F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-61 Allah Subhanahu wa Ta’ala Turun Ke Langit Dunia Bagian Pertama

Audio ke-61 Allah Subhanahu wa Ta’ala Turun Ke Langit Dunia Bagian 1 - Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 SENIN | 05 September 2022 M
🎙 Oleh : Ustadz DR. Abdullah Roy M.A. حفظه الله تعالى
📗 Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah
🔈 Audio ke-61

📖 Allāh Subhānahu wa Ta’āla Turun Ke Langit Dunia (Bagian 1)


بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله و اصحابه، ومن والاه

Anggota grup whatsapp Dirasah Islamiyyah, yang semoga dimuliakan oleh Allāh.

Kita lanjutkan pembahasan Kitab Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang ditulis oleh fadhilatul Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah ta'ala.

Masih kita pada pasal beriman kepada Allāh.

Beliau rahimahullah mengatakan:

ونؤمن بما أخبر به عنه رسو له ﷺ أنه بنزل كل ليلة إلى السماء الدنيا حين يبقى ثلث الليل الأخير

"Dan kami (Ahlus Sunnah wal Jama'ah) beriman (percaya, meyakini, tidak ragu-ragu) dengan apa yang dikabarkan oleh Rasulullah ﷺ"

Beliau shallallahu 'alayhi wa sallam datang sebagai seorang Rasul, dan di antara yang beliau bawa adalah kabar-kabar (berita-berita) dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Maka kita sebagai seorang Ahlus Sunnah yang mengaku bersyahadah (bersaksi) bahwasanya beliau adalah seorang Rasulullah harus meyakini dan percaya dengan setiap apa yang beliau kabarkan.

Terkadang beliau mengabarkan tentang berita-berita yang sudah berlalu, kisah-kisah yang telah berlalu, yang sudah ratusan tahun atau ribuan tahun yang lalu, maka kita membenarkan beliau نؤمن به kita beriman dengan apa yang beliau sampaikan.

Terkadang beliau mengabarkan tentang apa yang akan terjadi di masa yang akan datang, manusia pada asalnya tidak mengetahui yang demikian. Ini adalah kekhususan Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Tapi Allāh Subhānahu wa Ta’āla terkadang memberi tahu sebagian dari perkara yang akan terjadi di masa yang akan datang ini kepada para nabi-Nya. Termasuk di antaranya yang beliau kabarkan adalah tentang sifat-sifat Allāh.

Maka apabila beliau shallallahu 'alayhi wa sallam mengabarkan tentang sebagian sifat Allāh Subhānahu wa Ta’āla maka kita harus membenarkan dan wajib bagi kita untuk membenarkan.

Karena beliau shallallahu 'alayhi wa sallam adalah:

أعلم الناس بالله ﷻ

1. Beliau adalah manusia yang paling mengenal Allāh Azza wa Jalla, tidak ada manusia yang lebih mengenal Allāh daripada Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam.

اصدق الناس

2. Beliau adalah manusia yang paling jujur, tidak pernah beliau berdusta meskipun hanya sekali.

Oleh karena itu orang-orang Quraisy ketika Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam di awal dakwahnya mengatakan kepada mereka, "Bagaimana pendapat kalian seandainya aku mengabarkan kepada kalian bahwasanya ada pasukan yang akan menyerang kalian?". Dan beliau berada di atas bukit Shafa saat itu.

Seandainya di balik bukit ini ada pasukan yang akan menyerang kalian,

أكنتم مصدقي؟

“Apakah kalian akan membenarkan diriku?”
Maka orang-orang Quraisy yang mereka sangat mengenal sekali Nabi Muhammad shallallahu 'alayhi wa sallam, mengenal sekali Muhammad Ibnu Abdillah Ibnu Abdil Muthalib. Mereka mengatakan dan tidak ada di antara mereka menyelisihi.

مَا جَرَّبْنَا عَلَيْكَم كذباً

"Kami tidak pernah melihat engkau berdusta.”
Beliau shallallahu 'alayhi wa sallam dikenal sebagai seorang yang al-amin (orang yang shadiq) اصدق الناس adalah Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam.

3.Beliau adalah orang yang paling fasih, orang yang bisa mengungkapkan sesuatu sesuai dengan hakikatnya adalah Nabi Muhammad shallallahu 'alayhi wa sallam.

4. Beliau adalah orang yang paling amshah, orang yang paling menginginkan kebaikan bagi manusia. Hatinya lembut (bersih) tidak menginginkan kejelekan bagi manusia.

Orang yang sangat menginginkan kebaikan bagi manusia, bagi orang yang melihat sirah beliau, membaca perjalanan hidup beliau maka akan mengetahui yang demikian. Sehingga terkumpul di dalam ucapan beliau tiga sifat ini atau di dalam diri beliau tiga sifat ini.

Beliau adalah orang yang paling mengetahui tentang Allāh dan beliau adalah orang yang paling jujur, tidak dusta di dalam ucapannya dan ucapan beliau adalah ucapan yang paling jelas yang paling mengungkapkan kenyataan dan beliau adalah orang yang paling amshah orang yang paling menasehati manusia, orang yang paling bersih hatinya.

