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.