F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-155 Li'an Bag. 1

Audio ke-155 Li'an Bag. 1
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 RABU| 25 Dzulqa’dah 1444 H| 14 Juni 2023 M
🎙 Oleh : Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-155

📖 Li'an (Bag. 1)


بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، وصلاة وسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاهاما بعد

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh subhānahu wa ta’ālā.

Masih bersama tema Baiti Jannaty (Rumahku adalah Surgaku).

Di antara yang perlu diketahui oleh suami dan istri berkaitan dengan hukum-hukum rumah tangga agar suami dan istri bisa membangun rumah tangganya, bisa mengkondisikan rumah tangganya, memiliki persepsi dan pemahaman yang sempurna. Bagaimana rumah tangga yang benar itu akan dibangun.

Salah satu tema penting yang harus dipahami adalah bila sampai suami tega menuduh istrinya berzina. Mungkin anda akan berkata, “Ini tema yang mungkin kurang begitu penting.” Tetapi kalau anda lihat di masyarakat, kalau anda amati tetangga-tetangga anda kanan-kiri anda, anda akan dapatkan betapa banyak suami yang menuduh istrinya serong.

Demikian pula istri yang menuduh suaminya serong. Betapa banyak seorang istri yang menuduh suaminya menyimpan wanita lain atau dengan kata istilah “jajan.” Demikian pula suami yang menuduh, mencurigai istrinya telah berbuat serong (berkhianat, selingkuh).

Sebelum kita berbicara jauh tentang apa yang harus dilakukan bila sampai terjadi puncak su’uzhan (buruk sangka) antara kedua belah pihak atau bahkan bisa jadi, bukan buruk sangka, hubungan yang tidak harmonis sampai akhirnya menjerumuskan keduanya atau salah satunya dalam perbuatan nista.

Sebelum kita berbicara jauh ke sana, sepatutnya anda sekalian (semoga dirahmati Allāh subhānahu wa ta’ālā) memahami bahwa hubungan rumah tangga suami istri itu harus dibangun di atas hubungan saling percaya. Amanat (suami memikul amanat) berupa kehormatan, berupa tanggung jawab atas istrinya. Sebaliknya pun demikian, istri memikul amanat dan tanggung jawab yang besar. Kepercayaan suami, kehormatan suami, harga diri suami dan juga anak keturunan suami.

Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

نعمة الْمَرْأَةُ

Sebaik-baik wanita adalah wanita-wanita yang shalihah adalah wanita yang kalau engkau lihat

نَظرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهُ

Kalau engkau lihat dia, engkau memandang dia. Dia bisa menarik simpati hatimu, menjadikan hatimu sejuk, menjadikan hatimu tentram, damai. Senyum yang senantiasa terkulum, tatapan mata yang memancarkan keharmonisan dan kasih sayang, keibuan, kesetiaan dan penampilan yang senantiasa elegan sebagai seorang istri.

Kemudian bukan sekedar wanita itu jaga penampilan, tetap berpenampilan prima di hadapan suami. Tetapi dia juga,

أَطَاعَتْهُ

Dia taat kepadamu kalau engkau perintah dia. Kalau engkau perintahkan, dia taat kepadamu.

Kemudian dia juga apa?

حَفِظَتْهُ

Dia menjaga kehormatanmu, menjaga hak-hakmu di saat engkau sedang pergi, engkau sedang keluar rumah, engkau sedang berada di tempat yang jauh darinya. Apa yang dijaga? Harta kekayaanmu, keluargamu, anak keturunanmu dan juga kehormatan dia. Karena istri telah menjadi milik suami.

Sehingga istri harus menjaga kehormatan dirinya dan hanya dipersembahkan, hanya diperuntukkan untuk siapa? Sang suami seorang diri. Ini adalah tanggung jawab istri.

Sebagaimana tanggung jawab suami juga besar. Dia harus menafkahi, dia harus melindungi, menjaga dan tanggung jawab yang paling besar adalah menggandeng tangannya untuk kemudian tiba ke depan pintu surga.

ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ
Lelaki itu adalah pemimpin yang senantiasa menegakkan, melindungi.[QS An-Nisa: 34]

قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
Bentengi dirimu dan juga keluargamu dari ancaman siksa neraka. [QS At-Tahrim: 6]
Itulah hubungan rumah tangga yang seharusnya kita wujudkan dalam keluarga kita agar rumah tangga kita betul-betul menjadi rumah tangga yang harmonis.

Namun dalam beberapa kesempatan, dalam beberapa kondisi setan seringkali selangkah lebih maju, selangkah lebih cepat menghembuskan godaan. Baik kepada suami ataupun kepada istri.