Maka tidak ada حيلة (alasan) bagi seseorang untuk menolak kabar dari beliau shallallahu 'alayhi wa sallam. Kalau kabar tersebut datang dari orang yang bodoh meskipun dia jujur, tidak kita terima. Kita tidak meragukan kejujurannya tetapi karena dia adalah orang yang jahil dikhawatirkan dia salah berbicara. Maka tidak bisa kita terima kabarnya begitu saja.

Seandainya dia mengetahui tetapi dia tidak jujur, juga demikian. Pintar tetapi dia bohong. Dikenal kebohongannya maka tidak bisa kita membenarkan ucapannya.

Dia pintar dan dia adalah orang yang jujur tetapi dia tidak bisa berbicara, tidak fasih di dalam mengungkapkan sebuah perkara, sehingga terkadang salah-salah di dalam mengungkapkan. Dia ingin mengungkapkan A (misalnya) tetapi bicaranya B, ini juga kita tidak bisa membenarkan ucapannya meskipun dia adalah orang yang pandai, meskipun dia adalah orang yang jujur tetapi yang kita khawatirkan dia salah dalam berbicara.

Ini semua di dalam diri Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam sempurna.

Makanya seorang muslim membenarkan apa yang beliau kabarkan. Termasuk di antaranya adalah tentang sifat-sifat Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Di antara yang beliau kabarkan kepada kita:

أنه بنزل كل ليلة إلى السماء الدنيا

"Bahwasanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla turun setiap malam ke langit dunia.”

حين يبقى ثلث الليل الأخير

"Ketika sudah tersisa sepertiga malam yang terakhir.”

Ini di antara sifat yang dikabarkan oleh Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam di dalam hadits yang shahih. Turun sesuai dengan keagungan-Nya.
  • Pertama kita harus tetapkan sebagaimana sifat ini datang dari Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam, maka harus kita tetapkan Allāh Subhānahu wa Ta’āla turun.
  • Kedua harus kita yakini bahwasanya turunnya Allāh Subhānahu wa Ta’āla ini sesuai dengan keagungan-Nya. Tidak sama dengan turunnya makhluk.
Turunnya di sini sesuai dengan keagungan Allāh Subhānahu wa Ta’āla tidak sama dengan turunnya makhluk.

Kita kembali ke kaidah:

لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شَىْءٌ
"Tidak ada yang serupa dengan Allāh.”
Ini adalah kaidah umum.

Makanya yang terpatri dalam diri seorang yang beriman datang kabar dari Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam tentang sifat Allāh dia paham bahwasanya sesuai dengan keagungan Allāh. Tidak sama dengan turunnya makhluk sehingga jangan dibayangkan turunnya Allāh sama dengan turunnya makhluk.

لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شَىْءٌ ۖ

"Tidak ada yang serupa dengan Allāh.”
Tidak bisa kita bayangkan, tidak boleh kita taqyif, kita bagaimanakan. Oleh karena itu kalau kita sudah tahu bahwasanya ini sesuai dengan keagungan Allāh, tidak perlu di sana ada pertanyaan.

Misalnya: "Apakah ketika Allāh turun Arsy ini menjadi kosong atau tidak kosong?"

Atau seperti yang diucapkan oleh sebagian. "Kalau Allāh turun pada sepertiga malam yang terakhir berarti Allāh turun terus.”

Karena kalau di sini sudah berlalu sepertiga malam yang terakhir nanti daerah yang lain sepertiga malam juga, daerah yang selanjutnya juga demikian.

Sehingga sebagian ada yang menolak turunnya Allāh dengan argumen-argumen aqliyyah seperti ini. Ini dibangun karena sebelumnya sudah ada tasybih, membayangkan bahwasanya turunnya Allāh sama dengan turunnya makhluk. Kita katakan, "Tidak!"

Allāh Subhānahu wa Ta’āla turun sebagaimana dikabarkan oleh Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam, tapi turunnya Allāh sesuai dengan keagungan-Nya.

Apa yang tadi dipertanyakan. "Apakah Arsy kosong atau tidak kosong" berarti nanti Allāh Subhānahu wa Ta’āla terus turun karena sepertiga malam yang terakhir ini berpindah-pindah.

Ini tidak perlu lagi dipertanyakan karena itu adalah turunnya makhluk. Yang ada di dalam hadits ini adalah turunnya Allāh Subhānahu wa Ta’āla yaitu sesuai dengan keagungannya sehingga tidak masalah bagi Ahlus Sunnah.

Mereka menerima kabar dari Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam dan mengatakan "Sami'na Wa Atho'na" (kami mendengar dan kami taat).

Selama hadits ini adalah shahih dan hadits ini adalah shahih diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu.

Tidak ada keraguan di dalam diri seorang muslim bahwasanya ini adalah benar dan beliau shallallahu 'alayhi wa sallam,

وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلۡهَوَىٰٓ ۞ إِنۡ هُوَ إِلَّا وَحۡيٞ يُوحَىٰ

"Tidak berbicara dari hawa nafsunya, tidaklah apa yang beliau ucapkan kecuali wahyu yang diwahyukan kepada beliau shallallahu 'alayhi wa sallam.” [QS An-Najm: 3-4]
Demikianlah yang bisa kita sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini dan in sya Allāh kita bertemu kembali pada pertemuan yang selanjutnya, pada waktu dan keadaan yang lebih baik.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈┈•◈◉◉◈•┈┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.