F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-92 Metodologi Memahami Nash Asma dan Sifat Allah dan 3 Golongan Yang Menyimpang Di Dalamnya

Audio ke-92 Metodologi Memahami Nash Asma dan Sifat Allah dan Tiga Golongan Yang Menyimpang Di Dalamnya
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 SELASA| 26 Jumadal Ula 1444 H | 20 Desember 2022 M
🎙 Oleh: Ustadz DR. Abdullah Roy M.A. حفظه الله تعالى
🔈 Audio ke-92

📖 Metodologi Memahami Nash Asma dan Sifat Allāh dan Tiga Golongan Yang Menyimpang Di Dalamnya


بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله و اصحابه، ومن والاه

Anggota grup whatsup Dirasah Islamiyyah yang semoga dimuliakan oleh Allāh.

Kita lanjutkan pembahasan kitab Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang ditulis oleh Fadhilatu Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah.

Masih kita pada pasal beriman kepada Allāh. Beliau mengatakan:

ونرى وجوب إجراء نصوص الكتاب والسُنّة في ذلك على ظاهرها، وحملها على حقيقتها اللائقة بالله عزّ وجل

Dan Kami yaitu Ahlus Sunnah memandang wajibnya untuk menjalankan nash-nash Al-Qurān dan Sunnah di dalam masalah nama dan juga sifat Allāh, kita jalankan sebagaimana zhahirnya dan kita membawa nash-nash tadi, membawa dalil-dalil tadi kepada hakikatnya yang sesuai dengan keagungan Allāh Azza wa Jalla. Ini adalah Aqidah Ahlus Sunnah.

Jadi ayat-ayat dan juga hadits yang berkaitan dengan nama dan juga sifat Allāh kita jalankan sebagaimana zhahir.

Yang dimaksud dengan zhahir adalah:

ما يتبادر إليه
“Apa yang pertama kali kita pahami.”
Maka kita jalankan dalil-dalil tersebut sesuai dengan zhahirnya. Kalau kita berbicara tentang Allāh, nama dan juga sifat Allāh, maka tentunya seorang muslim dan juga muslimah yang pertama kali dia pahami bahwasanya nama dan sifat tersebut adalah sesuai dengan keagungan Allāh.

Itulah zhahirnya, apa yang pertama kali kita pahami dari nama dan juga sifat Allāh? yang pertama kali kita pahami adalah bahwasanya nama dan sifat tersebut sesuai dengan keagungan Allāh. Itu zhahirnya.

Bukanlah yang dimaksud dengan zhahir dari dalil di sini adalah tasybih yaitu menyerupakan Allāh dengan makhluk, bukan! Itu yang dipahami oleh sebagian.

Memahami bahwasanya zhahir dari dalil adalah tasybih. Tidak!

Zhahir dari dalil-dalil tadi kalau kita berbicara tentang nama dan juga sifat Allāh, maka itu adalah zhahir yang sesuai dengan keagungan Allāh وحملها على حقيقتها dan kita bawa dalil-dalil tadi kepada hakikatnya yang sesuai dengan keagungan Allāh Azza wa Jalla.

ونتبرَّأ من طريق المحرّفين لها الذين صرفوها إلى غير ما أراد الله بها ورسوله
Dan kita berlepas diri dari jalan orang-orang yang menyimpangkan dalil-dalil tadi (ونتبرَّأ), Ahlus Sunnah jauh dan berlepas diri dari cara seperti ini.

Di sini beliau akan menyebutkan 3 kelompok yang menyimpang (salah) di dalam memahami ayat-ayat atau hadits-hadits yang berkaitan dengan sifat.

المحرّفين لها الذين صرفوها إلى غير ما أراد الله بها ورسوله

1.) Kelompok AL-MUAWWILAH

Orang-orang yang meyimpangkan dalil-dalil tadi, menyimpangkan maknanya kepada suatu yang bukan maksud Allāh dan juga Rasul-Nya.

