🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🗓 JUM’AT | 13 Ramadhan 1443 H | 15 April 2022 M
🎙 Oleh: Ustadz DR. Abdullah Roy M.A. حفظه الله تعالى
📗 Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah
🔈 Audio ke-20
📖 Beriman Kepada Allah - Beriman Kepada Ke-Esa-an Allah Dalam Rububiyyah, Uluhiyyah, dan Asma Wa Sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وَأَصْحَابِهِ ومن وَالَاه
Anggota grup whatsapp Dirosah Islamiyyah, yang semoga dimuliakan oleh Allah.
Kita lanjutkan pembahasan Kitab Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang ditulis oleh Fadhilatul Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu ta'ala.
Masih kita pada pasal Beriman Kepada Allah. Berkata Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullahu Ta'ala,
ونؤمن بوحدانيته في ذلك :
Dan kita beriman dengan ke-Esa-an Allah di dalam semua itu. Yaitu di dalam Rububiyyah, di dalam Uluhiyyah, dan juga di dalam nama dan juga sifat,
أي بأنه لا شريك له في ربوبيته
Yaitu, bahwasanya tidak ada sekutu bagi Allah di dalam Rububiyyah-Nya, tidak ada yang mencipta selain Allah, tidak ada yang memberikan rezeki selain Allah.
ولا في ألوهيته
Dan tidak ada yang serupa dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala, tidak ada sekutu bagi Allah di dalam Uluhiyyah-Nya. Tidak ada yang menjadi sekutu bagi Allah di dalam Uluhiyyah-Nya, yaitu di dalam peribadatan. Tidak ada yang berhak disembah selain Allah.
Karena mereka tidak memiliki sifat-sifat Rububiyyah. Semuanya adalah makhluk dhaif yang dikuasai Allah, yang diciptakan oleh Allah, maka mereka tidak berhak untuk disembah.
ولا في أسمائه و صفته،
Demikian pula Allah Subhanahu wa Ta'ala, Esa di dalam nama dan juga sifat-Nya, maksudnya adalah hakikatnya. Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala nama-namanya adalah nama-nama yang paling indah dan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah yang paling tinggi.
Tidak ada yang menyerupai Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam hakikat, nama dan sifat tadi. Adapun lafadz maka mungkin seorang makhluk memiliki sifat yang lafadznya sama dengan sifat Allah, dari sisi lafadznya. Allah Subhanahu wa Ta'ala memiliki sifat Rahmah dan kita sebagai manusia juga memiliki sifat Rahmah (kasih sayang).
Ini dari sisi lafadz mungkin sama, Allah Subhanahu wa Ta'ala memiliki sifat (Ilmu) Mengetahui dan kita sebagai manusia juga memiliki sifat ilmu. Allah Subhanahu wa Ta'ala memiliki sifat Al-Hayyah (hidup) dan kita sebagai manusia juga memiliki sifat Al-Hayyah (hidup).
Ini dari sisi lafadz sama, tapi dari sisi hakikat maka hakikatnya adalah berbeda. Ilmu yang Allah miliki adalah ilmu yang Maha, ilmu yang mencapai puncaknya. Allah mengetahui apa yang telah terjadi, apa yang sedang terjadi, apa yang akan terjadi. Mengetahui apa yang ada di bumi maupun apa yang ada di langit. Itu adalah ilmu Allah Subhanahu wa Ta'ala,
وَسِعْتَ كُلَّ شَىْءٍ رَّحْمَةً وَعِلْمًا
“Ilmu Allah ini meliputi segala sesuatu.” [QS Ghafir: 7]
Tidak ada sekecil apapun yang terluput dari ilmu Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan ilmu Allah tidak didahului dengan kebodohan dan tidak diiringi dengan kelupaan, berbeda dengan ilmu manusia yang diawali dengan ketidaktahuan kemudian diakhiri dengan ketidaktahuan (lupa), maka ini adalah keterbatasan ilmu kita. Adapun ilmu Allah maka, ilmu Allah adalah ilmu yang paling sempurna.
