F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-40 Urutan Perwalian dalam Pernikahan: Urutan Kedua Dan Ketiga (Bagian Kedua)

Audio ke-040 Urutan Perwalian dalam Pernikahan: Urutan Kedua Dan Ketiga (Bagian Kedua)
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
📗 Fiqih Nikah / Baiti Jannati
🔈 Audio ke-040

📖 Urutan Perwalian dalam Pernikahan: Urutan Kedua Dan Ketiga (Bagian Kedua)



بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد الله والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Di kalangan madzhab Al Imam Syafi'i Rahimahullahu Ta’ala, ada satu ketentuan bahwa wali pernikahan bila mereka adalah ayah dan kakek, bila yang menjadi wali itu adalah ayah dan kakek maka ayah dan kakek berhak memaksa, berhak menikahkan dengan paksa walaupun anak gadis itu tidak setuju.

Adapun bila yang dinikahkan itu adalah seorang janda maka sepakat para ulama harus ada persetujuan, harus ada restu dari wanita yang akan dinikahi tersebut. Tetapi ketika yang dinikahkan adalah seorang gadis maka ayah dan kakek berhak memaksa. Menikahkannya dengan paksa tanpa harus menunggu persetujuan dari wanita itu.

Adapun bila yang menjadi wali Itu adalah saudara. Paman atau yang lainnya, maka mereka tidak ada ruang, tidak ada izin. Mereka tidak punya hak untuk menikahkan dengan paksa. Mereka mutlak harus meminta izin kepada wanita yang hendak dinikahkan. Baik itu gadis ataupun janda.

Apa alasan para fuqoha Syafi'iyah untuk membedakan antara wali yang notabene adalah ayah ataupun kakek dari wali yang notabene adalah saudara ataupun paman atau yang lainnya.

Mereka berdalih dengan sabda Nabi Shalallahu'Alaihi Wa Sallam,

لاَ تُنْكَحُ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ، وَلاَ الثَّيِّبُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ

[HR Bukhari 6968]

Tidaklah boleh seorang gadis itu dinikahkan sampai dimintai restu darinya, persetujuan darinya. Sedangkan janda tidak boleh dinikahkan kecuali dengan cara dimintai sikapnya secara tegas. Betul-betul harus ada perintah dari wanita tersebut untuk dinikahkan.

Para ulama Syafi'iyah menganalisa adanya pembedaan antara gadis dengan janda ini sebagai petunjuk bahwa gadis boleh dinikahkan, walaupun tidak ada kata-kata yang jelas, tidak ada kata-kata yang tegas bahwa dia menyetujui.

Adapun diamnya wanita maka diam wanita itu memiliki banyak penafsiran. Ada banyak kemungkinan. Diamnya terpaksa, diamnya karena malu, diamnya karena sungkan, diamnya karena setuju, atau diamnya karena bingung.

Karena itu akhirnya kemudian para fuqoha Syafi'iyah para ulama dalam Madzhab Syafi'i menyimpulkan karena diamnya wanita itu memiliki banyak kemungkinan tidak bisa dipastikan bahwa diamnya wanita itu adalah persetujuan. Karena itulahlah kemudian mereka mengatakan, ayah dan kakek boleh menikahkan dengan paksaan.

Namun analisa ini kurang disetujui oleh ulama-ulama yang lainnya. Kenapa? karena dalam hadits jelas-jelas ada larangan untuk menikahkan seorang gadis kecuali setelah mendapatkan persetujuan dari gadis tersebut. Bahkan kemudian Nabi ditanya. Bagaimana cara mengetahui bahwa si gadis itu menyetujui? Nabi menjawab,

صماتها

Diamnya wanita.

Adapun alasan yang dikatakan oleh para ulama Syafi'iyah mengatakan bahwa diamnya wanita memiliki banyak penafsiran, maka itu dikatakan betul banyak penafsiran.

Namun tentu indikasi-indikasi yang menunjukkan bahwa diamnya gadis itu persetujuan itu tentu menjadi petunjuk untuk membedakan antara diamnya orang yang takut, diamnya seorang wanita yang malu, segan, diamnya wanita yang bingung.

Karena diamnya wanita yang setuju, wanita seorang gadis yang setuju itu, dia akan tersimpul malu. Diamnya itu diam yang wajahnya teduh, wajahnya dingin. Dan kalaupun dia menangis, biasanya itu nangis terharu. Karena itu para ulama mengatakan,

“Air mata wanita yang terharu, senang, girang, itu terasa sejuk. Terasa dingin. Sedangkan wanita yang takut, wanita yang marah, kecewa, kalaupun dia menangis maka tangisannya itu air matanya akan terasa hangat.”

Tentu seorang ayah apalagi seorang ibu akan mampu membedakan diamnya anak gadis. Ketika diamnya itu diam setuju dia akan dapatkan suhu tubuh wanita itu dingin sejuk dan biasanya diamnya itu pun diiringi dengan senyum yang tersipu misalnya.

Beda dengan diam orang yang marah kelihatan mukanya memerah, atau diam yang misalnya kecewa pun demikian kelihatan kerut wajahnya pun berubah.

Sehingga alasan yang diutarakan oleh para fuqoha Syafi'iyah tadi bisa dikatakan kurang begitu kuat. Apalagi itu jelas bertentangan dengan redaksi hadist. Nabi mensyaratkan bahwa tidak boleh dinikahkan seorang gadis sampai dimintai persetujuan darinya.

Ini yang bisa kami sampaikan, pada kesempatan kali ini. Kurang dan lebihnya saya mohon maaf.

وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.