Misalnya: Istawa’ diartikan oleh mereka dengan istaula yaitu menguasai, jadi lafadz mereka terima tetapi maknanya mereka palingkan, bukan makna yang diinginkan oleh Allāh dan juga Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam-Nya. Ini dinamakan al-Muawwilah golongan yang mereka mentakwil.

Kita Ahlus Sunnah berlepas diri dari yang demikian, berlepas diri dari cara memahami dalil dengan cara seperti itu. Kita terima apa adanya sebagaimana datangnya dan kita pahami sebagaimana dipahami oleh Allāh dan juga Rasul-Nya.

Allāh dan Rasul-Nya telah menurunkan Al-Qurān dan Hadits dengan bahasa Arab, maka kita pahami dengan apa yang dipahami oleh orang Arab.

Siapa di antara mereka yang mengartikan istawa' dengan istaula. Istawa’ maknanya ma'ruf adalah meninggi. Dari mana mereka mengartikan istawa’ dengan istaula?

Kalau makna istawa’ yang artinya adalah meninggi diartikan dengan menguasai maka ini sudah merubah maknanya. Tidak boleh demikian.

Siapa yang lebih tentang makna istawa’ daripada Allāh dan juga Rasul-Nya? Seakan-akan kita merasa lebih tahu daripada Allāh, merasa lebih tahu daripada Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam, kemudian kita mendatangkan makna yang baru yang menyimpang.

Kalau kita lihat dan sudah kita sampaikan dahulu, orang yang mentakwil istawa’ dengan istaula ini, pertama dia tidak bisa lari dari apa yang dia takuti, karena dia takut untuk menyerupakan Allāh. Ketika dia mengartikan dengan istaula apakah dia bisa lari dari menyerupakan Allāh seperti yang mereka bayangkan? Tidak!

Karena istaula artinya menguasai, mahkluk juga ada yang istaula demikian pula di sini mengandung makna yang sangat rusak karena makna istaula adalah menguasai setelah sebelumnya dia tidak berkuasa.

Beranikah mereka mengatakan dan mensifati Allāh seperti itu?

Bahwasanya Allāh sebelumnya tidak menguasai kemudian setelah itu Allāh menguasai? Ini jeleknya takwil. Ini bukan jalannya Ahlus Sunnah.

ومن طريق المعطّلين لها الذين عطَّلوها عن مدلولها الذي أراده الله ورسوله.

2.) Kelompok AL-MUFAWWIDHAH

Kita berlepas diri dari jalannya mu'aththilin (معطّلين) yaitu orang-orang yang menta’thil terhadap dalil-dalil tadi.

Menta'thil artinya mengosongkan dari apa yang ditunjukkan oleh dalil tadi yang diinginkan oleh Allāh dan juga Rasul-Nya. Dia punya makna, dia tidak kosong dari makna.

Orang-orang mu'aththilin, mereka mengosongkan kalimat-kalimat (kata-kata) tadi dari makna, seakan-akan itu adalah kata-kata yang kosong tidak ada maknanya, kita tidak mengetahui maknanya, kita serahkan maknanya kepada Allāh. Ini namanya mu'aththilin, padahal kata-kata itu memiliki makna.

Inilah yang dinamakan dengan al-Mufawwidhah (orang-orang yang menyerahkan makna ayat-ayat atau hadits-hadits tadi kepada Allāh) menganggap bahwasanya kita tidak mengetahui maknanya sama sekali.

Yang mereka serahkan adalah maknanya, dan ini kata para ulama adalah شر الطريق - jalan yang paling jelek, lebih jelek daripada muawilah tadi.

Kenapa demikian?

Karena al-Mufawfidhah dengan keyakinan mereka seperti itu pada hakikatnya mereka telah mencela Al-Qurān Al-Karim. Allāh Subhānahu wa Ta’āla telah menurunkan Al-Qurān sebagai petunjuk bagi manusia. Yang namanya petunjuk harusnya yang mudah dipahami.