Kemudian beliau mengatakan,
قال الله تعالى : رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَاﻷرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ ۚ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan yang artinya, "Rabb bagi langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, maka hendaklah engkau menyembah-Nya dan bersabar di dalam beribadah kepada-Nya. Apakah engkau mengetahui sesuatu yang sebanding dengan-Nya?" [QS Maryam: 65]
Kenapa beliau mendatangkan ayat ini? Karena di dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan tiga jenis sekaligus, Rububiyyah, Uluhiyyah dan juga nama dan juga sifat
ربُّ السَّمَاوَاتِ وَاﻷرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا
“Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dialah Rabb bagi langit dan juga bumi dan apa yang ada di antara keduanya.”
Berarti di sini ada tauhid Rububiyyah, karena kalimat ربُّ ini mencakup yang menciptakan, yang menguasai, yang mengatur alam semesta.
ربُّ السَّمَاوَاتِ وَاﻷرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا
Mana tauhid Uluhiyyah?
فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ
"Hendaklah engkau menyembah-Nya. Hendaklah engkau beribadah kepada-Nya, dan bersabarlah dalam beribadah kepada-Nya.”
Kata فاعبده, maksudnya meng-Esa-kan Allah di dalam ibadah yaitu namanya عبادة الله beribadah kepada Allah adalah meng-Esa-kan Allah dalam ibadah. Adapun orang yang beribadah kepada Allah, terkadang, kemudian pada kesempatan yang lain beribadah kepada selain Allah, maka ini tidak dinamakan عبادة الله.
Kata عبادة الله, adalah Meng-Esa-kan Allah di dalam ibadah. Berarti sini ada tauhid Uluhiyyah.
هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا
Apakah engkau mengetahui sesuatu yang sebanding dengan Allah di dalam Rububiyyah-Nya? Di dalam nama dan juga sifat-Nya?
Menunjukkan di sini tentang beriman kepada nama dan juga sifat Allah dan bahwasanya tidak ada yang serupa dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Berarti tiga jenis ini disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam Al-Quran
Dan kalau kita meneliti apa yang ada di dalam Al-Quran di dalam sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam maka tidak keluar yang dinamakan dengan tauhid dari tiga perkara ini.
Mungkin meng-Esa-kan Allah dalam Rububiyyah, mungkin meng-Esa-kan Allah dalam Uluhiyyah, mungkin meng-Esa-kan Allah dalam nama dan juga sifat-Nya.
Makanya para ulama mereka menyimpulkan bahwasanya yang namanya tauhid itu ada tiga ini. Tidak keluar dari tiga jenis ini. Rububiyyah, Uluhiyyah dengan nama dan juga sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Berdasarkan istiqra' (penelitian secara menyeluruh), satu persatu dari dalil diteliti dan disimpulkan bahwasanya tauhid ini ada tiga perkara tadi.
Di dalam Al-Fatihah disebutkan tentang tiga perkara ini,
الْحَمْدُ لِله رَبِّ الْعَالَمِينَ
Ada Tauhid Rububiyyah,
Kemudian,
الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Maka ini adalah tauhid asma dan juga sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala,
Kemudian,
إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ
Ada Tauhid Uluhiyyah.
Surat yang terakhir di dalam Al-Quran yaitu surat An-Nass juga demikian. Di dalamnya ada tiga jenis ini:
قُلْ أعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ
Kata أعُوْذُ, ini adalah berlindung, berlindung adalah termasuk ibadah. Kepada siapa berlindung? Kepada Allah, berarti disini ada Tauhid Uluhiyyah
Kata رَبِّ النَّاسِ, berarti kita mengikrarkan bahwasanya Allah adalah Rabb, mengakui bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala memiliki sifat-sifat Rububiyah.
قُلْ أعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ مَلِكِ النَّاسِ
Beriman dengan nama dan sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
إِلٰهِ النَّاسِ
Dialah yang disembah oleh manusia.
