Materi 31 – Cara Melawan Ujub (2)
🌍 Kelas UFA
🎙 Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه لله تعالى
📗 Silsilah Amalan Hati dan Penyakit Hati
Ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala, perkara kedua yang perlu kita renungkan agar kita bisa melawan ‘ujub, yaitu kenapa kita harus ‘ujub dengan amal shalih kita?
2. Amal yang kita lakukan penuh kekurangan.
Kita mungkin (MUNGKIN) boleh ‘ujub kalau kita yakin amal shalih kita sempurna, tapi kita semua sadar amal shalih kita penuh dengan kekurangan. Siapa yang merasa shalatnya khusyuk sesuai dengan yang diinginkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala? Siapa yang merasa hajinya sempurna? Siapa yang merasa shalat malamnya sempurna? Tidak ada!
Shalat kita bermasalah, pikiran kita sering kemana-mana. Haji kita bermasalah, kadang kita melihat yang tidak boleh untuk dilihat, kadang kita berbicara dengan perkataan yang tidak boleh untuk kita ucapkan. Umroh kita bermasalah, shalat malam kita bermasalah, macam-macam. Kita tahu bahwasanya ibadah kita ini tidak ada yang beres. Terus apa yang mau kita ‘ujubkan?
Oleh karenanya disyariatkan setelah kita melakukan ibadah banyak dari ibadah-ibadah, kita beristighfar. Contoh setelah shalat lima waktu kita beristighfar. Dan ini sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Tsauban Radhiyallahu ‘Anhu berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلاَتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلاَثًا
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kalau selesai shalatnya, maka dia pun beristighfar tiga kali.” (HR. Muslim)
Kalau Nabi saja beristighfar, apalagi kita yang shalatnya entah pikiran kita kemana-mana, kita tidak tahu shalat kita diterima atau tidak, terus apa yang mau kita ‘ujubkan?
Bahkan Allah bercerita tentang orang-orang yang shalat tahajud, dalam surat Ali Imran Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ayat 15-17 kata Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang orang-orang yang shalih:
الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا إِنَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ﴿١٦﴾
Sebelumnya kata Allah:
قُلْ أَؤُنَبِّئُكُم بِخَيْرٍ مِّن ذَٰلِكُمْ ۚ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا عِندَ رَبِّهِمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَأَزْوَاجٌ مُّطَهَّرَةٌ وَرِضْوَانٌ مِّنَ اللَّـهِ ۗ وَاللَّـهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ ﴿١٥﴾
“Katakanlah: ‘inginkah aku kabarkan kepada kalian apa yang lebih baik dari pada yang demikian itu (dunia dan seisinya)?’”
Yaitu tentang surga:
“Bagi orang-orang yang bertakwa di sisi Rabb mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalam surga, mereka akan mendapatkan istri-istri yang disucikan, dan mereka akan mendapatkan keridhaan Allah, dan Allah Maha Melihat para hamba.” (QS. Ali ‘Imran[3]: 15)
Siapa mereka penghuni surga?
الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا إِنَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ﴿١٦﴾
“Yaitu orang-orang yang berkata: ‘Ya Rabb kami, sesungguhnya kami telah beriman, ampunilah dosa-dosa kami jauhkanlah kami dari adzab neraka jahanam.’” (QS. Ali ‘Imran[3]: 16)
الصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ وَالْمُنفِقِينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ ﴿١٧﴾
“Yaitu orang-orang yang bersabar, orang yang jujur imannya, orang-orang yang taat, orang-orang yang berinfak, dan orang-orang yang beristighfar di waktu sahur.” (QS. Ali ‘Imran[3]: 17)
Siapa mereka ini? Mereka adalah orang-orang shalih; siang hari mereka melakukan ibadah dengan kesabaran, dengan bersedekah, dengan infak, dengan ibadah, di malam hari mereka shalat malam dan mereka tutup shalat malam mereka dengan beristighfar. Mereka tidak bangga dengan shalat malam. Karena tidak ada di antara kita yang tahu shalat malam kita diterima atau tidak.
Demikian juga setelah haji, Allah berfirman:
ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّـهَ ۚ إِنَّ اللَّـهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿١٩٩﴾
“Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (yaitu dari Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah[2]: 199)
Yaitu setelah kita di padang Arafah. Bukankah di padang Arafah kita beribadah, berdoa kepada Allah, memohon ampun. Wukuf di padang Arafah adalah inti dari ibadah haji. Namun setelah kita meninggalkan Arafah, Allah suruh beristighfar. Karena kita tahu haji kita penuh dengan kekurangan.
Lihatlah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam setelah berdakwah 23 tahun dengan keberhasilan yang luar biasa, orang-orang berbondong-bondong masuk Islam, kemudian Nabi memiliki sahabat-sahabat yang sangat-sangat super hebat. Abu Bakar, ‘Umar dan yang lainnya, Usman, ‘Ali dan yang lainnya. Tapi apakah Nabi ‘ujub? Allah suruh Nabi justru beristighfar. Turunkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّـهِ وَالْفَتْحُ ﴿١﴾
“Jika telah datang pertolongan Allah dan kemenangan.”
وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّـهِ أَفْوَاجًا ﴿٢﴾
“Dan kau lihat orang-orang masuk Islam dengan penuh berbondong-bondong.”
Apa setelah itu kata Allah?
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ…
“Hendaknya kau bertasbih dan beristighfarlah.”
…إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا ﴿٣﴾
“Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat.” (QS. An-Nasr[110]: 1-3)
Nabi yang sudah berdakwah 23 tahun, Nabi beristighfar dan Nabi tidak ‘ujub.
Oleh karenanya ketika kita merenungkan bahwa ibadah kita ini tidak jelas statusnya, diterima atau tidak dan banyak kekurangan, Allah suruh kita istighfar. Lantas mengapa kita harus ‘ujub? Kita tidak tahu ibadah kita yang lebih baik atau ibadah orang lain? Kita mau merasa tinggi daripada dia sementara bisa jadi ibadahnya dia lebih baik daripada ibadah kita.
Oleh karenanya kalau kita renungkan hal ini, kita tahu ibadah kita yang tidak jelas statusnya diterima atau tidak, maka janganlah kita ‘ujub.
والله أعلم بالصواب
Post a Comment