Kalau mereka mengatakan kita tidak tahu maknanya, maknanya yang tahu hanya Allāh, berarti Allāh telah menurunkan Al-Qurān yang tidak bisa dipahami oleh manusia, ini adalah asalnya atau hakikatnya dia adalah celaan terhadap Al-Qurān itu sendiri.

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ ٱلْقُرْءَانَ
"Apakah mereka tidak mentadabburi Al-Qurān.”
Dorongan dari Allāh untuk mentadabburi Al-Qurān, menunjukkan bahwasannya Al-Qurān bisa dipahami.

الٓمٓ ۞ ذَٰلِكَ ٱلۡكِتَٰبُ لَا رَيۡبَۛ فِيهِۛ هُدٗى لِّلۡمُتَّقِينَ
"Alif Lam Mim. Kitab (Al-Qurān) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.” [QS Al-Baqarah: 1-2]
Petunjuk bagi manusia, yang namanya petunjuk bisa dipahami oleh orang-orang yang memang diutus kepada mereka, diturunkan kepada mereka petunjuk tadi.

Kalau seandainya Allāh menurunkan kitab yang tidak dipahami oleh manusia, maka pada hakikatnya adalah celaan terhadap Al-Qurān dan lebih dalam lagi bisa masuk dalam celaan kepada Allāh Azza wa Jalla. (Na'ūdzu billāhi min dzālik) dan ini bukan cara Ahlus Sunnah.

Ada yang mengatakan bahwasanya para Salaf dahulu mereka adalah mufawwidhah, termasuk golongan ini, padahal para Salaf berlepas diri dari yang demikian.

Para Salaf yang mereka serahkan bukan maknanya, yang diserahkan oleh para Salaf kepada Allāh adalah tentang kaifiyahnya, tentang bagaimananya. Makna istiwa’ mereka paham. Tapi yang mereka serahkan kepada Allāh adalah kaifiyahnya dari istawa’ tadi bagaimana Allāh beristiwa mereka tidak tahu.

Karena Allāh Subhānahu wa Ta’āla tidak mengabarkan kepada mereka tentang bagaimana cara Allāh beristiwa’, yang mereka serahkan bagaimana tangannya Allāh, bagaimana wajahnya Allāh, bagaimana mata Allāh itu yang mereka serahkan. Adapun maknanya mereka paham.

ومن طريق الغالين فيها الذين حملوها على التمثيل أو تكلفوا لمدلولها التكييف

3.) Kelompok AL-MUTAMATSTSILAH / AL-MUSYABBIHAH

Dan di antara atau berlepas diri dari jalannya orang-orang yang ghuluw (berlebih-lebihan) di dalam masalah dalil-dalil tentang nama dan sifat ini. Yang mereka membawa dalil-dalil tadi kepada tamtsīl.

Mereka menetapkan dalil-dalil tadi tapi berlebih-lebihan sehingga mereka menyerupakan Allāh dengan makhluk atau mereka membebani لمدلولها التكييف menyusahkan diri mereka, membebani diri mereka sehingga mereka mentakyīf yaitu menyebutkan kaifiyyah bagaimana sifat Allāh Azza wa Jalla.

Ini juga termasuk golongan yang sesat mumatstsilah, musyabbihah, mereka menyerupakan Allāh dengan makhluk atau menyebutkan tentang kaifiyah sifat Allāh Azza wa Jalla.

Baik, di sini beliau menyebutkan 3 aliran ini, dan masing-masing aliran ada pengikutnya dan kita berlepas diri dari yang demikian.

Demikianlah yang bisa kita sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini dan in sya Allāh kita bertemu kembali pada pertemuan yang selanjutnya pada waktu dan keadaan yang lebih baik.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈┈•◈◉◉◈•┈┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.