F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Materi 25 – Riya’ Terselubung (1)

Materi 25 – Riya’ Terselubung (1) - Silsilah Amalan Hati dan Penyakit Hati

Materi 25 – Riya’ Terselubung (1)

🌍 Kelas UFA
🎙 Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه لله تعالى
📗 Silsilah Amalan Hati dan Penyakit Hati


بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله

Para ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, pada kesempatan kali ini kita akan membahas pintu-pintu riya’ yang samar, yang saya beri judul pembahasan kita dengan judul dengan “Riya’ terselubung”. Karena setan memiliki ciri-ciri yang jitu untuk menjerumuskan anak Adam dalam berbagai model riya’. Sehingga kita bisa dapati sebagian orang kreatif dalam melakukan riya’.

Riya’ tersebut sangat halus dan terselubung, tapi kalau tak sadar maka kita bisa tahu itu adalah riya’.

Dan saya ingatkan, sebelum saya menyampaikan materi ini bahwa ini adalah materi untuk kita, bukan untuk mencurigai orang. Karena urusan niat adalah urusan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tapi kita waspada untuk diri kita sendiri, jangan sampai kita terjebak dalam riya’ yang seperti ini.

Pengertian riya’ terselubung dan contoh-contohnya


Yang dimaksud dengan riya’ terselubung adalah bahwa nampak dzahirnya bukan riya’, tapi sebenarnya dibalik itu ada riya’ yang samar.

Contoh riya’ terselubung adalah:

1. Menceritakan keburukan orang lain

misalnya seseorang menceritakan tentang keburukan orang lain. Seperti menceritakan: “Oh Si Fulan itu kalau shalat subuh selalu terlambat.” Dibalik ceritanya ini, dia ingin tunjukkan bahwasanya dia tidak pernah terlambat dalam shalat subuh. Atau misalnya dia mengatakan: “Si Fulan itu pelit, itu kalau diminta sumbangan Ya Allah pelitnya,” tujuan dia adalah untuk agar orang-orang yang mendengar tahu bahwa dia tidak pelit, dia tidak seperti itu.

Intinya dia merendahkan orang lain sehingga dipahami dari perkataan tersebut dia tidak seperti orang tersebut. Dan Ibnu Taimiyah Rahimahullah pernah menyampaikan bahayanya riya’ seperti ini. Ini adalah menggabungkan dua dosa; dosa pertama adalah riya’, dosa kedua adalah ghibah. Dia mengghibah orang lain dan dia juga riya’. Tentunya tidak semua orang yang mengghibah maksudnya riya’.

Ini kita bicara untuk kita -ya ikhwan dan akhwat, ibu-ibu bapak-bapak- bukan untuk menuduh orang lain, tetapi untuk kita. Hati-hati setan bisa menjebak kita dalam riya’ yang terhubung tanpa kita sadari. Kita ingin orang memuji kita dengan cara kita merendahkan orang lain. Ini contoh pertama tentang riya’ terselubung.

2. Menceritakan nikmat-nikmat yang Allah berikan

Contoh yang kedua tentang riya’ terselubung yaitu seorang menceritakan nikmat-nikmat yang Allah berikan kepada dia. Dan itu sebenarnya tidak mengapa. Allah mengatakan:

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ ﴿١١﴾

“Adapun tentang nikmat-nikmat Allah, maka sampaikanlah.“(QS. Ad-Dhuha[93]: 11)

Karena manusia suka lupa, sehingga terkadang dia perlu menyebut-nyebutkan kenikmatan yang dia rasakan, agar dia sendiri ingat. Atau dalam rangka memotivasi orang lain. Tetapi terkadang setan masuk dalam hati kita. Kita menceritakan nikmat-nikmat tersebut seakan-akan kita menunjukkan bahwa saya orang mulia sehingga Allah memuliakan saya, Allah memberikan kemudahan ini, kemudahan anu. Bukan untuk bersyukur, tapi untuk angkuh, untuk pamer, bahwasanya saya adalah seorang yang shalih, dimudahkan dalam urusan-urusan.

Seandainya kita ungkapkan nikmat-nikmat tersebut dalam rangka bersyukur, semakin merendahkan diri kita kepada Allah, kita ini bukan siapa-siapa, kalau Allah tidak tolong kita maka kita tidak bisa apa-apa, tentu itu baik. Tapi terkadang setan masuk dengan cara yang halus, sehingga kita terpedaya, kita menyebutkan nikmat-nikmat tersebut ternyata agar orang-orang memuji kita bahwasanya kita adalah orang yang shalih, orang yang bertakwa, dimudahkan urusannya oleh Allah dan itu berbahaya. Ini adalah riya’ terselubung.



Di antara model riya’ terselubung adalah orang _memuji gurunya dengan pujian setinggi langit._ Guru saya masyaAllah, begini, begini, orangnya hebat, orangnya anu, orangnya suka nangis, hafalannya banyak, orangnya bertakwa. Selalu dalam majelis-majelisnya memuji-muji gurunya. Ternyata di balik itu dia punya niat, dia ingin mendompleng ketenaran gurunya. Sehingga orang tahu dia muridnya seorang guru yang hebat. Dengan dia memuji-muji gurunya, padahal sesungguhnya dia sedang memuji dirinya sendiri. Di sinilah letak terselubung. Dia pamer-pamer gurunya dalam rangka untuk memamerkan dirinya, karena dia adalah murid dari guru tersebut.

Ini hati-hati! Waspada!

Kita tidak menuduh orang. Ingat ya, saya ulangi lagi. Kita tidak sedang menceritakan orang. Kita bicarakan kondisi yang semoga kita tidak terjerumus dalam kondisi tersebut.

Seperti seorang memuji-muji ustadz karena dia dekat dengan ustadz agar seakan-akan dia orang yang shalih. Karena dekat dengan ustadz berarti dia orang shalih, orang baik. Tidak harus begitu. Tidak mesti orang dekat dengan ustadz kemudian otomatis dia menjadi baik, menjadi shalih. (Dia cerita dekat dengan ustadz agar orang tahu bahwa) ustadz mau dekat dengan dia karena dia orang yang mulia, (padahal) belum tentu.

Betapa banyak orang tidak dikenal, ustadz pun tidak tahu tentang dia, ternyata dia adalah orang yang sangat mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ

Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.