Godaan kepada suami berupa su’uzhan (berburuk sangka), gegabah dalam merusak rumah tangganya dengan melemparkan tuduhan-tuduhan yang keji tanpa bukti yang jelas.

Atau sebaliknya badai yang dihembuskan oleh setan begitu deras tidak kuasa ditahan oleh sang istri. Sehingga akhirnya sang istri mengkhianati kepercayaan suami. Dia menjalin hubungan gelap dengan lelaki lain, menjalin asmara dengan lelaki lain, merusak kepercayaan suami, mengkhianati cinta dan kesetiaan suami. Akhirnya diapun berzina dengan laki-laki lain.

Ketika dua kondisi ini terjadi, dua hal ini: suami yang terlalu lancang, terlalu hanyut dalam emosi, melupakan kepercayaan dan amanat sang istri sehingga dia hanyut dalam su’uzhan dan gegabah melemparkan tuduhan atau memang terbukti sang istri memang telah mengkhianatinya. Sehingga diapun menjalin asmara dengan lelaki lain. Akhirnya suamipun tidak punya pilihan kecuali mengatakan bahwa dia telah berzina, istrinya telah berzina.

Dia minta pertanggungjawaban sang istri akan kepercayaan yang pernah atau yang telah dia berikan kepada sang istri untuk menjaga harta, kehormatan, dan kesucian dirinya. Ketika tuduhan ataupun pengkhianatan ini tidak dilengkapi dengan bukti, maka tentu ini sebagai satu hal yang tidak sejalan dengan tuntunan syari'at. Karena Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam telah menggariskan satu prinsip yang menjaga hubungan sesama manusia agar tetap terkendali.

لَوْ يُعْطَى النَّاسُ بِدَعْوَاهُمْ، لَادَّعَى رِجَالٌ أَمْوَالَ قَوْمٍ وَدِمَاءَهُمْ

(Muttafaqun ‘alaih)

Andai setiap manusia itu, tuduhan ataupun klaim sepihaknya selalu diterima, niscaya terjadi kekacauan yang luar biasa. Niscaya setiap orang dengan leluasa, dengan ceroboh mengajukan dakwah, mengajukan gugatan bahwa dia berhak untuk mengambil harta orang ataupun menumpahkan darah orang.

Namun apa yang harus dilakukan?

وَلَكِنِ البَيِّنَةُ عَلَى المُدَّعِي

(Muttafaqun ‘alaih)

Akan tetapi yang harus dilakukan adalah siapapun yang membuat gugatan, tuntutan ataupun tuduhan dia harus mendatangkan bukti.

Ketika suami hanyut dalam su’uzhannya, suami terlalu ke depan melangkah, terlalu jauh melangkah dalam mencurigai sang istri sampai akhirnya dia tanpa data yang jelas, tanpa bukti yang dapat dipertanggungjawabkan, menuduh sang istri telah berbuat zina atau sebaliknya memang sang istri yang telah selangkah kelewatan melampaui batas sehingga dia betul-betul berzina dengan lelaki lain.

Namun masalahnya untuk bisa membuktikan suami jujur dan istri pun betul dia telah berzina, namun untuk bisa kemudian menjerat sang istri di Pengadilan Agama agar ditimpakan hukum zina kepadanya itu bukan hal yang mudah. Apalagi perzinahan itu seringkali dan selalu dilakukan di tempat-tempat yang tersembunyi.

Sehingga secara meyakinkan sang suami, tahu dengan bukti-bukti yang meyakinkan. Tetapi bukti itu kurang bisa diterima di proses peradilan. Maka tentu ini sangat menyakitkan, kondisi yang sangat dilematis bagi sang suami. Kalau dia menuduh tanpa bukti maka dapat digugat balik oleh istri. Tetapi ketika tuduhan sang suami tidak diperdulikan atau diabaikan oleh proses peradilan, maka ini juga menimbulkan kerusakan yang besar. Sang suami bisa saja kalap membunuh istri, bisa saja kalap melakukan hal yang di luar kendali. Kenapa? Kehormatannya telah diinjak-injak. Kemudian kepercayaan telah dikhianati, rumah tangganya telah dihancurkan.

Kalau ini diabaikan padahal sang suami betul-betul meyakini dan betul-betul jujur. Namun dia tidak punya alat bukti, maka ini juga sangat merugikan, tidak sesuai dengan keadilan. Apalagi logikanya seorang suami yang beriman, seorang suami yang masih memiliki rasa malu tidak mungkin gegabah menuduh istrinya berzina.

