F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-37 Perwalian Wanita Ahlu Kitab dan Budak (Bagian Kedua)

Audio ke-037 Perwalian Wanita Ahlu Kitab dan Budak (Bagian Kedua) Fiqih Nikah / Baiti Jannati
🌐 WAG Dirosah Islamiyah Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
📗 Fiqih Nikah / Baiti Jannati
🔈 Audio ke-037
📖 Perwalian Wanita Ahlu Kitab dan Budak (Bagian Kedua)


بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد الله والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Isu hukum menikahi wanita ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani) kembali dipersoalkan, seiring dengan banyaknya kelompok, banyaknya media, banyaknya penulis (wartawan), atau yang lainnya yang terpengaruh atau bahkan berafiliasi dengan sekte Rafidhah, dengan sekte Syi'ah.

Merekalah yang kemudian, saat ini kembali mempersoalkan status hukum menikahi wanita Yahudi ataupun wanita Nasrani.

Karena itu kita sebagai Ahlus Sunnah Wal Jama'ah tentu beriman meyakini tentang kebenaran hukum ini yang telah Allah tegaskan dalam Al-Quran dan juga ditegaskan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam dalam as-Sunnah sehingga tidak sepatutnya kita meragukan tentang hukum ini.

Adapun orang-orang Syiah secara khusus sekte Rafidhah mempersoalkan bolehnya menikahi wanita ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) yaitu dasarnya adalah dari pondasi ideologi mereka, yang mereka tidak beriman dengan Al-Quran yang ada di tengah kita.

Mereka meyakini bahwa Al-Quran yang ada di tengah-tengah kita ini adalah Al-Quran yang muharraf (dimodifikasi atau diselewengkan). Bagi mereka Al-Quran yang ada ditengah kita ini adalah Al-Quran yang palsu telah direkayasa oleh para sahabat.

Dan yang benar menurut mereka (sekte Rafidhah) Al-Quran yang benar itu saat ini masih dibawa sembunyi oleh Imam mereka di dalam gua atau terowongan di negeri Samura' di daerah Iraq sana atau di negeri Iraq sana.

Sehingga saat ini menurut ideologi sesat yang diajarkan oleh sekte Rafidhah, umat Islam dalam kondisi tidak memiliki kitab suci, dalam kondisi tidak bisa mengakses kitab suci mereka untuk dikaji, dipelajari, kemudian diamalkan, apalagi didakwahkan.

Karena Al-Quran yang ada ditengah-tengah kita ini menurut mereka adalah Al-Quran yang palsu, bahkan Al-Kulaini salah satu tokoh sentral dalam sekte Syi'ah meyakini bahwa Al-Quran atau yang disebut dengan mushaf Fatimah yang disembunyikan, saat ini masih dibawa sembunyi oleh Imam Syiah yang ke-12. Betul-betul berbeda dengan Al-Quran yang ada di tengah kaum muslimin saat ini

Bahkan kata beberapa data dalam kitab Al-Kulaini Bihār al-Anwār dan juga referensi-referensi dari yang lainnya, Al-Quran yang ada di tengah-tengah kita Ini betul-betul berbeda seratus persen, tidak ada kesamaan sedikitpun dengan mushaf fathimah.

Bahkan satu huruf pun tidak ada yang sama, tentu ini satu data yang menjadikan kita kembali bertanya, lalu kalau satu huruf pun tidak ada yang sama berarti mushaf Fatimah itu tidak menggunakan bahasa Arab, kenapa?

Kalau mushaf Fathimah itu dengan bahasa Arab tentu minimal ada persamaan dua puluh delapan huruf hijaiyah, tapi dalam referensi-referensi Syi'ah dikatakan bahwa Mushaf Fathimah betul-betul berbeda dengan Al-Quran yang ada di tengah-tengah kita bahkan tidak satu huruf pun yang sama.

Dan ini menjadi salah satu data yang kemudian bisa menjadi petunjuk bagi kita memahami siapakah sebenarnya sekte Rafidhah syiah itu?

Mereka adalah orang-orang yang berada di luar agama Islam karena mereka tidak lagi meyakini Al-Quran yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam yang notabene itu berbahasa Arab.