Di sini Tauhid Uluhiyyah.
Demikian para ulama menyimpulkan bahwasanya tauhid terbagi menjadi tiga ini. Dan ini bukan perkara yang bid'ah (perkara yang baru di dalam agama), kemudian mengatakan bahwasanya Nabi Shallahu alahi wa Sallam tidak membagi tauhid menjadi tiga.
Kita katakan, bahwasanya manhaj oleh para ulama untuk menyimpulkan dalam hal ini adalah manhaj istiqra'i. Yaitu dengan cara penelitian dengan secara keseluruhan.
Cara seperti ini 'ijma para ulama dipakai oleh semua ulama dalam berbagai disiplin ilmu. Baik dalam masalah aqidah, dalam masalah fiqih, dalam masalah ushul fiqh, dalam masalah hadits mereka memiliki pembagian-pembagian. Dari mana mereka membagi? Mereka membagi melalui istiqra yaitu melalui penelitian secara keseluruhan.
Ulama bahasa misalnya, atau orang-orang yang ahli bahasa, ketika mereka sudah meneliti secara keseluruhan, menyimpulkan bahwasanya kalimat di dalam bahasa arab terbagi menjadi tiga, isim, fi'il dan huruf. Tidak ada keterangan di jaman salaf bahwasanya kalimat-kalimat dalam bahasa arab terbagi menjadi tiga. Tidak ada!
Disimpulkan oleh ulama-ulama yang datang setelahnya, untuk memberikan kemudahan bagi orang yang mempelajari bahasa arab. Jadi tidak dikatakan ini sesuatu yang bid’ah bahkan para ulama sebelum Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah banyak di antara mereka yang sudah mengenal pembagian tauhid menjadi tiga ini.
Termasuk di antaranya adalah Abu Ja'far Ath-Thahawi yang meninggal pada 321H. Di dalam aqidah Ath-Thahawiyah, beliau mengisyaratkan tentang tiga jenis tauhid ini, bahwasanya tauhid adalah meng-Esa-kan Allah di dalam Rububiyyah-Nya, meng-Esa-kan Allah di dalam Uluhiyyah-Nya dan juga meng-Esa-kan Allah di dalam nama dan juga sifatnya.
Jauh sebelum datangnya Syaikhul islam Ibnu Taimiyah. Ibnu Taimiyah meninggal pada tahun 728H sementara Abu Ja'far Ath-Thahawi meninggal pada 321H.
Bahkan sebelumnya, yaitu Abu Hanifah di dalam kitab beliau Al-Fiqh Al-Akbar juga mengisyaratkan tentang pembagian tauhid itu. Maka sekali lagi pembagian tauhid bukan pembagian yang bid'ah.
Dan guru kami yang mulia yaitu Syaikh Abdurrazaq bin Abdil Muhsin Al Abbad Hafidzahullahu Ta'ala, beliau memiliki sebuah risalah, sebuah tulisan yang menjelaskan kepada kita tentang pembagian tauhid ini dan bahwasanya para ulama sebelum Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mereka sudah mengenal pembagian tauhid menjadi tiga.
Maka silahkan jika ingin lebih luas mengetahui tentang tauhid, kembali membaca kepada kitab yang saya isyaratkan tadi.
Insya Allah kita akan lanjutkan tentang beriman kepada Allah Subhanahu wa Taala pada pertemuan yang akan datang, kita akan membahas tentang ayat kursi. Beliau datangkan ayat ini karena di dalamnya ada beriman kepada tiga tauhid tadi, beriman kepada Rububiyyah Allah, Uluhiyyah Allah dan juga nama dan sifat-Nya.
Mungkin itu yang bisa kita sampaikan pada kesempatan kali ini kurang lebihnya mohon maaf dan sampai bertemu kembali pada pertemuan berikutnya.
والله تعالى أعلم وبالله التوفيق والهداية
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
════ ❁✿❁ ════
Post a Comment