Karena apa? Karena menuduh sang istri berzina itu sama saja merusak rumah tangganya, sama saja mencoreng mukanya sendiri, mempermalukan dirinya sendiri, tetapi membiarkan istri terus berzina juga menimbulkan masalah yang besar.

Bisa jadi sang istri hamil dari perzinahan dan akhirnya dia membawa anak hasil perzinahan dan bisa jadi anak itu dinasabkan kepada sang suami. Dan tentu itu haram hukumnya. Haram hukumnya mengakui nasab orang atau menasabkan seorang kepada selain ayahnya.

Maka Islam memberikan solusi, kalau memang terjadi kondisi semacam ini baik karena suami yang lancang, maka tentu istri harus mendapatkan perlindungan agar nama baiknya, nama baik keluarga besarnya tidak tercoreng dengan kecerobohan sang suami.

Atau sebaliknya kelancangan sang istri yang mengkhianati kepercayaan suami juga sepatutnya dihentikan agar sang suami tidak terus menanggung kerugian. Rumah tangganya yang berantakan, harga dirinya yang telah dinodai, keluarganya yang terhinakan sepatutnya harus dibela agar keadilan menjadi tegak. Rasa sakit hati sang suami terobati.

Maka Allāh subhānahu wa ta’ālā memberi solusi yang luar biasa. Yaitu dengan mensyari'atkan li'an. Allāh subhānahu wa ta’ālā berfirman,

وَٱلَّذِينَ يَرْمُونَ أَزْوَٰجَهُمْ وَلَمْ يَكُن لَّهُمْ شُهَدَآءُ إِلَّآ أَنفُسُهُمْ
Para suami yang telah menuduh istri-istri mereka berzina padahal mereka tidak punya saksi kecuali pengakuan dirinya sendiri, tuduhan dirinya sendiri. [QS An-Nur: 6]

فَشَهَٰدَةُ أَحَدِهِمْ أَرْبَعُ شَهَٰدَٰتٍۭ بِٱللَّه إِنَّهُۥ لَمِنَ ٱلصَّٰدِقِينَ
Maka sebagai pengganti, alternatif saksi, alat bukti alternatif yang menggantikan fungsi saksi adalah suami bersumpah 4 kali dengan menyebut nama Allāh bahwa dia jujur, dia telah benar dalam tuduhannya bahwa sang istri telah berzina. Sebanyak 4 kali. [QS An-Nur: 6]
Kemudian yang ke-5, Pada sumpah yang ke-5 suami mengatakan,

اَنَّ لَعْنَتَ اللّٰهِ
Dan laknat Allāh subhānahu wa ta’ālā akan menimpa dirinya bila dia telah berdusta dalam tuduhan tersebut. [QS An-Nur: 7]

وَيَدْرَؤُا عَنْهَا الْعَذَابَ
Dan sebaliknya giliran sang istri bila dia tidak mengakui tuduhan suami dia berhak untuk membela diri agar tidak dirajam agar tidak dikenai hukum pidana atas tuduhan berzina. Apa yang harus dilakukan? Bersumpah 4 kali dengan menyebut nama Allāh bahwa suaminya telah berdusta atas tuduhan yang dilontarkan kepada dirinya.[QS An-Nur: 8]
Kemudian yang ke-5 istri dalam sumpahnya mengatakan bahwasannya murka Allāh,

اَنَّ غَضَبَ اللّٰهِ عَلَيْهَآ
Dan murka Allāh akan menimpa dirinya bila kemudian terbukti bahwa tuduhan suami itu benar adanya. [QS An-Nur: 9]
Proses saling mengutuk semacam ini, saling mendoakan kejelekan semacam ini, ini disebut dengan li'an. Dan li'an ini adalah suatu solusi yang sangat-sangat adil bagi suami dan istri. Karena tentu kalau suami dibebani harus mendatangkan saksi, maka itu sangatlah berat. Padahal dia sudah menanggung rasa sakit hati yang luar biasa, kekecewaan yang luar biasa atas pengkhianatan sang istri.

Sebaliknya kalau suami yang ceroboh, gegabah menuduh istrinya berzina tanpa bukti dibiarkan begitu saja tentu ini akan sangat menyakitkan sang istri.

Menodai kehormatannya, melukai hatinya dan juga menghinakan martabat dirinya dan keluarga besarnya. Maka suami harus diberi pelajaran yang menjadikan dia jera agar tidak gegabah menuduh sang istri.

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini. Kurang dan lebihnya saya mohon maaf.

بالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.