قُرْآنًا عَرَبِيًّا

Dalam Al-Quran sudah ditegaskan bahwa Al-Quran ini menggunakan bahasa Arab.

Sehingga latar belakang adanya isu bahwa ketentuan menikahi wanita Ahlul kitab (wanita Yahudi, wanita Nasrani) katanya tidak relevan bahkan itu sudah dianulir itu muncul gara-gara adanya interaksi, keterbukaan informasi.

Dan bahkan sebagian penceramah, sebagian tokoh agama betul-betul sudah terkontaminasi dengan pemahaman Rafidhah, sehingga akhirnya mereka menjadi mempersoalkan kembali masalah ini yang sebetulnya telah final, telah disepakati ('ijma) para ulama tentang halalnya menikahi wanita Yahudi atau Nasrani.

Bahkan secara sejarah, kita temukan (misalnya) Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu ta'ala anhu pernah menikahi wanita Nasrani yang bernama Na'ilah binti Farafishoh, ketika dinikahi oleh Utsman bin Affan Radhiyallahu ta'ala anhu, beliau adalah Khalifah saat itu, Na'ilah masih dalam atau masih berstatus sebagai seorang nasraniyah, sebagai ahlul dzimmah.

Walaupun di kemudian hari setelah menikah dengan sahabat Utsman bin Affan, Na'ilah kemudian mengikrarkan keislamannya, tetapi itu tidak bisa menghapus fakta bahwa pada awal pernikahan mereka Na'ilah dalam kondisi masih beragama Nasrani.

Ini fakta sejarah dan masih banyak lagi fakta-fakta sejarah yang membuktikan bahwa telah terjadi konsensus (kesepakatan) di kalangan para ulama, bolehnya menikahi wanita ahlul kitab.

Al Imam Abu Syuja' menyatakan, "kalau wanita yang dinikahi itu adalah beragama Yahudi, Nasrani maka yang berhak menjadi walinya adalah wali dari nasabnya. Walaupun dia berstatus sebagai non muslim, masih beragama Nasrani ataupun Yahudi yaitu mayoritasnya demikian.

Kemudian Al Muallif mengatakan,

و لا نكاح الأ مة إلى عدالة السيّد

Ketika anda memenuhi kriteria untuk menikahi seorang budak sebagaimana Allah tegaskan dalam Al-Quran,

وَمَن لَّمْ يَسْتَطِعْ مِنكُمْ طَوْلًا أَن يَنكِحَ ٱلْمُحْصَنَٰتِ ٱلْمُؤْمِنَٰتِ

"Barangsiapa dari kalian yang tidak mampu (tidak punya kuasa) untuk menikahi wanita mukminah yang merdeka,

فَمِن مَّا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُم مِّن فَتَيَٰتِكُمُ ٱلْمُؤْمِنَٰتِ ۚ

Maka boleh bagi kalian menikahi bundak-bundak mukminah". [QS. An Nisa: 25]

Ketika anda ingin menikahi budak mukminah, budak yang beragama Islam maka tentu otomatis yang akan menjadi walinya adalah Sayyidnya (majikan). Ketika menikahi wanita budak maka walinya tidak harus wali yang kredibel, wali yang agamanya baik, kenapa?

Karena budak itu dalam Islam diperlakukan bagaikan harta benda sehingga majikannya sebagai pemilik dia, boleh menjual budak tersebut apalagi sekedar menikahkannya. Menjualnya kepada siapapun dia boleh, apalagi hanya menikahkannya.

Tentu ini lebih pantas untuk dikatakan boleh walaupun majikannya itu, ketika menikahkan budaknya, majikannya dalam kondisi sebagai seorang yang fasik, seorang pemabuk, seorang peminum khamr, seorang pezina (misalnya), tidak masalah.

Itu tidak menghalanginya untuk menikahkan budaknya dengan siapapun yang dia mau, baik dengan lelaki merdeka ataupun dengan seorang budak yang serupa.

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini, kurang dan lebihnya mohon maaf.

وبالله التوفيق والهداية
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.